BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengertian
Shalat Shalat secara bahasa berarti
berdo’a. dengan kata lain, shalat
secara bahasa mempunyai arti mengagungkan. Sedangkan pengertian shalat menurut
syara’ adalah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai
dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Ucapan di sini adalah
bacaan-bacaan al-Qur’an, takbir, tasbih, dan do’a. Sedang yang dimaksud dengan
perbuatan adalah gerakan-gerakan dalam shalat misalnya berdiri, ruku’,
sujud, duduk, dan gerakan-gerakan lain yang dilakukan dalam shalat.
Berdasarkan
berbagai keterangan dalam Kitab
Suci dan Hadits Nabi,
dapatlah dikatakan
bahwa shalat adalah
kewajiban peribadatan
(formal) yang paling
penting dalam sistem keagamaan Islam.
Kitab Suci banyak memuat perintah agar kita menegakkan shalat
(iqamat al-shalah, yakni
menjalankannya dengan penuh kesungguhan), dan menggambarkan bahwa
kebahagiaan kaum beriman adalah
pertama-tama karena shalatnya
yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan. [1]).
Sebuah hadits Nabi saw. menegaskan, "Yang
pertama kali akan
diperhitungkan tentang
seorang hamba pada
hari Kiamat ialah shalat: jika baik,
maka baik pulalah seluruh amalnya; dan jika rusak, maka rusak
pulalah seluruh amalnya." [2]
Dan sabda beliau lagi, "Pangkal segala perkara ialah al-Islam (sikap
pasrah kepada Allah), tiang
penyangganya shalat, dan puncak tertingginya ialah perjuangan di
jalan Allah." [3]
Sedangkan
menurut Hasbi ash-Shiddieqy shalat yaitu beberapa ucapan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya kita beribadah
kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.
Isra mi’raj
merupakan mukjizat terbesar yang diterima Nabi Muhammad, sejarah turunnya
shalat ini diriwayatkan dalam hadist-hadist. Malaikat Jibril mendampingi Nabi
Muhammad SAW sampai langit keenam, sebelum memasuki tiap langit kerajaan Allah
SWT , Jibril selalu meminta ijin dahulu untuk Nabi Muhammad SAW hingga
akhiranya sampai kelangit ketujuh Disebutkan oleh Bukhari : “takkala
memasukinya, aku berjumpa dengan Musa. Jibril berkata, ‘ini Musa. Ucapkan salam
kepadanya. ‘Aku segera mengucapkan salam, dan ia menjawabnya. Kemudian Musa
berkata, Selamat datang saudara dan nabi yang shaleh. ‘ketika aku melewatinya ,
Musa menangis. Aku bertanya, ‘Apa yang membuatmu menangis?’ musa menjawab, ‘Aku
menangis karena umatku yang masuk surga lebih sedikit daripada umat nabi yang
diutus sesudahku.”
·
Shalat 50 kali
Di langit ketujuh, rasulullah bertemu Ibrahim as. Kemudian
beliau bersama Jibril naik ke Sidratulmuntaha dan shalt 50 kali sehari
diwajibkan.
·
Shalat 40 kali
Setelah turun dari Sidratulmuntaha, keduanya bertemu dan
Nabi Musa as dan berbincang. Dalam perbincangan tersebut Nabi Musa menganjurkan
Rasulullah untuk kembali dan meminta keringanan untuk umatnya pada Allah SWT.
“aku pun kembali ke Sidratulmuntaha. Ternyata Allah berkenan mengurangi sepuluh
waktu Shalat. Kemudian aku kembali kepada Nabi Musa. Ia masih berkomentar sama,
bahwa Shalat 40 kali masih terlalu berat bagi umat Islam.”
·
Shalat 30 kali
Atas anjuran Nabi Musa, rasulllah kembali ke Sidratulmuntaha
dan kembali meminta keringana. Dan mendapat keringanan sepuluh shalat lagi
menjadi 30 kali dalam sehari.
·
Shalat 5 kali
Setelah beberapa kali meminta keringanan pada Allah hingga
Shalat yang diwajibkan umat Islam hanya tersisa lima waktu dalam sehari. Namun
demikian, Musa tetap merasa terlalu banyak dan menganjurkan kembali menghadap
Allah SWT untuk meminta keringanan skali lagi. Namun Nabi Muhammad menjawab,
“sudah terlalu banyak aku memohon kepada-Nya sampai aku merasa malu. Kali ini,
aku menerima dan rela.”
