Sunday 4 January 2015

Inokulasi Anggrek

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan relatif stabil. Tanaman ini memiliki pasar tersendiri di dalam maupun luar negeri, kebanyakan yang memiliki tanaman anggrek adalah masyarakat menengah ke atas, atau pada kalangan hobiis anggrek. Tanaman ini memiliki bunga yang bervariasi dan daya tahan bunga yang relatif lama jika dibandingkan dengan tanaman bunga lain. 


Penyerbukan dan pembuahan dapat berhasil namun setelah persilangan buatan seringkali dijumpai permasalahan antara lain buah yang terbentuk gugur saat embrio belum matang, terbentuk buah dengan endosperm yang kecil atau terbentuk buah dengan embrio yang kecil dan lemah. Kondisi tersebut dapat menghambat program pemuliaan tanaman karena embrio muda, embrio dengan endosperm kecil atau embrio kecil dan lemah seringkali tidak dapat berkecambah secara normal dalam kondisi biasa.

Untuk mengatasi hal tersebut di atas maka embrio tersebut dapat diselamatkan dan ditanam secara aseptis dalam media buatan sehingga dapat berkecambah dan menghasilkan tanaman utuh. Teknik untuk menanam embrio muda ini dikenal dengan sebutan penyelamatan embrio (embryo rescue). Selain teknik penyelamatan embrio ini dikenal juga teknik kultur embrio (embryo culture), yaitu penanaman embrio dewasa pada media buatan secara aseptis. Embrio culture adalah salah satu teknik kultur jaringan yang pertama kali berhasil. Aplikasi kultur embrio ini antara lain perbanyakan tanaman, pematahan dormansi untuk mempercepat program pemuliaan serta perbanyakan tanaman yang sulit berkecambah secara alami.

Salah satu kelebihan kultur jaringan yang utama adalah dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah yang secara teori tidak terbatas, sehingga teknik ini sangat potensial untuk dikembangkan dan dipelajari lebih lanjut karena selain kelebihan tersebut, teknik ini juga bisa menghasilkan tanaman yang terbebas dari hama dan penyakit. Sedangkan kelemahan utama dari teknik kultur jaringan adalah biayanya yang relatif besar, sehingga masih sulit bersaing dengan teknik pembudidayaan tanaman secara konvensional. Pada praktikum ini dilakukan perbanyakan anggrek secara in vitro, atau lebih jelasnya tahapan yang dilakukan adalah melakukan subkultur anggrek.


1.2  Manfaat dan Tujuan





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Faktor – faktor yang mempengaruhi kesuksesan didalam kultur embrio adalah : Genotipe (contohnya pada suatu species embrio mudah diisolasi dan tumbuh sementara tanaman lain susah), tahap embrio diisolasi, tergantung tumbuh tanaman inang (sebaiknya ditumbuhkan dirumah kaca atau kondisi terkontrol, embrio harus cukup besar dan berkualitas tinggi), kondisi media (hara makro dan mikro, ph 5 – 6), sukrosa sebagai sumber energi, zat pengatur tumbuh yang digunakan GA (Giberelin) untuk memecahkan dormansi, vitamin dan senyawa organik dan lingkungan (cahaya, oksigen, suhu kadang untuk perlakuan dingin atau vernilisasi) untuk memecahkan dormansi (Nigel and Fowler, 2007).

Kultur anther menjadi salah satu teknik kultur jaringan yang sangat menjanjikan untuk pemuliaan tanaman dan telah diaplikasikan secara meluas pada tanaman serealia dan beberapa tanaman lain (Dunwell, 1996; Sopory dan Munshi, 1996). Untuk pemuliaan anthurium sendiri, baik kultur anther maupun mikrospora belum pernah dikembangkan, sehingga penelitian ini memiliki arti penting di masa datang untuk pengembangan tanaman anthurium. Hasil pengembangan anthurium ini nantinya dapat meningkatkan keberhasilan pemuliaan tanaman maupun perbenihannya.

