Sunday, 20 October 2013

Budidaya Tanaman Ubi kayu Steak Karet Di jadikan Bioetanol [Ubi-Ubian]

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum Ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu,ubi jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan dengan nama Bioethanol. Bahan baku lain-nya adalah tanaman atau buah anaktptph-agriculture.blogspot.com yang mengandung gula seperti tebu,nira,buah mangga,nenas,pepaya,anggur,lengkeng,dll.
Bahan berserat (selulosa) seperti sampah organik dan jerami padi pun saat ini telah menjadi salah satu alternatif penghasil ethanol.
Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia,sehingga jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan bioethanol. Namun dari semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat memproduksi bioethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku proses produksi bioethanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Pertimbangan ke-ekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan baku untuk memproduksi setiap liter ethanol.
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum Ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu,ubi jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan dengan nama Bioethanol.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Singkong karet (manihot glaziovii) merupaktan umbi yang tdak termasuk bahan makanan karena mengandung unsur kimia asam sianida (HCN) yang bersifat racun. Kandungan karbohidrat dalam ubi mancapai 98,5% sehingga umbi ini layak dikonversi menjadi bioetanol. Bioetanol merupakan produk dari hidrolisis pati manjadi glukosa secara enzimatis yang dilanjutkan fermentasi glukosa menggunakan ragi saccharomyces sereviceae secara an-aerob menjadi bioetanol.
Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi yang tidak dapat diperbaharui atau  non renewable. Keberadaannya hingga saat ini menempati urutan pertama sebagai sumber energi. Salah satu turunan minyak bumi yang banyak digunakan industri kecil dan rumah tangga adalah minyak tanah. Upaya pemerintah mengalihkan penggunaan minyak tanah ke bahan bakar lain perlu didukung. Saat ini pengalihan penggunaan minyak tanah ke bahan bakar gas banyak menemui kendala antara lain banyaknya kasus kebakaran yang disebabkan oleh bahan bakar gas, karena sifat gas yang selalu memenuhi ruangan sehingga apabila terjadi percikan api dalam kompor akan memicu kebakaran di sekitarnya. Oleh karena itu pengalihan  atau konversi minyak tanah tidak harus ke bahan bakar gas tetapi juga dapat ke bioetanol yang bersifat lebih ramah lingkungan dan tidak membahayakan lingkungan.
Bioetanol mempunyai kelebihan selain ramah lingkungan, penggunaannya sebagai bahan bakar kompor terbukti  lebih  hemat  dan efisien  proses  pembakarannya. Selain itu, pembuatannya bisa  dilakukan  di  rumah dengan mudah dan lebih ekonomis dibandingkan menggunakan minyak tanah. Bioetanol  merupakan cairan  hasil proses fermentasi  gula  dari  sumber  karbohidrat  (pati)  menggunakan bantua mikroorganisme. Produksi bioetanol dari tanaman  yang  mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan
melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa). Pada hidrolisis enzimatis dikenal ada dua metode yaitu  SHF  dan  SSF. Metode  SSF  menjadi  sangat penting untuk dikembangkan karena dapat mempersingkat proses pembuatan bioetanol(Marques,2007).
Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah memanfaatkan pati yang terkandung dalam singkong karet  (Manihot  glaziovii). Singkong  karet  merupakan  salah  satu jenis  singkong  pohon  yang  mengandung senyawa  beracun,  yaitu  asam  sianida (HCN), sehingga  tidak  diperjualbelikan  dan  kurang  dimanfaatkan  oleh masyarakat. Tanaman   singkong   karet   ini   dapat   menghasilkan   ubi   dengan   berat   hampir   empat   kali   lipat dibandingkan singkong biasa sehingga apabila dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol sangat layak dari segi ketersediaannya, artinya untuk ketersediaan sebagai bahan baku baku cukup aman. Kandungan pati dalam umbi dapat dikonversi menjadi bioetanol.

Tabel 1. Kandungan pati singkong karet.


