BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Kultur jaringan tanaman
pertama kali berhasil dilakukan ole White pada thaun 1934. Pada tahun 1939,
Whiter melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus dari wortel
(animasi kultur kalus wortel) dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan penting
Skoog dan Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa interkasi
kuantitatif antara auksin dan sitokinin menentukan tipe
pertumbuhan dan
morfogenik yang akan terjadi. Penelitian mereka pada tembakau mengindikasikan
bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan menginduksi
pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi pembentukan tunas. Akan
tetapi pola respon ini tidak berlaku universal. Temuan penting lainnya adalah
hasil penelitian Morel tentang perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan pada
tahun 1960, dan penggunaan yang meluas media kultur dengan konsentrasi garam
mineral yang tinggi, dikembangkan oleh Murashige dan Skoog tahun 1962.
Kultur jaringan, cara
ini disebut juga cara non konvensional karena membutuhkan teknologi dan biaya
yang tidak sedikit untuk memulai dan melakukannya, juga dibutuhkan pengetahuan
yang lebih rumit. Perbanyakan ini menggunakan bagian kecil dari tanaman (dapat
berupa daun, akar, ujung batang, atau bunga) yang ditanam dalam kondisi aseptik
dan lingkungan yang terkendali (Wattimena et al., 1992)
Perkembangan kultur
jaringan anggrek di Indonesia sangat lambat dibandingkan negara-negara lain,
bahkan impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri
nursery-nursery anggrek. Keadaan ini disebabkan pengetahuan pembudidaya anggrek
yang sangat sedikit mengenai teknik ini. Selain itu kultur jaringan memerlukan
investasi yang besar untuk membangun laboratorium yang mungkin hanya cocok
untuk perusahaan.
Kultur jaringan adalah
teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman dalam kondisi
aseptik sehingga dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi individu baru
yang utuh. Teknik kultur jaringan didasari oleh konsep totipotensi
sel yang artinya total genetic potential atau setiap sel dari
tubuh multisel memiliki potensi memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi
tanaman lengkap (George dan Sherrington, 1984).
Media yang digunakan
dalam kultur jaringan anggrek tidak jauh berbeda dengan media lainnya. Beberapa
media yang digunakan untuk perbanyakan anggrek adalah Knudson 'C' (Knudson,
1946), Wimber (Wimber, 1963) atau Fonnesbech (Fonnesbech, 1972) atau media MS
(Murashige and Skoog, 1962). Media yang digunakan umumnya media padat, kecuali Cattleya yang
dikulturkan dalam media cair. Media ini dipadatkan dengan Bacto agar (8 - 10
%). Sebagai sumber karbon, sukrose ditambahkan dalam media (20 gr/L), atau
kombinasi glukose (10%) dan sukrose (10%). Hormon pertumbuhan ditambahkan dalam
media ini dalam konsentrasi rendah. Auksin yang digunakan antara lain IAA, IBA,
NAA atau 2,4-D pada konsentrsi 1 mg/L karena diduga auksin dapat merangsang
pertumbuhan akar. Sitokinin yang digunakan umumnya adalah Kinetin dan BAP pada
konsentrsi 2 ml untuk merangsang pertumbuhan tunas (Mulyaningsih dan
Nikmatullah, 2006).
1.2.
Manfaat dan Tujuan
1. Mengetahui
penanaman dengan sistem subkultur.
2. Mengetahui
tentang teknik dan cara penanaman.
3. Mengaplikasikan
teori-teori yang dipelajari di bangku kuliah mengenai Dasar-Dasar Kultur
Jaringan.
4. Menambah
wawasan tentang penanaman tanaman anggrek dengan sistem subkultur.
5. Melakukan
pembuatan larutan nutrisi MS.
6. Menghitung
larutan nutrisi selama proses pertumbuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anggrek secara
taksonomi diklasifikasikan ke dalam phyllum Spermatophyta atau
tumbuhan berbiji, kelas Angiospermae atau berbiji
tertutup, subkelas Monocotyledonaeatau bijinya berkeping satu,
ordo Gynandrae karena alat reproduksi jantan dan betina bersatu
sebagai tugu bunga dan famili Orcidaceae atau keluarga anggrek
(Kartiman, R. 2004).