Tanaman haploid dapat dikembangkan dengan menggunakan teknik kultur in vitro anther dan pollen. Anther diperoleh dari tunas bunga dan dapat dikulturkan pada medium padat atau cair sehingga terjadi embriogenesis. Selain itu pollen juga dapat diambil secara aseptik dan dikulturkan pada medium cair. Proses perbanyakan tanaman haploid dengan menggunakan gametofit jantan semacam ini disebut sebagai androgenesis. Ada dua macam androgenesis yaitu androgenesis langsung dan tidak langsung. Androgenesis langsung adalah proses pembentukan plantlet haploid dengan menggunakan kultur anther, sedangkan pada androgenesis tidak langsung adalah plantlet terbentuk melalui pembentukan kalus yang kemudian mengalami regenerasi menjadi plantlet (Yuwono, 2008).

Kultur adalah inisiasi umum dari tumbuh-tumbuhan yang memiliki bagian-bagian yang dapat ditumbuhkan pada media kultur dan dapat disterilkan, sementara eksplan adalah ketika dikulturkan pada medium yang sesuai, biasanya media terdiri dari bahan-bahan auxin dan sitokinin, yang dapat memberikan suatu nutrisi bagi tanaman agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi suatu individu baru (Bennet dan O’Neill, 1989).

Biotekologi tanaman membuat suatu program yang dapat menghebohkan publik. Dalam beberapa tahun terkahir bioteknologi tanaman berkembang pesat sehingga mampu meningkatkan hasil-hasil produksi baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan (Slater at al, 2003).

Kultur embrio berguna dalam menolong embrio hasil persilangan seksual antara spesies atau genera yang berkerabat jauh yang sering kali gagal karena embrio hibridanya mengalami keguguran. Kultur embrio telah digunakan untuk menghasilkan hibrida untuk beberapa spesies tanaman. Media kultur embrio mencakup garam-garam anorganik, sukrosa, vitamin, asam amino, hormon, dan substansi yang secara nutrisi tidak terjelaskan seperti santan kelapa. Embrio yang lebih muda membutuhkan media yang lebih kompleks dibandingkan dengan embrio yang lebih tua. Perpindahan embrio dari lingkungan normal dalam biji akan mengatasi hambatan yang ditimbulkan oleh kulit biji yang sulit ditembus (Nasir, 2002).

Kultur embrio belum matang yang diambil dari biji memiliki 2 macam aplikasi. Dalam beberapa hal, incompatibilitas antar spesies atau kultivar yang timbul setelah pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embryo seperti ini dapat diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio yang belum matang dan menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai. Aplikasi lain kultur embrio adalah untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat serangan hama dan penyakit (http://www.fp.unud.ac.id, 2010).





BAB III
METODELOGI

3.1  Waktu dan tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada :
Ø  Hari/Tanggal        : Rabu, 12 November 2014
Ø  Waktu                  : Pukul 11.00 s/d 13.00 WIB
Ø  Tempat                 : Laboratorium Kultur Jaringan Politeknik Negeri Jember

3.2  Alat dan Bahan
Alat
Bahan
1.      Pinset Steril
2.      Lampu Bunsen
3.      LAF
4.      Scapel
5.      Disetting set
6.      Petridis Steril
7.      Kapas
8.      Tissu
9.      Plastik penutup botol
1.      Embrio (Biji Anggrek)
2.      Media kultur steril
3.      Alkohol 96%

3.3    Perosedur pelaksanaan
a.       Mempersiapkan alat dan bahan media tanam.
·      Sebelum digunakan, alat dan bahan media disterilisasikan dulu kedalam LAF dengan sinar UV salama 60 menit untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
b.      Melakukan penanaman embrio (Biji Anggrek).
·         Sebelrum melakukan penanaman, cuci kedua tangan dengan air sampai benar-benar bersih kemudian bersihkan lagi menggunakan alkohol.
·         Gunakan pelindung masker.
·         Mempersiapkan tanaman (Biji Anggrek).
·         Matikan UV pada LAF kemudian nyalakan lampu dan fan pada LAF.
·         Bersikan bagian-bagian dinding pada LAF menggunakan alkohol.
·         Sterilisasikan mulut botol dan tutup botol media tanam yang akan digunakan diatas api untuk menghindari kontaminasi, dan botol harus tetap berada didekat api.
·         Sterilisasikan pinset dengan membakar diatas api.
·         Mengambil kalus dan menanam dimedia berikutnya dengan menggunakan pinset.
·         Rendam kembali pinset yang telah digunakan kedalam alkohol.
·         Sterilisasikan lubang dan tutup botol media yang sudah ditanami kalus diatas api.
·         Tutup botol dengan rapat dan simpan di rak penyimpanan tanaman kultur.
·         Matikan lilin api spirtus dan bersihakan kembali permukaaan/dinding LAF menggunakan alkohol.
·         Matikan lampu dan fan.
·         Tutup LAF dan nyalakan UV.