No.
Analisa
Kadar 100% BK
1.
Kadar Abu
0,4734
2.
Kadar Lemak Kasar
0,5842
3.
Kadar Serat Kasar
0,0067
4.
Kadar Protein Kasar
0,4750
5.
Kadar Karbohidrat
98,4674








Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak FP Undip


Bioetanol   yang   dihasilakan   dalam   penelitian   ini   diuji   cobakan   pada   kompor   bioetanol.   Uji   yang dilakukan  meliputi  uji  nyala  secara  fisis. nyala  api  yang lebih  biru  menandakan  bioetanol  yang  digunakan mempunyai kadar yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mempelajari data pengaruh volume enzim pada proses likuifaksi dan sakarifikasi  terhadap  kadar   glukosa   yang  diperoleh (2)  Mencari waktu  optimum  pada  proses   SSF  untuk pembuatan  bioetanol  kadar  minimal 80% yang memenuhi  spesifikasi  sebagai  bahan  bakar  kompor  rumah tangga dan (3) Mempelajari data pengaruh massa ragi pada proses fermentasi terhadap kadar bioetanol minimal 80% yang memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar kompor rumah tangga.






BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Bahan dan Metode Penelitian
Metode  yang  digunakan  adalah   SSF  (Simultaneous  Saccarification  Fermentation)  yaitu  proses  hidrolisis  dan fermentasi  dilakukan  secara  serentak. Dengan variabel bebas  volume  enzim  1,3,  dan  5  ml;  massa  ragi  5,10, dan15 gram; waktu proses SSF 144, 168, dan 192 jam. Dan variabel terikat volume air 4L; massa pati 800 gr. Pada proses likuifaksi, suhu operasi 95°C dan pH 5. Pada proses sakarifikasi, suhu operasi 30°C dan pH 4.
·         Respon Pengamatan
Respon yang diamati adalah kadar glukosa selama proses hidrolisis dan kadar bioetanol setelah mengalami proses SSF dan proses distilasi.
·         Bahan dan Alat yang Digunakan
Pada penelitian, bahan yang digunakan adalah pati singkong karet yang berasal dari Desa Tanjungsari, Kabupaten Boyolali; aquadest didapat dari Laboratorium Proses Teknik Kimia; α-amylse dan Glukoamylase berasal dari Denmark, pembelian melalui online dengan alamat Cibubur, Jakarta Timur 13770, Jakarta, Indonesia; Saccaromyces cereviae diperoleh dari Toko Bahan Kimia Serbasari Semarang; NPK dan urea; HCl 0,1N ,  NaOH 0,1 N, Indikator MB, Fehling A, Fehling B, glukosa standard diperoleh dari Laboratorium Dasar Teknik Kimia.





























Gambar 2. Rangkaian alat utama pemurnian Bioetanol
untuk bahanbakar kompor rumah tangga