Famili anggrek
mempunyai 750 genus berbeda dengan 25 000 spesies dan lebih dari 30 000
kultivar hasil persilangan (Hew dan Yong, 1996). Dendrobium merupakan
salah satu genus anggrek terbesar di Asia (Warren dan Tettoni, 1996).
Nama Dendrobium berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari
kata dendron artinya pohon dan biein artinya untuk hidup.
Secara keseluruhan Dendrobium berarti tanaman yang hidup pada pohon.
GenusDendrobium diperkenalkan oleh seorang botanist Swedia, Olaf
Swarts pada tahun 1800.Botanist tersebut
mendiskripsikannya
dalam sembilan spesies. Dendrobium tumbuh di AsiaTenggara, Himalaya
(Nepal dan Sikkim), Birma, propinsi Moulmein, India Barat Daya, Ceylon,
Malaysia, Filipina, Indonesia, New Guinea, Australia, Cina dan Jepang
(Widiastoety. 1997).
Bentuk daun
anggrek bermacam-macam dari sempit memanjang, pensil, bulat, bulat-lonjong,
bulat telur, mata lembing/lanset, jantung dan masih banyak lagi variasi
lainnya. Seperti umumnya tumbuhan monokotil, daun anggrek memiliki tulang daun
yang sejajar dengan helaian daun dan tidak memiliki pertulangan yang bercabang.
Tebal daun bervariasi dari tipis hingga tebal berdaging (sukulen). Pada setiap
bukunya, daun melekat berselang-seling atau berpasangan dan setiap buku
terdapat dua helai daun yang berhadapan (Widiastoety.
1997). Dendrobium mempunyai daun yang tebal (Hew dan Yong, 1996).
Bentuk daun pada Dendrobium
bigibbum dan Dendrobium phalaenopsis hampir sama, bentuk
daunnya besar di bagian pangkal dan mengecil di bagian ujung. Panjang daunnya
dapat mencapai 10 cm (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004).
Ciri lain dari
tanaman anggrek Dendrobium sp. adalah mempunyai pseudobulbstegak
lurus dengan daun dalam dua baris. Pseudobulbs biasanya membesar pada
bagian paling dasar dan bagian tengah. Daun pada bagian paling bawah
dari pseudobulbs adalah kecil atau tidak ada (Sutiyoso, Y. 2005).
Dendrobium sp.
termasuk dalam tipe anggrek epifit yang dapat tumbuh pada pohon maupun batu,
dengan beberapa akarnya menggantung di udara . Akar anggrek epifit umumnya
lunak dan mudah patah, ujung runcing, berklorofil, licin dan memiliki daya
lekat. Rambut-rambut pendek yang melekat pada bagian akar digunakan untuk
menyerap air dan hara (Syuhud, P. 2008.).
Menurut Dressler
dan Dodson (2000), klasifikasi anggrek Dendrobium adalah sebagai
berikut:
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Subdivisi :
Angiospermae
Kelas :
Monocotyledoneae
Ordo :
Orchidales
Famili :
Orchidaceae
Subfamili :
Epidendroideae
Suku :
Epidendreae
Subsuku :
Dendrobiinae
Genus : Dendrobium
Genus Dendrobium mempunyai
keragaman yang sangat besar, baik habitat, ukuran, bentuk pseudobulb, daun
maupun warna bunganya. Spektrum penyebarannya luas, mulai dari daerah pantai
sampai pegunungan. Tersebar di India, Sri Lanka,Cina Selatan, Jepang ke selatan
sampai Asia Tenggara hingga kawasan Pasifik, Australia, Selandia Baru, dan
Papua Nugini. Tumbuh baik pada ketinggian 0−500 m dpl dengan kelembapan 60−80%.
Budi daya anggrek yang paling mudah adalah yang berasal dari tempat asalnya
(Lingga, P. dan Marsono. 2001).
