Wednesday, 23 April 2014

MENDISKUSIKAN PERJALANAN BENIH DARI PEMULIA HINGGA PETANI (Pengertian Benih, Lingkup Benih dan Peranan Teknologi Benih Pada Proses Perjalanan Benih dari Pemulia)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang
Benih merupakan hal yang sangat akrab dengan kegiatan budidaya pertanian. Benih juga diartikan sebagai biji tanaman yang tumbuh menjadi tanaman muda (bibit), kemudian dewasa dan menghasilkan bunga. Melalui penyerbukaan bunga berkembang menjadi buah atau polong, lalu menghasilkan biji kembali. Benih dapat dikatakan pula sebagai ovul masak yang terdiri dari embrio tanaman, jaringan cadangan makanan, dan selubung penutup yang berbentuk vegetatif. Benih berasal dari biji yang dikecambahkan atau dari umbi, setek batang, setek daun, dan setek pucuk untuk dikembangkan dan diusahakan menjadi tanaman dewasa. (anaktptph-agriculture.blogspot.com 2014)


Keberhasilan dalam budidaya pertanian sendiri sangat ditentukan oleh benih yang digunakan, oleh karena itu perlu dilakukan seleksi dalam penggunaan benih sehingga didapatkan benih yang unggul. Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi jumlah pemakain benih dan tanam ulang serta memiliki daya kecambah dan tumbuh yang tinggi sehingga pertanaman kelihatan seragam. Pertumbuhan awal yang kekar dapat mengurangi masalah gulma dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama/penyakit. Selain itu dari segi biaya dengan penggunaan benih unggul dapat meminimalisir biaya yang dikeluarkan oleh petani. Di indonesia sendiri pengunaaan benih unggul mulai digencarkan, hal ini terbukti dengan adanya sertivikasi benih yang diselenggarakan oleh pemerintah.

1.2      Manfaat dan Tujuan
a.   Manfaat
Dalam pembuatan laporan dari diskusi ini memeroleh banyak manfaat atas landasan teori yang telah di uraikan dalam pengajuan pembahasan dan perolehan pengetahuan dalam produksi pembenihan yang sebenarnya dari tahapan pembudidayaan sampai sertifikasi dan benih di pasarkan ke konsumen (masyarakat)

b.  Tujuan
Tujuannya yaitu agar mahasiswa mengetahui bagaimana proses perjalanan benih dari pemulia sampai ke petani serta membuat mahasiswa lebih aktif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  PENGERTIAN BENIH
Banyak literatur yang menyebutkan pengertian benih tanaman. Beberapa diantaranya saya ambil dari Undang-Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4. Namun, beberapa literatur juga menyebutkan pengertian benih tanaman sendiri. Masing-masing literatur tersebut memiliki sedikit perbedaan, tetapi dasar pengertian dari benih sendiri sama.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. Dalam buku lain tertulis benih disini dimaksudkan sebagai biji tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman (Sutopo, 2004).

Benih juga diartikan sebagai biji tanaman yang tumbuh menjadi tanaman muda (bibit), kemudian dewasa dan menghasilkan bunga. Melalui penyerbukaan bunga berkembang menjadi buah atau polong, lalu menghasilkan biji kembali. Benih dapat dikatakan pula sebagai ovul masak yang terdiri dari embrio tanaman, jaringan cadangan makanan, dan selubung penutup yang berbentuk vegetatif. Benih berasal dari biji yang dikecambahkan atau dari umbi, setek batang, setek daun, dan setek pucuk untuk dikembangkan dan diusahakan menjadi tanaman dewasa (Sumpena, 2005).

Menurut Sadjad, dalam “Dasar-dasar Teknologi Benih”.(1975, Biro Penataran IPB-Bogor), yang dimaksudkan dengan benih ialah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan pengembangan usaha tani, memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi.

Dari beberapa definisi di atas beberapa berpendapat bahwa benih merupakan hasil perkembangbiakan secara generatif namun ada pula yang mengatakan bahwa benih merupakan hasil dari perkembangbiakan secara vegetatif maupun generatif. Terkait dengan hal itu pengertian benih lebih cenderung kepada hasil perkembangbiakan tanaman secara vegetatif maupun generatif sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4.

Benih merupakan sarana penting dalam produksi pertanian dan menjadi faktor pembawa perubahan (agent of change) teknologi dalam bidang pertanian. Peningkatan produksi tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan; salah satu aspek penentu utama keberhasilannya adalah: digunakannya benih varietas unggul dengan disertai teknik budidaya yang lebih baik dibandingkan masa sebelumnya. Benih-benih varietas unggul dapat diperoleh melalui seleksi dan hibridisasi tanaman, baik yang dilakukan oleh lembaga penelitian milik pemerintah, maupun industri perbenihan swasta yang mempunyai divisi penelitian dan pengembangan (research and development).

Hasil seleksi dan hibridisasi  tanaman berupa varietas baru mempunyai keunggulan yang harus dipertahankan pada generasi berikutnya melaui perbanyakan, sekaligus mempertahankan kemurnian genetik dan mutu benihnya. Bidang produksi benih dapat dikelompokkan menjadi: produksi benih sumber dan produksi benih komersial.

Benih sumber dapat juga disebut dengan benih inti, hanya diperbanyak oleh para breeder (pemulia) yang ada di instansi pemerintah, perusahaan swasta, maupun perorangan. Benih sumber diproduksi dalam jumlah sedikit untuk perbanyakan benih penjenis atau bahan persilangan. Panen hasil budidaya/kulturisasi untuk setiap tanaman, buah, bulir,  atau polong (bahan benih); dilakukan khusus dalam suatu kegiatan yang disebut dengan ‘penangkaran’. Hasil benih sumber tidak diperjualbelikan. Sementara hasil benih komersial adalah benih yang diperbanyak oleh breeder, produsen benih, ataupun penangkar benih, maupun perorangan dalam jumlah banyak.

Produksi benih komersial perlu didukung oleh program produksi benih sumber secara terus menerus agar dapat menjamin kontinuitas ketersediaan benih bagi petani pengguna. Di Indonesia, benih nonhibrida dikenal dengan empat kelas benih, yaitu: benih penjenis (breeder seed/BS), benih dasar (foundation seed/FS), benih pokok (stock seed/SS), dan benih sebar (extension seed/ES).

Pengertian dan warna label berdasarkan kelas benihnya, diuraikan secara singkat sebagai berikut:
a.    Benih Penjenis = BS (Breeder Seed) Warna Label Kuning
      Benih yang diproduksi oleh dan dibawah pengawasan Pemulia Tanaman dan merupakan sumber untuk perbanyakan Benih dasar
b.    Benih Dasar = BD (Fondation Seed) Warna Label Putih
      Keturunan pertama dari BS atau BD yang diproduksi dibawah bimbingan yang intensif dan pengawasan yang ketat hingga kemurnian varietas yang tinggi dapat terpelihara
c.   Benih Pokok = BP (Stock Seed) Warna Label Ungu.
Keturunan dari BS atau BD yang diproduksi dan dipelihara sedemikian sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas memenuhi standar mutu yang ditetapkan serta disertifikasi sebagai Benih Pokok
d.   Benih Sebar = BR (Extension Seed) Warna Label Biru
            Keturunan dari BS atau BD atau BP yang diproduksi dan dipelihara sedemikian sehingga identitas dan tingkat kemurniannya dapat dipelihara dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan dan telah disertifikasi sebagai benih sebar

1.     Pengertian, ruang lingkup dan permasalahan perbenihan
a.    Pengertian Benih
Biji (grain) dan Benih (seed) memiliki arti dan pengertian yang bermacam-macam, tergantung dari segi mana meninjaunya. Meskipun biji dan benih memiliki jumlah, bentuk, ukuran, warna, bahan yang dikandungnya dan hal-hal lainnya berbeda antara satu dengan lainnya, namun sesungguhnya secara alamiah merupakan alat utama untuk mempertahankan/menjamin kelangsungan hidup suatu spesies dialam.