3.2 Prosedur Percobaan
Persiapan bahan baku meliputi langkah- angkah sebagai berikut singkong karet dikupas dan dicuci dengan air agar  bersih  dari  kotoran.  Singkong  karet kemudian dipotong lalu  diparut. Parutan  singkong  ditambahkan  air sehingga   menjadi   bubur singkong   karet. Bubur   singkong   karet   diperas   kemudian   diendapkan   dan   akan didapatkan  pati basah. Selanjutnya  pati  basah  dikeringkan      dengan  cara dijemur  dan dioven  pada  suhu  70 oC Selama 2  jam.  Singkong  karet  dibuat  kering bertujuan  agar lebih awet  dan menghilangkan kandungan  airnya sehingga diperoleh pati singkong yang kering dan dapat disimpan dalam waktu lama sebagai cadangan bahan baku. Pati singkong karet yang telah kering diayak sehingga diperoleh pati dengan ukuran partikel yang lebih homogen.  Selanjutnya  proses  hidrolisis  meliputi gelatinasi:  pati singkong  karet  sebanyak 800  gr  dicampur dengan 4 L aquadest. Kemudian dimasak dengan suhu 95oC selama 40 menit sambil diaduk agar bagian bawah bejana tidak lengket. Larutan pati yang sebelumnya encer, setelah dilakukan pemasakan akan berubah wujudnya menjadi seperti bubur kental.Proses hidrolisis yang kedua adalah likuifaksi: bubur pati singkong karet tersebut ditambahkan  enzim   α-amylse  sesuai variabel.  Atur pH 5  dengan  menggunakan  HCl  0,1  N.  Suhu   yangdigunakan adalah 90 C. Waktu likuifaksi yang ditetapkan adalah selama 2 jam. Setelah proses likuifaksi selesai, lakukan analisa glukosa. 
Proses hidrolisis yang terakhir  adalah sakarifikasi: penambahan enzim Glukoamylase sesuai  variabel.  Atur pH  4.  Proses  ini  berlangsung dalam  waktu 2  jam  dan suhu 60oC.  Proses  fermentasi dengan Metode SSF: larutan substrat ditambahkan Saccaromyces cereviae sesuai variabel. Tambahkan juga 2 gr nutrien (NPK) dan urea sebanyak 4 gr, atur pH. Proses fermentasi berlangsung sesuai variabel yang ditentukan dan suhu fermentasi adalah 30   C. Pada proses ini berlangsung dalam keadaan tertutup. Kemudian kadar etanol dianalisis dengan alkoholmeter.

3.3 Hasil dan Pembahasan
·      Pengaruh volume enzim terhadap kadar glukosa
Proses hidrolisis pati merupakan proses pengubahan molekul pati menjadi glukosa yang dilakukan dengan bantuan enzim   α- mylse dan enzim glukoamilase. Pada penelitian ini pati yang digunakan sebanyak 800 gr  dan  volume  enzim divariasi 1,3,  dan  5  mL.  Berdasarkan  Gambar  3  menunjukkan  kadar  glukosa  naik seiring naiknya konsentrasi enzim yang digunakan pada saat hidrolisis. Hal ini disebabkan enzim α-amylse dapat menghidrolisis ikatan α-1,4-glukosida dan α-1,6-glukosida menghasilkan glukosa. Sehingga kadar glukosa yang dihasilkan menjadi semakin besar.







Gambar 3. Pengaruh Penambahan Volume
Enzim Terhadap Kadar Glukosa

Gambar 3. menunjukkan bahwa dengan volume enzim 1, 3 dan 5 mL, dihasilkan glukosa dengan kadar masing  masing 7,6%, 18% dan 26,67%. Higgins  (1984) menyatakan bahwa kadar glukosa  yang baik  untuk proses fermentasi adalah 16  25%, yang akan menghasilkan crude etanol sebesar 6  12%. Konsentrasi glukosa di  atas  25%  akan  memperlambat  fermentasi.  Pada  kadar  glukosa  26,67%  akan  menyebabkan  terhambatnya perkembangan Saccharomyces cereviceae pada proses fermentasi.(Erasmus, 2003). Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa volume enzim 3 mL menghasilkan kadar glukosa terbaik untuk fermentasi.

·      Pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar etanol
Tabel 2. Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Etanol yang Dihasilkan
Waktu
fermentasi
(jam)
Kadar crude
etanol (%)
Distilasi I
Distilasi II
%Etanol
Volume (mL)
%Etanol
Volume (mL)
144
5
30
1760
93
390
168
6
35
1545
94
420
192
3
15
726
91
210

Waktu fermentasi selama 144, 168, dan 192 jam berpengaruh secara signifikan terhadap kadar bioetanol yang diperoleh.  Pada  waktu fermentasi  168  jam,  dihasilkan etanol  dengan  kadar  paling tinggi yaitu 6%.  Hal  ini Disebabkan pada waktu  fermentasi 168  jam,  Saccharomyces  cerevisiae memiliki  aktivitas  paling besar  atau berada pada  fase  eksponensial.  Fase  eksponensial  merupakan  fase untuk pembentukan produk etanol  yang terbesar.  Sedangkan waktu fermentasi  192  jam, kadar  etanol  yang dihasilkan mengalami penurunan karena Saccharomyces cerevisiae memasuki death  phase  sehingga  jumlah mikroba  yang tumbuh  semakin  melambat dan  tidak ada  penambahan  jumlah mikroba  yang  mengubah substrat  menjadi etanol  sehingga  etanol  yang terbentuk cenderung turun.    