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Pengamatan subkultur Individu
Pengamatan Ke -
Media
Botol Awal
Kontaminasi
Sisa Botol
Jamur
Bakteri
(19-11-2014)
MS 0
3
0
0
3
(26-11-2014)
MS 0
3
0
0
3
(03-12-2014)
MS 0
3
0
0
3

Pengamatan subkultur Golongan
Pengamatan Ke -
Media
Botol Awal
Kontaminasi
Sisa Botol
Jamur
Bakteri
(19-11-2014)
MS 0
75
37
0
38
(26-11-2014)
MS 0
38
6
0
32
(03-12-2014)
MS 0
32
10
0
22

4.2 Pembahasan
Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa eksplan yang tumbuh pada botol kultur pertama dan kedua terkontaminasi. Kontaminasi bukan berasal dari embrio dikarenakan biji yang disterilkan tidak terkontaminasi dan bebas serangan bakteri dan jamur. Pelaksanaan penanaman telah teliti, eksplan tidak terkontaminasi dan serangga atau hewan kecil tidak masuk kedalam botol kultur. Hal ini dikarenakan embrio telah disterilkan dengan menggunakan alkohol 96 % dengan baik. Hal ini disesuaikan dengan literatur yang tersesdia  yang menyatakan bahwa perbanyakan in vitro memberi alternatif lingkungan terproteksi, nutrisi yang cukup dan bebas serangan bakteri atau jamur. Mensterilisasikannya dengan merendamkan pada alkohol 96 %.

Dari hasil percobaan diketahui kontaminan berasal dari medium. Hal ini dikarenakan medium yang dipakai dalam pembuatannya tidak disterilisasi dengan sempurna. Kontaminan yang terdapat pada dimedium botol kultur pertama ini adalah jamur, sebab terdapat hifa-hifa halus diatas medium dan penyebarannya berasal dari pinggiran medium hingga ke seluruh bagian permukaan medium. Sedangkan kontaminan yang terdapat pada medium botol kultur kedua ini disebabkan oleh bakteri. Hal ini dikarenakan pada medium tersebut terlihat berwarna bening kecoklatan dan tidak terdapat miselium.

Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro. Lingkungan tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur (Yusnita, 2003).

Pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). Ditambahkan pula menurut Yusnita, 2004, bahwa pada tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976). Untuk mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, eksplan harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan. beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2.

Menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya (Yusnita, 2004). Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).

membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam kultur jaringan antar lain :
a. Kondisi bahan tanam, jenis dan fisiologi eksplan
b. Media, berkaitan dengan ketersediaan nutrisi, sterilitas media
c. Teknik perbanyakan, misal teknik yang digunakan
d. Kondisi lingkungan kerja, meliputi terilisali bahan dan alat




BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pada percobaan kultur embrio eksplan yang terdapat pada botol kultur Tidak Terkontaminasi. Kontaminasi yang biasanya berasal dari medium dan disebabkan oleh jamur dan bakteri. yang disebabkan oleh alat yang tidak steril. Namun dalam hal ini praktikum yang di lakukan dengan setrel sehingga tidak ada media ataupun embrio yang terkontaminasi.

Penanaman eksplan dilakukan di LAF (Laminar Air Flow). Penggunaan alat sebelumnya sudah dalam keadaan steril. Penanaman dilakukan dengan cara mencelupkan scalpel dan pinset ke dalam alcohol 96% lalu dibakar pada nyala api Bunsen. Setelah itu alat baru bisa digunakan untuk menanam.

5.2. Saran

Didalam penyeterilan embrio sebaiknya di lakukan dengan berulang kali agar jamur dan bakteri tidak menempel dan pemotongan buah harus hari-hati agar tidak merusak bagian yang berada di dalam buah anggrek tersebut. Namun di dalam penanaman kurangi berbicara.

1 comment: