Sunday, 4 January 2015

Subkulture Anggrek

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Kultur jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan ole White pada thaun 1934. Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus dari wortel (animasi kultur kalus wortel) dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan penting Skoog dan Miller dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa interkasi kuantitatif antara auksin dan sitokinin menentukan tipe
pertumbuhan dan morfogenik yang akan terjadi. Penelitian mereka pada tembakau mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan menginduksi pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi pembentukan tunas. Akan tetapi pola respon ini tidak berlaku universal. Temuan penting lainnya adalah hasil penelitian Morel tentang perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan pada tahun 1960, dan penggunaan yang meluas media kultur dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi, dikembangkan oleh Murashige dan Skoog tahun 1962.

Kultur jaringan, cara ini disebut juga cara non konvensional karena membutuhkan teknologi dan biaya yang tidak sedikit untuk memulai dan melakukannya, juga dibutuhkan pengetahuan yang lebih rumit. Perbanyakan ini menggunakan bagian kecil dari tanaman (dapat berupa daun, akar, ujung batang, atau bunga) yang ditanam dalam kondisi aseptik dan lingkungan yang terkendali (Wattimena et al., 1992)

Perkembangan kultur jaringan anggrek di Indonesia sangat lambat dibandingkan negara-negara lain, bahkan impor bibit anggrek dalam bentuk ‘flask’ sempat membanjiri nursery-nursery anggrek. Keadaan ini disebabkan pengetahuan pembudidaya anggrek yang sangat sedikit mengenai teknik ini. Selain itu kultur jaringan memerlukan investasi yang besar untuk membangun laboratorium yang mungkin hanya cocok untuk perusahaan.

Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman dalam kondisi aseptik sehingga dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi individu baru yang utuh. Teknik kultur jaringan didasari oleh konsep totipotensi sel yang artinya total genetic potential atau setiap sel dari tubuh multisel memiliki potensi memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (George dan Sherrington, 1984).

Media yang digunakan dalam kultur jaringan anggrek tidak jauh berbeda dengan media lainnya. Beberapa media yang digunakan untuk perbanyakan anggrek adalah Knudson 'C' (Knudson, 1946), Wimber (Wimber, 1963) atau Fonnesbech (Fonnesbech, 1972) atau media MS (Murashige and Skoog, 1962). Media yang digunakan umumnya media padat, kecuali Cattleya yang dikulturkan dalam media cair. Media ini dipadatkan dengan Bacto agar (8 - 10 %). Sebagai sumber karbon, sukrose ditambahkan dalam media (20 gr/L), atau kombinasi glukose (10%) dan sukrose (10%). Hormon pertumbuhan ditambahkan dalam media ini dalam konsentrasi rendah. Auksin yang digunakan antara lain IAA, IBA, NAA atau 2,4-D pada konsentrsi 1 mg/L karena diduga auksin dapat merangsang pertumbuhan akar. Sitokinin yang digunakan umumnya adalah Kinetin dan BAP pada konsentrsi 2 ml untuk merangsang pertumbuhan tunas (Mulyaningsih dan Nikmatullah, 2006).

1.2. Manfaat dan Tujuan
1.      Mengetahui penanaman dengan sistem subkultur.
2.      Mengetahui tentang teknik dan cara penanaman.
3.      Mengaplikasikan teori-teori yang dipelajari di bangku kuliah mengenai Dasar-Dasar Kultur Jaringan.
4.      Menambah wawasan tentang penanaman tanaman anggrek dengan sistem subkultur.
5.      Melakukan pembuatan larutan nutrisi MS.
6.      Menghitung larutan nutrisi selama proses pertumbuhan.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anggrek secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam phyllum Spermatophyta atau tumbuhan berbiji, kelas Angiospermae atau berbiji tertutup, subkelas Monocotyledonaeatau bijinya berkeping satu, ordo Gynandrae karena alat reproduksi jantan dan betina bersatu sebagai tugu bunga dan famili Orcidaceae atau keluarga anggrek (Kartiman, R. 2004).

Famili anggrek mempunyai 750 genus berbeda dengan 25 000 spesies dan lebih dari 30 000 kultivar hasil persilangan (Hew dan Yong, 1996). Dendrobium merupakan salah satu genus anggrek terbesar di Asia (Warren dan Tettoni, 1996). Nama Dendrobium berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata dendron artinya pohon dan biein artinya untuk hidup. Secara keseluruhan Dendrobium berarti tanaman yang hidup pada pohon. GenusDendrobium diperkenalkan oleh seorang botanist Swedia, Olaf Swarts pada tahun 1800.Botanist tersebut

mendiskripsikannya dalam sembilan spesies. Dendrobium tumbuh di AsiaTenggara, Himalaya (Nepal dan Sikkim), Birma, propinsi Moulmein, India Barat Daya, Ceylon, Malaysia, Filipina, Indonesia, New Guinea, Australia, Cina dan Jepang (Widiastoety. 1997).
Bentuk daun anggrek bermacam-macam dari sempit memanjang, pensil, bulat, bulat-lonjong, bulat telur, mata lembing/lanset, jantung dan masih banyak lagi variasi lainnya. Seperti umumnya tumbuhan monokotil, daun anggrek memiliki tulang daun yang sejajar dengan helaian daun dan tidak memiliki pertulangan yang bercabang. Tebal daun bervariasi dari tipis hingga tebal berdaging (sukulen). Pada setiap bukunya, daun melekat berselang-seling atau berpasangan dan setiap buku terdapat dua helai daun yang berhadapan (Widiastoety. 1997). Dendrobium mempunyai daun yang tebal (Hew dan Yong, 1996). Bentuk daun pada Dendrobium bigibbum dan Dendrobium phalaenopsis hampir sama, bentuk daunnya besar di bagian pangkal dan mengecil di bagian ujung. Panjang daunnya dapat mencapai 10 cm (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004).