Gambar 4 Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Yield

Gambar  4.menunjukkan  semakin  lama  waktu  fermentasi  maka  etanol  yang  dihasilkan  juga  semakin  banyak. Proses  fermentasi dilakukan  pada kondisi anaerob. Dari  hasil  percobaan,  waktu  fermentasi  selama  192  jam mengalami penurunan  yield. Hal  ini  disebabkan  kondisi  pada  saat  proses  fermentasi dimungkinkan tidak sempurna karena  adanya sedikit oksigen dalam tangki fermentasi  menyebabkan tumbuhnya  Acetobacter aceti yang dapat  mengkonversi alkohol  menjadi asam asetat yang ditandai dengan bau asam  pada sampel sehingga terjadi penurunan yield. Reaksi oksidasi etanol menjadi asam asetat :
C2H5OH + O2                CH3COOH   +           H2O
Acetobacter aceti

·     Pengaruh massa ragi terhadap kadar etanol
Pada variabel volume enzim dan waktu fermentasi didapatkan hasil optimum untuk volume enzim sebanyak   3 mL dan waktu fermentasi selama 168 jam, oleh karena itu pada variabel pengaruh massa ragi digunakan volume enzim untuk hidrolisis sebanyak 3 mL dan waktu fermentasi selama 168 jam. Hasil percobaan tentang pengaruh massa ragi terhadap kadar etanol dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Massa Ragi terhadap Etanol yang Dihasilkan
Massa ragi
(gr)
Kadar crude
etanol (%)
Distilasi I
Distilasi II
%Etanol
Volume (mL)
%Etanol
Volume (mL)
5
1
20
1170
88
192
10
4
30
1140
92
335
15
6
35
1545
94
420

Pada  proses  fermentasi,  massa  ragi  berpengaruh  pada  kadar  etanol  yang  dihasilkan.  Tabel  2  menunjukkan bahwa semakin besar massa ragi yang ditambahkan maka semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan. Hal ini Disebabkan semakin banyak  ragi  yang  ditambahkan  maka  mikroorganisme  yang  mengurai  glukosa menjadi etanolpun semakin banyak sehingga etanol yang dihasilkan kadarnya semakin besar.








BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Volume  enzim  merupakan  variabel  yang  berpengaruh  dalam peningkatan kadar glukosa.  Volume enzim   terbaik sebanyak 3 mL mampu menghidrolisis larutan 800 gr pati dalam 4 L yang menghasilkan   kadar glukosa 18%. Waktu fermentasi berpengaruh terhadap kadar bioetanol yang diperoleh. Dari tiga variabel waktu fermentasi, waktu   fermentasi   168   jam   menghasilkan   kadar bioetanol tertinggi,   yaitu   94%.   Massa   ragi berpengaruh terhadap kadar etanol yang diperoleh. Semakin besar massa ragi maka semakin besar kadar etanol yang dihasilkan. Massa ragi 15 gr menghasilkan kadar bioetanol tertinggi, yaitu 94%. Bioetanol yang dihasilkan Dengan kadar 94% layak digunakan sebagai bahan bakar kompor rumah tangga.


DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 2, Tahun 2013, Halaman 240-245
Hapsari, Mira Amelia Dkk. Pembuatan bioetanol dari singkong karet (manihot glaziovii) untuk bahan bakar kompor rumah tangga Sebagai upaya mempercepat konversi minyak tanah Ke bahan bakar nabati.semarang; universitas di ponegoro. 2012 (online di http;// ejojurnal-s1.undip.ac.id/index,php/jyki)  di unduh pada tanggal 18 oktober 2013 pukul 09.45 Wib



No comments:

Post a Comment