BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan relatif stabil. Tanaman ini memiliki
pasar tersendiri di dalam maupun luar negeri, kebanyakan yang memiliki tanaman
anggrek adalah masyarakat menengah ke atas, atau pada kalangan hobiis anggrek.
Tanaman ini memiliki bunga yang bervariasi dan daya tahan bunga yang relatif
lama jika dibandingkan dengan tanaman bunga lain.
Penyerbukan dan
pembuahan dapat berhasil namun setelah persilangan buatan seringkali dijumpai
permasalahan antara lain buah yang terbentuk gugur saat embrio belum matang,
terbentuk buah dengan endosperm yang kecil atau terbentuk buah dengan embrio
yang kecil dan lemah. Kondisi tersebut dapat menghambat program pemuliaan
tanaman karena embrio muda, embrio dengan endosperm kecil atau embrio kecil dan
lemah seringkali tidak dapat berkecambah secara normal dalam kondisi biasa.
Untuk mengatasi
hal tersebut di atas maka embrio tersebut dapat diselamatkan dan ditanam secara
aseptis dalam media buatan sehingga dapat berkecambah dan menghasilkan tanaman
utuh. Teknik untuk menanam embrio muda ini dikenal dengan sebutan penyelamatan
embrio (embryo rescue). Selain teknik penyelamatan embrio ini dikenal juga
teknik kultur embrio (embryo culture), yaitu penanaman embrio dewasa pada media
buatan secara aseptis. Embrio culture adalah salah satu teknik kultur jaringan
yang pertama kali berhasil. Aplikasi kultur embrio ini antara lain perbanyakan
tanaman, pematahan dormansi untuk mempercepat program pemuliaan serta
perbanyakan tanaman yang sulit berkecambah secara alami.
Salah satu kelebihan kultur jaringan yang utama adalah
dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah yang secara teori tidak terbatas,
sehingga teknik ini sangat potensial untuk dikembangkan dan dipelajari lebih
lanjut karena selain kelebihan tersebut, teknik ini juga bisa menghasilkan
tanaman yang terbebas dari hama dan penyakit. Sedangkan kelemahan utama dari
teknik kultur jaringan adalah biayanya yang relatif besar, sehingga masih sulit
bersaing dengan teknik pembudidayaan tanaman secara konvensional. Pada
praktikum ini dilakukan perbanyakan anggrek secara in vitro, atau lebih
jelasnya tahapan yang dilakukan adalah melakukan subkultur anggrek.
1.2 Manfaat dan Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor – faktor
yang mempengaruhi kesuksesan didalam kultur embrio adalah : Genotipe (contohnya
pada suatu species embrio mudah diisolasi dan tumbuh sementara tanaman lain
susah), tahap embrio diisolasi, tergantung tumbuh tanaman inang (sebaiknya ditumbuhkan
dirumah kaca atau kondisi terkontrol, embrio harus cukup besar dan berkualitas
tinggi), kondisi media (hara makro dan mikro, ph 5 – 6), sukrosa sebagai sumber
energi, zat pengatur tumbuh yang digunakan GA (Giberelin) untuk memecahkan
dormansi, vitamin dan senyawa organik dan lingkungan (cahaya, oksigen, suhu
kadang untuk perlakuan dingin atau vernilisasi) untuk memecahkan dormansi
(Nigel and Fowler, 2007).
Kultur anther
menjadi salah satu teknik kultur jaringan yang sangat menjanjikan untuk pemuliaan
tanaman dan telah diaplikasikan secara meluas pada tanaman serealia dan
beberapa tanaman lain (Dunwell, 1996; Sopory dan Munshi, 1996). Untuk pemuliaan
anthurium sendiri, baik kultur anther maupun mikrospora belum pernah
dikembangkan, sehingga penelitian ini memiliki arti penting di masa datang
untuk pengembangan tanaman anthurium. Hasil pengembangan anthurium ini nantinya
dapat meningkatkan keberhasilan pemuliaan tanaman maupun perbenihannya.
Tanaman haploid
dapat dikembangkan dengan menggunakan teknik kultur in vitro anther dan pollen.
Anther diperoleh dari tunas bunga dan dapat dikulturkan pada medium padat atau
cair sehingga terjadi embriogenesis. Selain itu pollen juga dapat diambil
secara aseptik dan dikulturkan pada medium cair. Proses perbanyakan tanaman
haploid dengan menggunakan gametofit jantan semacam ini disebut sebagai
androgenesis. Ada dua macam androgenesis yaitu androgenesis langsung dan tidak
langsung. Androgenesis langsung adalah proses pembentukan plantlet haploid
dengan menggunakan kultur anther, sedangkan pada androgenesis tidak langsung
adalah plantlet terbentuk melalui pembentukan kalus yang kemudian mengalami
regenerasi menjadi plantlet (Yuwono, 2008).