Secara botanis/struktural, biji dan benih tidak berbeda antara satu dengan lainnya, keduanya berasal dari zygote, berasal dari ovule, dan mempunyai struktur yang sama. Secara fungsional biji dengan benih memiliki pengertian yang berbeda. Biji adalah hasil tanaman yang digunakan untuk tujuan komsumsi atau diolah sebagai bahan baku industri. Sedangkan benih adalah biji dari tanaman yang diproduksi untuk tujuan ditanam/dibudidayakan kembali. Berdasarkan pengertian tersebut maka benih memiliki fungsi agronomi atau merupakan komponen agronomi, oleh karena itu benih termasuk kedalam bidang/ruang lingkup agronomi. Dalam pengembangan usahatani, benih merupakan salah satu sarana untuk dapat menghasilkan produksi yang setinggi-tingginya. Karena benih merupakan sarana produksi, maka benih harus bermutu tinggi (mutu fisiologis, genetik dan fisik) dari jenis yang unggul. Sebagai komponen agronomi, benih lebih berorientasi kepada penerapan kaidah-kaidah ilmiah, oleh karena itu lebih bersifat ilmu dan teknologi. Ilmu benih adalah cabang dari biologi yang mempelajari tentang biji sebagai bahan tanam dengan segala aspek morfologi dan fisiologisnya.

b.    Ruang Lingkup dan Sejarah Perkembangan Perbenihan
Benih memiliki fungsi agronomi dan merupakan komponen agronomi sehingga termasuk kedalam bidang/ruang lingkup agronomi. Benih merupakan salah satu sarana untuk dapat menghasilkan produksi yang setinggi-tingginya. Untuk mengetahui dan memahami masalah benih sebagai suatu ilmu dalam ruang lingkup agronomi diperlukan pengetahuan tentang aspek-aspek morfologis (variasi fisik pada benih, penyebaran benih) dan fisiologis benih (reproduksi, pembentukan dan perkembangan biji, perkecambahan, viabilitas, dormansi, vigor dan kemunduran benih). Pengetahuan dan pemahaman terhadap aspek-aspek tersebut memerlukan bantuan dari berbagai cabang ilmu yang terkait dengannya, seperti; botani, fisiologi tumbuhan, fisika, genetika, hama dan penyakit, kimia taksonomi, dan cabang ilmu lainnya.

Sejarah perkembangan perbenihan di Indonesia dimulai pada tahun 1905 ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan Departemen Pertanian. Pendirian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman rakyat dengan cara menyebarkan benih unggul khususnya padi. Guna menunjang penyebaran benih maka didirikanlah kebun-kebun benih diberbagai tempat seperti; kebun benih Crotolaria di Jogya (1924), kebun bibit kentang di Tosari, kebun benih padi di Karawang, kebun benih sayuran di Pacet dan kebun benih buah-buahan di Pasuruan (1927). Setelah kemerdekaan RI (1957), penyebaran benih unggul dilakukan oleh jawatan pertanian rakyat. Pada tahun 1960, penyebaran benih dilakukan oleh gabungan pemancar bibit (penangkar), pada saat ini belum ada teknologi pengolahan, penyimpanan, pengujian dan kualifikasi mutu benih.

Selanjutnya pada tahun 1969, dirintis proyek benih secara kontinyu oleh direktorat pengembangan produksi padi, Direktorat Jenderal Pertanian, Departemen Pertanian. Selanjutnya pada tahun 1971, dibentuk Badan Benih Nasional yang tugas pokoknya adalah merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan di bidang perbenihan.

c.    Pemasalahan dalam Perbenihan
Benih sebagai komponen agronomi selalu dituntut tersedia dengan syarat mutu yang tinggi. Mutu yang harus dipenuhi oleh suatu benih adalah mutu fisiologis (daya kecambah, vigor dan daya simpan yang tinggi), mutu genetik (kemurnian benih) dan mutu fisik (bersih dari kotoran fisik ) serta kesehatan benih (bebas hama dan penyakit).

Tuntutan mutu ini hanya dapat diperoleh jika suatu benih diproduksi dan diuji kualitasnya dengan cara-cara yang sesuai dengan standar dan ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu permasalahan dalam perbenihan yang berhubungan dengan mutu benih dapat muncul pada saat proses produksi benih, prosessing, penyimpanan dan pada proses pengujian mutu benih. Jika salah satu dari proses tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka mutu benih yang diperoleh tidak sesuai dengan mutu yang diharapkan.