Persyaratan
tumbuh setiap jenis anggrek berbeda-beda, tetapi semua jenis memerlukan aliran
udara yang selalu bergerak. Manfaat aliran udara ini untuk mencegah timbulnya
penyakit akibat lingkungan yang terlalu basah, menurunkan suhu udara pada siang
hari yang panas, dan membawa unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti CO2,
N2, dan air (Setiawan, 2005).
Anggrek
Dendrobium merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis yang membutuhkan
sinar matahari dan temperatur yang cukup panas, tidak seperti anggrek tertentu
yang hanya cocok di daerah dingin seperti Paphiopedillum. Dendrobium membutuhkan
cahaya 50-60% dan suhu 28-30oC dengan suhu minimal 15oC (Anggrek.org., 2005).
Sedangkan lingkungan yang dikehendaki anggrek ini tidak terlalu basah tetapi
membutuhkan kelembaban yang tinggi yaitu 65%-70%. Apabila keadaan media terlalu
basah dapat menyebabkan tunas atau daun menjadi busuk (Kartiman, R. 2004).
Kebutuhan lingkungan tumbuh tersebut dapat diatasi dengan pemberian naungan dan
pengabutan dengan sprayer.
Pertumbuhan
anggrek Dendrobium optimal pada ketinggian kurang dari 400 mdpl walaupun pada
ketinggian yang lebih tinggi masih dapat tumbuh dan berbunga (Setiawan, 2005).
Lingkungan tumbuh Dendrobium tersebut merupakan daerah yang cukup panas.
Umumnya Dendrobium hanya disiram pada saat hari cerah, saat mendung, hujan atau
berkabut tidak perlu dilakukan penyiraman. Penyiraman pada saat media anggrek
telah kering merupakan waktu yang tepat (Lingga, P. dan Marsono. 2001)
BAB
III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada :
Ø Hari/Tanggal : Rabu, 3 November 2014
Ø Waktu : Pukul 11.00 s/d 13.00 WIB
Ø Tempat : Laboratorium Kultur Jaringan
Politeknik Negeri Jember
3.2 Alat dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
1. Pinset
Steril
2. Lampu
Bunsen
3. LAF
4. Scapel
5. Disetting
set
6. Petridis
Steril
7. Kapas/
tissu
|
1. Sub
kultur/kalus anggrek
2. Media
kultur steril
3. Alkohol
96%
|
3.3 Cara Kerja
1. Mempersiapkan
alat dan bahan media tanam.
·
Sebelum digunakan, alat dan bahan media
disterilisasikan dulu kedalam LAF dengan sinar UV salama 60 menit
2.
Melakukan penanaman kalus atau sub kultur
·
Cuci kedua tangan dengan air sampai benar-benar bersih
kemudian bersihkan lagi menggunakan alkohol 96%.
·
Gunakan pelindung masker dan baju Lab
·
Mempersiapkan tanaman kalus
·
Matikan UV pada LAF kemudian nyalakan lampu dan fan
pada LAF
·
Sterilisasikan botol dengan menyemprot alkohol 96% di
bagian dinding luar, mulut botol dan tutup botol media tanam yang akan
digunakan diatas api untuk menghindari kontaminasi
·
Sterilisasikan scalpel dengan membakar diatas api
·
Mengambil kalus dan menanam dimedia berikutnya dengan
menggunakan scalpel
·
Rendam kembali scalpel yang telah digunakan kedalam
alkohol 96%
·
Sterilisasikan lubang dan tutup botol media yang sudah
ditanami kalus diatas api
·
Tutup botol dengan rapat dan simpan di rak penyimpanan
tanaman kultur
·
Matikan lilin api spirtus dan bersihakan kembali
permukaaan/lantai LAF menggunakan alkohol 96%.