Kultur adalah
inisiasi umum dari tumbuh-tumbuhan yang memiliki bagian-bagian yang dapat
ditumbuhkan pada media kultur dan dapat disterilkan, sementara eksplan adalah
ketika dikulturkan pada medium yang sesuai, biasanya media terdiri dari
bahan-bahan auxin dan sitokinin, yang dapat memberikan suatu nutrisi bagi
tanaman agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi suatu individu baru (Bennet
dan O’Neill, 1989).
Biotekologi
tanaman membuat suatu program yang dapat menghebohkan publik. Dalam beberapa
tahun terkahir bioteknologi tanaman berkembang pesat sehingga mampu
meningkatkan hasil-hasil produksi baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan
(Slater at al, 2003).
Kultur embrio
berguna dalam menolong embrio hasil persilangan seksual antara spesies atau
genera yang berkerabat jauh yang sering kali gagal karena embrio hibridanya
mengalami keguguran. Kultur embrio telah digunakan untuk menghasilkan hibrida
untuk beberapa spesies tanaman. Media kultur embrio mencakup garam-garam
anorganik, sukrosa, vitamin, asam amino, hormon, dan substansi yang secara
nutrisi tidak terjelaskan seperti santan kelapa. Embrio yang lebih muda
membutuhkan media yang lebih kompleks dibandingkan dengan embrio yang lebih
tua. Perpindahan embrio dari lingkungan normal dalam biji akan mengatasi
hambatan yang ditimbulkan oleh kulit biji yang sulit ditembus (Nasir, 2002).
Kultur embrio
belum matang yang diambil dari biji memiliki 2 macam aplikasi. Dalam beberapa
hal, incompatibilitas antar spesies atau kultivar yang timbul setelah
pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embryo seperti ini dapat
diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio yang belum matang dan
menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai. Aplikasi lain kultur embrio
adalah untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat
serangan hama dan penyakit (http://www.fp.unud.ac.id, 2010).
BAB III
METODELOGI
3.1 Waktu dan tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada :
Ø Hari/Tanggal : Rabu, 12 November 2014
Ø Waktu : Pukul 11.00 s/d 13.00 WIB
Ø Tempat : Laboratorium Kultur Jaringan
Politeknik Negeri Jember
3.2 Alat dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
1. Pinset
Steril
2. Lampu
Bunsen
3. LAF
4. Scapel
5. Disetting
set
6. Petridis
Steril
7. Kapas
8. Tissu
9. Plastik
penutup botol
|
1. Embrio
(Biji Anggrek)
2. Media
kultur steril
3. Alkohol
96%
|
3.3
Perosedur
pelaksanaan
a. Mempersiapkan alat dan
bahan media tanam.
· Sebelum digunakan, alat
dan bahan media disterilisasikan dulu kedalam LAF dengan sinar UV salama 60
menit untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
b.
Melakukan penanaman embrio (Biji Anggrek).
·
Sebelrum melakukan penanaman, cuci kedua tangan dengan
air sampai benar-benar bersih kemudian bersihkan lagi menggunakan alkohol.
·
Gunakan pelindung masker.
·
Mempersiapkan tanaman (Biji Anggrek).
·
Matikan UV pada LAF kemudian nyalakan lampu dan fan
pada LAF.
·
Bersikan bagian-bagian dinding pada LAF menggunakan
alkohol.
·
Sterilisasikan mulut botol dan tutup botol media tanam
yang akan digunakan diatas api untuk menghindari kontaminasi, dan botol harus
tetap berada didekat api.
·
Sterilisasikan pinset dengan membakar diatas api.
·
Mengambil kalus dan menanam dimedia berikutnya dengan
menggunakan pinset.
·
Rendam kembali pinset yang telah digunakan kedalam
alkohol.
·
Sterilisasikan lubang dan tutup botol media yang sudah
ditanami kalus diatas api.
·
Tutup botol dengan rapat dan simpan di rak penyimpanan
tanaman kultur.
·
Matikan lilin api spirtus dan bersihakan kembali
permukaaan/dinding LAF menggunakan alkohol.
·
Matikan lampu dan fan.