Dan
Rasulullah meneruskan ceritanya, “setelah aku melewati Musa, aku mendengar
suara menggem, ‘Aku rela atas tuntutan-Ku, dan Aku ringankan untuk
hamba-hamba-ku.’Rasulullah menyadari tiada satupun dilangit dan dibumi yang
tidak diketahui-Nya. Akhirnya shalat yang diwajibkan pada umat Islam sebanyak
lima waktu dalam sehari.
1.2.
Tujuan dan manfaat
- Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.
Agar mahasiswa mengerti akan tata cara sholat yang di
kerjakan selama ini dan lebih mendalami apa itu sholat.
2.
Mampu mengembangkan dan memperdalam tentang sholat
- Manfaat
Adapun manfaat yang di dapat dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mahasiswa dapat mengerti tentang hadist dan dapat
mengembangkan dalam kehidupan sehari-hari tentang tata cara dan rukun sholat
yang wajib di kerjakan oleh umat islam khususnya.
3.1. Rumusan
Masalah
Sebagaimana
kita ketahui bahwa shalat adalah ibadah yang terkandung didalamnya berbagai
macam bacaan/ucapan maupun perbuatan. Ucapan maupun perbuatan dalam shalat
dapat digolongkan menjadi tiga: rukun, wajib, dan sunnah.
Rukun: Jika ditinggalkan maka batal
shalatnya baik secara sengaja maupun tidak, atau batal rekaat yang terlewat
rukun tersebut sehingga rekaat yang berikutnya menempati kedudukan rekaat
tersebut – akan dijelaskan berikutnya-.
Wajib: Jika menginggalkannya secara
sengaja maka batal shalatnya. Jika tidak sengaja maka tidak batal, namun harus
menggantinya dengan sujud sahwi.
Sunnah: Tidak batal shalat jika
ditinggalkan baik secara sengaja maupun tidak. Namun, mengurangi kesempurnaan
shalat.
Rasulullah bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana melihat
aku shalat” 2. Yaitu shalat secara sempurna baik rukun, wajib maupun
sunnah-sunnahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Rukun-Rukun Shalat
Adapun rukun-rukun sholat yang
akan kita bahas dan akan di di jelaskan berserta hadistnya adalah sebgai berikut:
1.
NIAT
Niat berarti
menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta’ala semata, serta
menguatkannya dalam hati.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua amal tergantung pada niatnya dan
setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari,
Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa’, hadits no. 22). Niat tidak dilafadzkan Dan
tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari
salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan. Abu Dawud bertanya kepada
Imam Ahmad. Dia berkata, “Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum dia
takbir?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak.” (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan
Majmuu’ al Fataawaa XXII/28). AsSuyuthi berkata, “Yang termasuk perbuatan
bid’ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak
pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maupun para shahabat
beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain
hanya lafadz takbir.” Asy Syafi’i berkata, “Was-was dalam niat sholat dan dalam
thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan akal.” (Lihat
al Amr bi al Itbaa’ wa al Nahy ‘an al Ibtidaa’).
2.
Berdiri (dalam shalat
fardhu)
Allah ta’ala berfirman,
وَقُومُواْ
لِلّهِ قَانِتِينَ
Artinya : “Berdirilah
untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu". (QS. al Baqarah: 238)
Merupakan suatu kewajiban dalam
shalat fardhu untuk berdiri. Hal ini juga bersandar pada sabda Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassalam, “Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka
dengan duduk, jika tidak mampu maka dengan berbaring.” 3. Apabila
tidak mampu berdiri karena sakit atau yang lainnya maka shalat dengan
semampunya. Jika shalat dibelakang imam yang duduk (karena sakit atau yang
lainnya), maka ikut duduk[4]
.Dalam shalat nafilah (sunnah) tidak mengapa dengan duduk karena kadang
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam shalat nafilah dengan duduk meskipun
tidak ada udzur [5].
3.
Takbiratul ihram
Berdasar sabda Rasulullah,
“Lalu menghadaplah ke kiblat dan bertakbir.”[6]
.Dan sabda beliau, yang mengharamkannya (permulaanya) adalah takbir[7].