Ciri lain dari tanaman anggrek Dendrobium sp. adalah mempunyai pseudobulbstegak lurus dengan daun dalam dua baris. Pseudobulbs biasanya membesar pada bagian paling dasar dan bagian tengah. Daun pada bagian paling bawah dari pseudobulbs adalah kecil atau tidak ada (Sutiyoso, Y. 2005).
Dendrobium sp. termasuk dalam tipe anggrek epifit yang dapat tumbuh pada pohon maupun batu, dengan beberapa akarnya menggantung di udara . Akar anggrek epifit umumnya lunak dan mudah patah, ujung runcing, berklorofil, licin dan memiliki daya lekat. Rambut-rambut pendek yang melekat pada bagian akar digunakan untuk menyerap air dan hara (Syuhud, P. 2008.).

Menurut Dressler dan Dodson (2000), klasifikasi anggrek Dendrobium adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi                : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Monocotyledoneae
Ordo                : Orchidales
Famili              : Orchidaceae
Subfamili         : Epidendroideae
Suku                : Epidendreae
Subsuku          : Dendrobiinae
Genus              : Dendrobium

Genus Dendrobium mempunyai keragaman yang sangat besar, baik habitat, ukuran, bentuk pseudobulb, daun maupun warna bunganya. Spektrum penyebarannya luas, mulai dari daerah pantai sampai pegunungan. Tersebar di India, Sri Lanka,Cina Selatan, Jepang ke selatan sampai Asia Tenggara hingga kawasan Pasifik, Australia, Selandia Baru, dan Papua Nugini. Tumbuh baik pada ketinggian 0−500 m dpl dengan kelembapan 60−80%. Budi daya anggrek yang paling mudah adalah yang berasal dari tempat asalnya (Lingga, P. dan Marsono. 2001).
Persyaratan tumbuh setiap jenis anggrek berbeda-beda, tetapi semua jenis memerlukan aliran udara yang selalu bergerak. Manfaat aliran udara ini untuk mencegah timbulnya penyakit akibat lingkungan yang terlalu basah, menurunkan suhu udara pada siang hari yang panas, dan membawa unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti CO2, N2, dan air (Setiawan, 2005).

Anggrek Dendrobium merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis yang membutuhkan sinar matahari dan temperatur yang cukup panas, tidak seperti anggrek tertentu yang hanya cocok di daerah dingin seperti Paphiopedillum. Dendrobium membutuhkan cahaya 50-60% dan suhu 28-30oC dengan suhu minimal 15oC (Anggrek.org., 2005). Sedangkan lingkungan yang dikehendaki anggrek ini tidak terlalu basah tetapi membutuhkan kelembaban yang tinggi yaitu 65%-70%. Apabila keadaan media terlalu basah dapat menyebabkan tunas atau daun menjadi busuk (Kartiman, R. 2004). Kebutuhan lingkungan tumbuh tersebut dapat diatasi dengan pemberian naungan dan pengabutan dengan sprayer.
Pertumbuhan anggrek Dendrobium optimal pada ketinggian kurang dari 400 mdpl walaupun pada ketinggian yang lebih tinggi masih dapat tumbuh dan berbunga (Setiawan, 2005). Lingkungan tumbuh Dendrobium tersebut merupakan daerah yang cukup panas. Umumnya Dendrobium hanya disiram pada saat hari cerah, saat mendung, hujan atau berkabut tidak perlu dilakukan penyiraman. Penyiraman pada saat media anggrek telah kering merupakan waktu yang tepat (Lingga, P. dan Marsono. 2001)




BAB III
METODOLOGI

3.1  Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada :
Ø  Hari/Tanggal        : Rabu, 3 November 2014
Ø  Waktu                  : Pukul 11.00 s/d 13.00 WIB
Ø  Tempat                 : Laboratorium Kultur Jaringan Politeknik Negeri Jember

3.2  Alat dan Bahan
Alat
Bahan
1.      Pinset Steril
2.      Lampu Bunsen
3.      LAF
4.      Scapel
5.      Disetting set
6.      Petridis Steril
7.      Kapas/ tissu
1.      Sub kultur/kalus anggrek
2.      Media kultur steril
3.      Alkohol 96%