·
Tutup LAF dan nyalakan UV.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pengamatan
subkultur Individu
Pengamatan Ke -
|
Media
|
Botol Awal
|
Kontaminasi
|
Sisa
Botol
|
|
Jamur
|
Bakteri
|
||||
(19-11-2014)
|
MS 0
|
3
|
0
|
0
|
3
|
(26-11-2014)
|
MS 0
|
3
|
0
|
0
|
3
|
(03-12-2014)
|
MS 0
|
3
|
0
|
0
|
3
|
Pengamatan
subkultur Golongan
Pengamatan Ke -
|
Media
|
Botol Awal
|
Kontaminasi
|
Sisa Botol
|
|
Jamur
|
Bakteri
|
||||
(19-11-2014)
|
MS 0
|
75
|
37
|
0
|
38
|
(26-11-2014)
|
MS 0
|
38
|
6
|
0
|
32
|
(03-12-2014)
|
MS 0
|
32
|
10
|
0
|
22
|
4.2 Pembahasan
Dari hasil percobaan dapat diketahui
bahwa eksplan yang tumbuh pada botol kultur pertama dan kedua terkontaminasi.
Kontaminasi bukan berasal dari embrio dikarenakan biji yang disterilkan tidak
terkontaminasi dan bebas serangan bakteri dan jamur. Pelaksanaan penanaman
telah teliti, eksplan tidak terkontaminasi dan serangga atau hewan kecil tidak
masuk kedalam botol kultur. Hal ini dikarenakan embrio telah disterilkan dengan
menggunakan alkohol 96 % dengan baik. Hal ini disesuaikan dengan literatur yang
tersesdia yang menyatakan bahwa perbanyakan in vitro memberi alternatif
lingkungan terproteksi, nutrisi yang cukup dan bebas serangan bakteri atau
jamur. Mensterilisasikannya dengan merendamkan pada alkohol 96 %.
Dari hasil percobaan diketahui
kontaminan berasal dari medium. Hal ini dikarenakan medium yang dipakai dalam
pembuatannya tidak disterilisasi dengan sempurna. Kontaminan yang terdapat pada
dimedium botol kultur pertama ini adalah jamur, sebab terdapat hifa-hifa halus
diatas medium dan penyebarannya berasal dari pinggiran medium hingga ke seluruh
bagian permukaan medium. Sedangkan kontaminan yang terdapat pada medium botol
kultur kedua ini disebabkan oleh bakteri. Hal ini dikarenakan pada medium
tersebut terlihat berwarna bening kecoklatan dan tidak terdapat miselium.
Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman,
kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan
diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta
harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan
tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau
greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta
bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro. Lingkungan
tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas
eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan,
pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan
insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan
bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk
sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter
cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan
dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur
tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk
merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan
pada tahap inisiasi kultur (Yusnita, 2003).
Pembuatan kultur dari eksplan yang bebas
mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). Ditambahkan
pula menurut Yusnita, 2004, bahwa pada tahap ini mengusahakan kultur yang
aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan
aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap
ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi
pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian
tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur
tahap selanjutnya (Wetherell, 1976). Untuk mendapakan kultur yang bebas dari
kontaminasi, eksplan harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk
menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan.
beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan permukaan eksplan
adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2.
Menggandakan propagul atau bahan tanaman yang
diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan
tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya
(Yusnita, 2004). Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara
merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau
merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara
langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam
kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin,
dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976).
Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari
golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk
dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke
lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya
terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell,
1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke
media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung
sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan
secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih
ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut
dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus
atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan.
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam kultur jaringan antar lain :
a. Kondisi bahan
tanam, jenis dan fisiologi eksplan
b. Media,
berkaitan dengan ketersediaan nutrisi, sterilitas media
c. Teknik
perbanyakan, misal teknik yang digunakan
d. Kondisi
lingkungan kerja, meliputi terilisali bahan dan alat
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari percobaan
yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pada percobaan kultur embrio
eksplan yang terdapat pada botol kultur Tidak Terkontaminasi. Kontaminasi yang biasanya
berasal dari medium dan disebabkan oleh jamur dan bakteri. yang disebabkan oleh
alat yang tidak steril. Namun dalam hal ini praktikum yang di lakukan dengan
setrel sehingga tidak ada media ataupun embrio yang terkontaminasi.
Penanaman eksplan dilakukan di LAF (Laminar Air
Flow). Penggunaan alat sebelumnya sudah dalam keadaan steril. Penanaman
dilakukan dengan cara mencelupkan scalpel dan pinset ke dalam alcohol 96% lalu dibakar
pada nyala api Bunsen. Setelah itu alat baru bisa digunakan untuk menanam.
5.2. Saran
Didalam
penyeterilan embrio sebaiknya di lakukan dengan berulang kali agar jamur dan
bakteri tidak menempel dan pemotongan buah harus hari-hati agar tidak merusak
bagian yang berada di dalam buah anggrek tersebut. Namun di dalam penanaman
kurangi berbicara.
good
ReplyDelete