Lafadz takbiratul ihram yaitu mengucapkan “Allahu Akbar”, tidak pernah
diriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam selain ini. Adapun bacaan
doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diantaranya
adalah:
“allahuumma ba’id bainii wa
baina khathaayaaya kamaa baa’adta bainal masyriqi wal maghribi, allaahumma
naqqinii min khathaayaaya kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minad danas.
allaahummaghsilnii min khathaayaaya bil maa’i wats tsalji wal baradi”
4. Membaca
al Fatihah
Berdasar sabda Rasulullah,
“Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca al Fatihah.”[8].
Membaca al fatihah merupakan rukun di antara rukun-rukun shalat. Bagi imam dan
orang yang sendirian maka wajib membacanya, tidak ada khilaf disini. Adapun
bagi orang yang shalat dibelakang imam ada khilaf di kalangan para ulama.
Sebagai bentuk kehati-hatian hendak makmum tetap membaca al Fatihah dalam
shalat-shalat yang sirriyah (yg tidak dikeraskan bacaanya) dan disaat-saat imam
diam/tidak membaca. Dan Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian
banyak rukun sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak
sah sholatnya berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang
artinya): “Tidak dianggap sholat (tidak
sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah” (Hadits Shahih dikeluarkan
oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
An-Nasa-i dan Ibnu Majah). “Barangsiapa yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah
maka sholatnya buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak sempurna” (Hadits
Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
5. Rukuk
dalam tiap rekaat
SUBHAANA RABBIYAL ‘ADHZIMI WA
BIHAMDIH 3 kali (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu
Dawud, Ad-Daroquthni dan Al-Baihaqi).
Yang artinya:
“Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap pujian
bagi-Nya.”
Berdasar firman Allah ta’ala,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu…. “ (QS.
al Hajj: 77)
Dan juga berdasar apa yang
dikerjakan Rasulullah, banyak hadist yang menunjukkan akan hal ini [9].
6. I’tidal
(berdiri tegak)
Karena Nabi shalallahu ‘alaihi
wassalam senantiasa melaksanakannya. Rasulullah bersabda, “Shalatlah kalian
sebagaimana melihat aku shalat.” Setelah ruku’ dengan sempurna dan selesai
membaca do’a, maka kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal). Waktu bangkit
tersebut membaca (SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH) disertai dengan mengangkat kedua
tangan sebagaimana waktu takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan keterangan
beberapa hadits, diantaranya:
Dari Abdullah bin Umar, ia
berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berdiri
dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal
itu dilakukan ketika bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya
(bangkit ) dari ruku’ sambil mengucapkan SAMI’ALLAAHU
LIMAN HAMIDAH…”
(Hadits dikeluarkan oleh
Al-Bukhari, Muslim dan Malik).
Kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut
disahut dengan bacaan:
Atau RABBANAA WA LAKAL HAMD
(Rabbku dan segala puji kepada-Mu) atau ALLAAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMD
(Ya, Allah, Rabbku, segala puji kepada-Mu) atau ALLAAHUMMA RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
7. Sujud
Berdasar firman Allah ta’ala,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا
الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
ruku’lah kamu, sujudlah kamu…. (QS. al Hajj: 77)
Sujud adalah meletakkan kening
ke permukaan bumi (tempat sujud), dan hendaknya semua anggota sujud yang tujuh
sempurna menyetuh permukaan bumi. Anggota sujud yang tujuh yaitu : kening serta
hidung, dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung kedua telapak kaki. Sujud
merupakan salah rukun shalat yang utama karena waktu sujud adalah waktu paling
dekat antara hamba dengan Allah[10].
“Terkadang
beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud.” (Hadits dikeluarkan
oleh Al Imam An-Nasa’i dan Daraquthni) “Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam meletakkan tangannya [dan membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya
dan menghadapkannya ke arah kiblat.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu
Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi) “Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan
bahunya” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
“Terkadang beliau meletakkan
tangannya sejajar dengan daun telinganya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)
Bacaan Sujud
Rasulullah membaca
SUBHAANA
RABBIYAL A’LAA 3 kali (berdasar hadits yang
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dll) atau kadang-kadang membaca
SUBHAANA
RABBIYAL A’LAA WA BIHAMDIH, 3 kali (berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dll) atau
SUBHAANAKALLAAHUMMA
RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII (berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Bacaan Yang Dilarang Selama Sujud
“Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu
ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
8. Duduk Antara Dua Sujud
Berdasar
perkataan ‘Aisyah, ” Jika Rasulullah mengangkat kepalanya dari sujud maka tidak
sujud (kembali) sampai duduk dengan sempurna.” [11].