·
Matikan lampu dan fan
·
Tutup LAF dan nyalakan UV (jika di pakai untuk
praktikum besoknya)
BAB III
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
No
|
Botol Awal
|
Terkontaminasi
|
Sisa Botol
Steril
|
Botol
Steril
|
||
Browming
|
Jamur
|
Bakteri
|
||||
1.
|
2
|
0
|
0
|
0
|
2
|
2
|
2.
|
2
|
0
|
0
|
0
|
2
|
2
|
4.2
Pembahasan
Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan
oleh pemakaian air yang kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh sembarang
air dapat digunakan untuk membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air
ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan, bahan inorganik,
organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk membuat media harus
benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95% komponen
media. Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh
rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka
sebaiknya digunakan air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air
destilata (akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini,
sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai alat
penyulingan air (water destilator) atau setidaknya alat pembuat air bebas ion
(deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata adalah
dengan cara mengubah air menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan uap air
tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi berisi mineral atau
senyawa organik (Yusnita, 2004).
Bahan yang digunakan dalam kultur
jaringan ini adalah tanaman sub kultur atau kalus tanaman anggrek yang diambil
dari hasil eksplan tanaman anggrek yang dikulturkan dengan isi volume media
yang di tetapkan pada saat praktikum adalah satu tanaman.
Dalam kultur kalus anggrek ini
tingkat keberhasilan yang didapat adalah 98%, Kalus yang dikulturkan sebagaian
besar hidup dan tidak ada yang terkontaminasi.
LAF
cabinet merupakan suatu kotak tempat sterilisasi dan penanaman eksplan ( bahan
tanam ). Di dalam laminar, terdapat blower dan lampu ultra
violet. Blower menghembuskan udara halus melalui suatu kotak filter yang
fungsi untuk mencegah kontaminan yang berasal dari udara. Sementara
itu, lampu ultra violet berfungsi untuk mematikan kontaminan yang berada di
permukaan dalam laminar, permukaan dalam laminar dilap dengan kapas atau tissu
yang sebelumnya dicelupkan dalam alkohol 96% dan lampu ultra violetnya
dinyalakan selama 0,5-1jam (Hendaryono,1994 ).
Tidak adanya Kontaminasi disebabkan
oleh sterilisasi yang sempuna baik terhadap alat, bahan dan pelaku kultur itu
sendiri. Sehingga mikroba-mikroba yang ada didalam maupun disekitar kalus tidak
dapat berkembang biak di dalam media. Sterilisasi yang sebaiknya di lakukan
dengan sempurna, karna kemungkinan besar
terjadi pada saat pemindahan tanam kalus dalam botol kultur berikutnya akan
terjadi kontaminasi. Apabila pemindahan kalus terlalu lama, maka mikroba yang
ada disekitar kemungkinan terbawa sehingga peristiwa kontaminasi tidak dapat
dihindarkan, namun jika pemindahan kalus dengan cepat dan hati-hati maka
mikroba-mikroba kemungkinan besar tidak dapat berpindah jadi kontaminasi dapat
terhindar.
Jika terjadi kontaminasi kemungkinan
disebabakan oleh faktor media ataupun bahan tanam yang sterilisasinya kurang
sempurna. Sterilisasi yang kurang sempurna ini mengakibatkan tumbuhnya mikroba
dalam media yang sangat kaya akan nutrisi. Sebagian dari kalus anggrek
terkontaminasi oleh bakteri dan jamur sedangkan sebagian yang lain mengalami
browning. Jadi seterilisasi di dalam penanaman harus di lakukan dengan
sempurna.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari hasil
praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.
Keberhasilan dari kultur jaringan dari tanaman anggrek
ini perlunya perlakuan pada saat penananaman dalam kondisi seteril dan baik
untuk pertumbuhan pada tanaman anggerek tersebut.
2.
Tidak adanya Kontaminasi yang terjadi karena
sterilisasi dari bahan maupun media di lakukan sangan sempurna sehingga
mikrobia-mikrobia tidak dapat bertahan hidup hidup dan berkembang di dalam
botol kultur, pemindahan tanam dari botol sub kultur ke botol sub kultur
berikutnya harus di lakukan dengan cepat agar pada saat pemindahan tidak ada
mikroba yang mengganggu tanaman anggrek dan media tersebut.
3.
Prosentase keberhasilan dari kultur jaringan anggrek
ini adalah 99% karna di dalam penanaman subkultur ini memakai dua botol dan di
setiap botol terisi satu bagian tanaman anggrek.
No comments:
Post a Comment