3.3  Cara Kerja
1.      Mempersiapkan alat dan bahan media tanam.
·           Sebelum digunakan, alat dan bahan media disterilisasikan dulu kedalam LAF dengan sinar UV salama 60 menit
2.      Melakukan penanaman kalus atau sub kultur
·         Cuci kedua tangan dengan air sampai benar-benar bersih kemudian bersihkan lagi menggunakan alkohol 96%.
·         Gunakan pelindung masker dan baju Lab
·         Mempersiapkan tanaman kalus
·         Matikan UV pada LAF kemudian nyalakan lampu dan fan pada LAF
·         Sterilisasikan botol dengan menyemprot alkohol 96% di bagian dinding luar, mulut botol dan tutup botol media tanam yang akan digunakan diatas api untuk menghindari kontaminasi
·         Sterilisasikan scalpel dengan membakar diatas api
·         Mengambil kalus dan menanam dimedia berikutnya dengan menggunakan scalpel
·         Rendam kembali scalpel yang telah digunakan kedalam alkohol 96%
·         Sterilisasikan lubang dan tutup botol media yang sudah ditanami kalus diatas api
·         Tutup botol dengan rapat dan simpan di rak penyimpanan tanaman kultur
·         Matikan lilin api spirtus dan bersihakan kembali permukaaan/lantai LAF menggunakan alkohol 96%.
·         Matikan lampu dan fan
·         Tutup LAF dan nyalakan UV (jika di pakai untuk praktikum besoknya)




BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil Pengamatan
No
Botol Awal
Terkontaminasi
Sisa Botol Steril
Botol Steril
Browming
Jamur
Bakteri
1.
2
0
0
0
2
2
2.
2
0
0
0
2
2

4.2 Pembahasan
Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang kurang murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95% komponen media. Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata (akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau setidaknya alat pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata adalah dengan cara mengubah air menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004).

Bahan yang digunakan dalam kultur jaringan ini adalah tanaman sub kultur atau kalus tanaman anggrek yang diambil dari hasil eksplan tanaman anggrek yang dikulturkan dengan isi volume media yang di tetapkan pada saat praktikum adalah satu tanaman.

Dalam kultur kalus anggrek ini tingkat keberhasilan yang didapat adalah 98%, Kalus yang dikulturkan sebagaian besar hidup dan tidak ada yang terkontaminasi.

LAF cabinet merupakan suatu kotak tempat sterilisasi dan penanaman eksplan ( bahan tanam ). Di dalam laminar, terdapat blower  dan lampu ultra violet. Blower menghembuskan udara halus melalui suatu kotak filter yang fungsi  untuk mencegah kontaminan yang berasal dari udara. Sementara itu, lampu ultra violet berfungsi untuk mematikan kontaminan yang berada di permukaan dalam laminar, permukaan dalam laminar dilap dengan kapas atau tissu yang sebelumnya dicelupkan dalam alkohol 96% dan lampu ultra violetnya dinyalakan selama 0,5-1jam (Hendaryono,1994 ).

Tidak adanya Kontaminasi disebabkan oleh sterilisasi yang sempuna baik terhadap alat, bahan dan pelaku kultur itu sendiri. Sehingga mikroba-mikroba yang ada didalam maupun disekitar kalus tidak dapat berkembang biak di dalam media. Sterilisasi yang sebaiknya di lakukan dengan  sempurna, karna kemungkinan besar terjadi pada saat pemindahan tanam kalus dalam botol kultur berikutnya akan terjadi kontaminasi. Apabila pemindahan kalus terlalu lama, maka mikroba yang ada disekitar kemungkinan terbawa sehingga peristiwa kontaminasi tidak dapat dihindarkan, namun jika pemindahan kalus dengan cepat dan hati-hati maka mikroba-mikroba kemungkinan besar tidak dapat berpindah jadi kontaminasi dapat terhindar.

Jika terjadi kontaminasi kemungkinan disebabakan oleh faktor media ataupun bahan tanam yang sterilisasinya kurang sempurna. Sterilisasi yang kurang sempurna ini mengakibatkan tumbuhnya mikroba dalam media yang sangat kaya akan nutrisi. Sebagian dari kalus anggrek terkontaminasi oleh bakteri dan jamur sedangkan sebagian yang lain mengalami browning. Jadi seterilisasi di dalam penanaman harus di lakukan dengan sempurna.






BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.      Keberhasilan dari kultur jaringan dari tanaman anggrek ini perlunya perlakuan pada saat penananaman dalam kondisi seteril dan baik untuk pertumbuhan pada tanaman anggerek tersebut.
2.      Tidak adanya Kontaminasi yang terjadi karena sterilisasi dari bahan maupun media di lakukan sangan sempurna sehingga mikrobia-mikrobia tidak dapat bertahan hidup hidup dan berkembang di dalam botol kultur, pemindahan tanam dari botol sub kultur ke botol sub kultur berikutnya harus di lakukan dengan cepat agar pada saat pemindahan tidak ada mikroba yang mengganggu tanaman anggrek dan media tersebut.

3.      Prosentase keberhasilan dari kultur jaringan anggrek ini adalah 99% karna di dalam penanaman subkultur ini memakai dua botol dan di setiap botol terisi satu bagian tanaman anggrek. 

No comments:

Post a Comment