Dari ‘A-isyah berkata: “Dan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghamparkan kaki beliau yang kiri dan
menegakkan kaki yang kanan, baliau melarang dari duduknya syaithan.” (Diriwayatkan
oleh Ahmad dan Muslim)
*Komentar
Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian
duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai. Dari
Rifa’ah bin Rafi’ -dalam haditsnya- dan berkata Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Apabila engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau bangun
duduklah di atas pahamu yang kiri.”
(Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
(Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
terkadang duduk iq’ak, yakni [duduk dengan menegakkan telapak dan tumit kedua
kakinya]. (Hadits dikeluarkan oleh Muslim)
Waktu duduk antara dua sujud
ini telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat: Beliau
menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari) Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat
(An-Nasa-i)
Bacaannya
RABBIGHFIRLII, RABBIGHFIRLII Dari
Hudzaifah, bahwasanya Nabi hallallahu
‘alaihi wa sallam mengucapkan dalam sujudnya (dengan do’a): Rabighfirlii,
Rabbighfirlii. (Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan
lafadhz Ibnu Majah)
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WA ‘AAFINII WAHDINII WARZUQNII
(Abu Dawud)
(Abu Dawud)
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA’NII (Ibnu Majah)
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WAJBURNII WAHDINII WARZUQNII
(At-Tirmidzi)
(At-Tirmidzi)
9. TASYAHHUD AWAL
Rasulullah SAW duduk tasyahud setelah
rakaat kedua, jika sholat yang dilakukannya hanya dua rakaat, seperti sholat
Subuh. Menurut Nasa’i Beliau SAW duduk iftirasy’ (duduk diatas telapak kaki
kiri yang dihamparkan dalam telapak kaki kanan yang ditegakkan), seperti ketika
Beliau duduk diantara dua sujud. Demikian juga apabila Beliau SAW duduk pada tasyahhud
awal dalam sholat tiga atau empat rakaat.
Beliau SAW menyuruh orang yang salah
sholatnya untuk melakukan hal itu sebagaimana sabdanya ”Bila kamu duduk
dipertengahan sholat, hendaklah kamu melakukan thumuninah. Lalu hamparkanlah
telapak kaki kirimu kemudian bacalah tasyahud.” (HR Abu Daud dan Baihaqi).
Dalam hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah,
Thayalisi dan Ahmad, Abu Hurairah r.a mengatakan bahwa Nabi SAW telah
melarangnya duduk diatas tumit seperti duduknya anjing. Dalam hadits Muslim dan
Abu Uwanah, Nabi SAW melarang duduk diatas tumit seperti duduknya setan. Muslim
dan Abu Uwanah meriwayatkan bahwa apabila duduk tasyahhud, Nabi SAW meletakkan
tangan kanan diatas paha kanannya (dalam riwayat lain disebutkan : pada lutut
kanannya) dan meletakkan telapak tangan kirinya pada paha kiri (dalam riwayat
lain disebutkan : pada lutut kirinya).
Merenggangkan telapak tangannya diatas
lutut: Menurut Nasa’i, Nabi SAW meletakkan siku kanan diatas paha kanannya.
Nabi SAW melarang bertumpu pada tangan kirinya pada waktu duduk tasyahud dalam
sholat sebagaimana sabdanya ”Cara semacam itu adalah cara sholat orang Yahudi.”
(HR Baihaqi dan Hakim). Dalam hadits lain disebutkan ”Janganlah engkau duduk
seperti itu karena duduk seperti itu adalah duduknya orang yang sedang diazab.”
(HR Ahmad dan Abu Daud). Dalam hadits lain disebutkan ”Duduk seperti itu adalah
cara duduk orang-orang yang dimurkai Allah.” (HR Abdur Razzaq) Dari Abi Humaid As-Sa’idiy tentang sifat sholat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkat, “Maka apabila Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam duduk dalam dua roka’at (-tasyahhud awwal) beliau duduk
diatas kaki kirinya dan bila duduk dalam roka’at yang akhir (-tasyahhud akhir)
beliau majukan kaki kirinya dan duduk di tempat kedudukannya (lantai dll).” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Letak tangan ketika
duduk
Untuk kedua cara duduk tersebut
tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil berisyarat dan/atau
menggerak-gerakkan jari telunjuk dan penglihatan ditujukan kepadanya, sedang
tangan kirinya ditaruh/terhampar di paha kiri.
Dari Ibnu ‘Umar berkata
Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam bila duduk didalam shalat meletakkan
dua tangannya pada dua lututnya dan mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa
dengannya sedang tangannya yang kiri diatas lututnya yang kiri, beliau
hamparkan padanya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
Berisyarat dengan
telunjuk, bisa digerakkan bisa tidak
Selama
melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat dengan
telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya. Kadang pada suatu sholat
digerakkan pada sholat lain boleh juga tidak digerak-gerakkan.
“Kemudian beliau duduk, maka
beliau hamparkan kakinya yang kiri dan menaruh tangannya yang kiri atas pahanya
dan lututnya yang kiri dan ujung sikunya diatas paha kanannya, kemudian beliau
menggenggam jari-jarinya dan membuat satu lingkaran kemudian mengangkat jari
beliau maka aku lihat beliau menggerak-gerakkannya berdo’a dengannya.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa-i).
Dari
Abdullah Bin Zubair bahwasanya ia menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berisyarat dengan jarinya ketika berdoa dan tidak menggerakannya.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).
10, dan 11. Tasyahud Akhir dan Sholawat Nabi
Yaitu dengan membaca
“attahiyaat..” sampai akhir. Hal ini telah tsabit dari Rasulullah dalam
beberapa hadistnya sebagaimana hadist ‘Aisyah[12]
dan Ibnu Mas’ud[13] .
Berkata
Abdullah : “Kami apabila shalat di belakang nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
keselamatan atas jibril dan mikail keselamatan atas si fulan dan si fulan maka
rasulullah berpaling kepada kami. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
: sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila shalat hendaklah kalian itu
mengucapkan:
“AT-TAHIYYAATU LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT,
AS-SALAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIY WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU, AS-SALAAMU
‘ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHIS SHALIHIN. ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH WA
ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUHU”
artinya: segala kehormaatan, shalawat dann kebaikan
kepunyaan Allah, semoga keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat
Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba
Allah yang shalih; -karena sesungguhnya apabila kalian mengucapkan sudah
mengenai semua hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi- Aku bersaksi
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya
Muhammmad itu hamba daan utusan-Nya.
(Hadits dikeluarkan oleh Al
Imam Al Bukhari). Dari Ka’ab bin Ujrah berkata : “Maukah aku hadiahkan kepadamu
sesuatu ? Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami,
maka kami berkata : ‘Ya Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan
salam kepadamu, lantas bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau
berkata : ucapkanlah:
“ALLAAHUMMA SHALLI
‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM,
INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD
KAMAA BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”
artinya: “Ya Allah berikanlah
Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah
memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan
Maha Agung.”
12. Salam
Berdasar
sabda Rasulullah, “….dan penutupnya adalah salam. Juga sabda beliau, “….dan yang
menghalalkannya adalah salam.” [14].
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa meninggalkan rukun membatalkan shalat
baik secara sengaja ataupun tidak. Berikut secara ringkas rincian hukum-hukum
tentang meninggalkan rukun shalat:
* Jika yang ditinggalkan adalah
takbiratul ihram maka belum dianggap shalat
* Jika yang ditinggalkan selain
takbiratul ihram, dengan sejaga maka batal shalatnya.
* Jika tertinggal (selain takbiratul
ihram, seperti rukuk atau sujud)karena lupa dan ingat sebelum berdiri tegak
untuk membaca al Fatihah rekaat berikutnya maka kembali mengulangi ke rukun
yang ditinggalkan dan yang berikutnya.
* Jika tertinggal karena lupa dan
sudah berdiri tegak untuk membaca al fatihah rekaat berkutnya maka rekaat yang
tadi (yang tertinggal rukunya) tidak dianggap, sehingga sekaraat yang sekarang
menempati kedudukan rekaat sebelumnya. Dan melakukan sujud sahwi.
* Jika mengetahui rukun yang
ditinggalkan setelah salam maka jika rukun tersebut adalah tasyahud akhir dan
salam maka langsung mengerjakannya lagi lalu salam lalu sujud sahwi. Jika
selain keduanya (tasyahud akhir dan salam) seperti sujud dan rukuk maka
mengerjakan satu rekaat secara sempurna, lalu sujud sahwi.
* Jika ingat setelah salamnya lama
maka mengulangi shalat dari awal. Allahu A’lam
Nabi SAW mengucapkan
salam dengan menoleh ke kanan seraya mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum
warahmatullah”, sehingga terlihat pipi kanannya yang putih. Juga menoleh ke
kiri seraya mengucapakan “Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”, sehingga terlihat
pipi kirinya yang putih.Demikian diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan
Tirmidzi. Menurut riwayat Abu Daud terkadang Nabi SAW menambahkan dengan
“Wabarokaatuh” pada salam pertamanya.
Dalam hadits riwayat
Nasa’I disebutkan bahwa ketika menoleh ke kanan, terkadang Beliau SAW
mengucapakan “Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”, dan ketika menoleh ke kiri
hanya mengucapakan “Assalaamu ‘alaikum”. Terkadang Beliau SAW mengucapkan salam
sekali saja dengan ucapan “Assalaamu ‘alaikum” (dengan sedikit memalingkan
wajahnya ke kanan). Demikian yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi. Ketika
mengucapkan salam para sahabat ada yang mengisyaratkan (menggerakkan) dengan
tangan mereka waktu menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal ini dilihat oleh
Rasulullah SAW, lalu Beliau SAW bersabda, ”Mengapa kamu menggerakkan tanganmu
seperti ekor kuda yang gelisah? Bila seseorang diantara kamu mengucapkan salam,
hendaknya ia berpaling kepada temannya dan tidak
perlu menggerakkan tangannya”. Ketika mereka melakukan shalat
berikutnya bersama Rasulullah SAW, mereka tidak melakukannya lagi. Dalam
riwayat lain dikatakan ”Seseorang diantara kamu cukup meletakkan tangannya
diatas pahanya, kemudian mengucapkan salam dengan menoleh ke saudaranya yang
ada disebelah kanannya dan saudaranya disebelah kirinya”. (HR. Abu Uwanah dan
Thabrani).
13. Tertib
Karena dahulu Rasulullah shalat
dengan tertib antara rukun-rukunya. Dan juga berdasar hadist tentang musi’i
shalah (orang yang jelek shalatnya), lalu rasulullah mengajarinya dengan
kata-kata “lalu..” yang menunjukan akan urutan[15]
.
2.1. Wajib-Wajib Shalat (8)
1. Seluruh takbir, kecuali
takbiratul ihram
2. Tasmii’ Yaitu membaca
“sami’allahu liman hamidah ”. wajib dibaca oleh imam ataupun orang yang shalat
sendirin, adapun makmum tidak membacanya.
3. Tahmid Yaitu membaca “rabbana
walakal hamd”. Wajib dibaca oleh imam, makmum, maupun orang yang shalat
sendirian. Berdasarkan sabda Rasulullah, “Jika imam membaca sami’allahu liman
hamidah maka ucapkanlah rabbana walakal hamd .”[16].
4. Bacaan rukuk. Yaitu seperti
bacaan “subhaana rabbiyal ‘adzim”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya
tiga kali. Jika lebih maka tidak mengapa.
5. Bacaan sujud. Yaitu seperti
bacaan “subhaana rabbiyal ‘a’la”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya
tiga kali.
6. Bacaan duduk antara dua sujud. Yaitu
seperti bacaan “rabbighfirliy..”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya
tiga kali.
7. Tasyahud awal Yaitu membaca
bacaan-bacaan tasyahud yang telah diriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi
wassalam.
8. Duduk pada tasyahud awal Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa meninggalkan wajib shalat dengan sengaja
membatalkan shalat. Adapun jika tidak sengaja atau karena jahil maka
menggantinya dengan sujud sahwi.
2.3.
Sunnah-Sunnah
Shalat
Bagian
ketiga dari amalan (baca:perbuatan) dan bacaan dalam shalat adalah
sunnah-sunnah shalat, yaitu selain apa-apa yang telah disebutkan dalam rukun
maupun wajib shalat. Sunnah shalat ada dua jenis, ucapan maupun perbuatan.
·
Pertama, sunnah berupa perkataan, bentuknya banyak sekali.
Diantaranya: membaca do’a iftiftah, ta’awudz, membaca basmalah, membaca surat
setelah al Fatihah, membaca bacaan rukuk, sujud, do’a antara dua sujud lebih
dari sekali, do’a setelah tasyahud akhir dan lainnya.
·
Kedua, sunnah berupa perbuatan, bentuknya juga baca. Diantaranya:
mengangkat tangan saat takbiratul ihram serta ketika akan dan setelah rukuk,
meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri dan meletakkannya di atas dada saat
berdiri, melihat tempat sujud, meletakkan tangan diatas lutut saat rukuk,
menjauhkan antara perut dan paha, paha dan betis saat sujud, dan lainnya.
Sunah-sunah
ini tidak harus dikerjakan, tetapi barang siapa melakukannya maka ada tambahan
pahala atasnya, adapun jika ditinggalkannya maka tidak ada dosa baginya.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Sholat
(shalat, solat, salat) secara bahasa adalah doa, rahmat, dan istighfar, sedang
menurut syara’ adalah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan , perbuatan
yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam dan memenuhi syarat yang
ditentukan. Hukumnya wajib bagi setiap orang islam, karena firman Allah : Dan
dirikanlah shalat , sesungguhmya shalat itu mencegah (perbuatan-perbuatan) keji
dan mungkar “( AL AnKabut 45)
1. syarat wajibnya sholat
a.
Islam
b.
Berakal
c.
Suci dari haid dan
nifas
d.
Baligh
e.
Sampainya dakwah
islam
f.
Jaga
2. Syarat Sahnya Sholat
a.
suci dari hadas besar dan kecil
b. Suci badan, pakian, dan tempat dari najis
c. menutup aurat
d. sudah masuknya waktu shalat
e. menghadap kiblat
b. Suci badan, pakian, dan tempat dari najis
c. menutup aurat
d. sudah masuknya waktu shalat
e. menghadap kiblat
3. Waktu-waktu shalat
1. Sholat subuh : dari munculnya fajar sodik sampai
terbitnya matahari
2. Sholat dzuhur ; dari condongnya matahari sampai pada
bayangan sepaan denganya
3. Sholat ’ashar ; dari berakhirny a sholat dzuhur sampai
pada terbenamya matahari
4. Sholat Mahrib; dari terbenamnya matahri sampai hilangnya
mega merah
5. Shoalt ’isyak; dari hilangnya mega merah sampai dengan
terbit fajar
3.1. Saran
Semua sifat shalat Nabi SAW
yang telah diuraikan diatas adalah berlaku bagi semua orang, baik pria maupun
wanita. Sabda Nabi SAW yang mengatakan ”Shalatlah kalian sebagaimana kalian
melihatku shalat”, bersifat umum dan juga mencakup kaum wanita. Ibrahim
an-Nakhai berkata ”Wanita melakukan pekerjaan dalam shalat seperti yang
dilakukan kaum pria”. Demikian diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad
shahih.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber :
[1] Misal
dalam suatu rekaat terlewat satu sujud, maka rekaat tersebut tidak dihitung.
Misal shalat isya’ trus pada rekaat keempat lupa hanya sujud sekali, maka ia
tetap menambah 1 rekaat lagi (shalat sampai 5 rekaat) karena rekaat yang
keempat tersebut tidak dianggap
[2] Dikeluarkan
muslim dari hadist Abu Hurairah (602/152)
[3] Dari
hadist Imran bin Hushain, Bukhari (1117), Abu Dawud(952), Tirmidzi (372)
[4] Sebagaimana
dalam hadist muttafaqun alaihi dari Anas bahwa pada saat Rasulullah sakit para
sahabat shalat dibelakangnya dengan duduk, Bukhari (379, 689,805), Muslim
(411).
[5] Dikeluarkan
Muslim dari hadist ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha (730)
[6] Diriwayatkan
dari Abu Hurairah tentang musi’i shalah (orang yang jelek shalatnya), Bukhari
(6251), Muslim (397)
[7] Abu
Dawud (61), Tirmidzi (3), Ibnu Majah (275)
[8] Dari
hadist Ubadah bin Shamith, Bukhari (756), Muslim(394)
[9] Hadist
tentang rukuk baik yang berupa ucapan (perintah) maupun perbuatan Nabi mencapai
tingkatan mutawatir.
[10] Dikeluarkan
Muslim dari hadist Abu Hurairah (482)
[11] Muslim
dari hadist ‘Aisyah (498)
[12] Muslim
(498)
[13] Bukhari
(6328), Muslim (895), Nasa’I (1277).
[14] Muslim
(498)
[15] Bukhari
(6251), Muslim (397)
[16] Idem
no. 4, dari hadist Anas , Bukhari (379, 689,805), Muslim (411).
No comments:
Post a Comment