Permasalahan yang dapat muncul adalah rendahnya daya kecambah, vigor dan daya simpan benih, rendahnya mutu genetik karena tercampur dengan varietas lain, serta rendahnya mutu fisik dan kesehatan benih Benih sebagai sarana produksi yang selalu diharapkan tersedia tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis dan tepat harga, sangat ditentukan oleh ketepatan dalam perencanaan jumlah dan jenis benih yang akan diproduksi, distribusi dan pemasarannya. Ketersediaan benih yang kurang dari kebutuhan petani, waktu ketersediaan yang tidak sesuai dengan saat diperlukan, jenis benih yang tidak sesuai dengan yang direncanakan ditanam dan harga yang tidak terjangkau oleh petani, merupakan masalah yang sering terjadi dalam kegiatan perbenihan.

d.    Rangkuman
Secara botanis/struktural, biji dan benih tidak berbeda antara satu dengan lainnya, keduanya berasal dari zygote, berasal dari ovule, dan mempunyai struktur yang sama Secara fungsional biji dengan benih memiliki pengertian yang berbeda. Biji adalah hasil tanaman yang digunakan untuk tujuan komsumsi atau diolah sebagai bahan baku industri. Sedangkan benih adalah biji dari tanaman yang digunakan untuk tujuan ditanam/dibudidayakan kembali.

Pengetahuan dan pemahaman terhadap benih memerlukan bantuan dari cabang ilmu lainnya, seperti; botani, fisiologi tumbuhan, fisika, genetika, hama dan penyakit, kimia taksonomi, dan cabang ilmu lainnya. Sejarah perkembangan perbenihan di Indonesia dimulai pada tahun 1905 ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan Departemen Pertanian, yang bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman rakyat. Setelah kemerdekaan RI (1957), penyebaran benih unggul dilakukan oleh Jawatan Pertanian Rakyat. Pada tahun 1960, penyebaran benih dilakukan oleh gabungan pemancar bibit (penangkar). Selanjutnya pada tahun 1971, dibentuk Badan Benih Nasional yang tugas pokoknya adalah merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan di bidang perbenihan.

Permasalahan dalam perbenihan yang berhubungan dengan mutu benih dapat muncul pada saat proses produksi benih, prosessing, penyimpanan dan pada proses pengujian mutu benih. Benih sebagai sarana produksi yang selalu diharapkan tersedia tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis dan tepat harga, sangat ditentukan oleh ketepatan dalam perencanaan jumlah dan jenis benih yang akan diproduksi, distribusi dan pemasarannya.

2.    Definisi Benih
Benih adalah biji yang dipersiapkan untuk tanaman, telah melalui proses seleksi sehingga diharapkan dapat mencapai proses tumbuh yang besar. Benih siap dipanen apabila telah masak. Ada beberapa fase untuk mencapai suatu tingkat kemasakan benih, yaitu fase pembuahan,fase penimbunan zat makanan dan fase pemasakan. Fase pertumbuhan dimulai sesudah terjadi proses penyerbukan, yang ditandai dengan pembentukan-pembentukan jaringan dan kadar air yang tinggi. Fase penimbunan zat makanan ditandai dengan kenaikan berat kering benih, dan turunnya kadar air. Pada fase pemasakan, kadar air benih akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara di luar; dan setelah mencapai tingkat masak benih; berat kering benih tidak akan banyak mengalami perubahan.

Tolak ukur yang umumnya dijadikan patokan untuk menilai tingkat kemasakan benih adalah warna, bau, kekerasan kulit, rontoknya buah (benih), pecahnya buah, kadar air dan lainnya. Benih dikatakan masak secara fisiologis dan siap untuk dipanen, apabila zat makanan dari benih tersebut tidak lagi tergantung dari pohon induknya, yang umum ditandai dengan perubahan warna kulitnya. Waktu yang paling baik untuk pengumpulan benih adalah segera setelah benih itu masak. Masaknya buah (benih) umumnya terjadi secara musiman, walaupun cukup banyak juga jenis-jenis pohon yang menghasilkan buah masak tetapi tidak mengikuti musim yang jelas.

Pengumpulan buah/benih pohon yang umumnya dilakukan dengan cara; pengumpulan langsung di bawah tegakan yang telah merontokan buah-buah masak. Buah itu langsung diambil dan dikumpulkan dari pohon-pohon yang masih berdiri, atau dengan cara menebang pohonnya.

Cara yang pertama adalah cara yang paling sederhana dan mudah dilaksanakan. Menjelang benih-benih jatuh, tanah di bawah tegakan yang akan dijadikan sebagai sumber benih dibersihkan terlebih dahulu untuk memudahkan pengumpulannya. Cara yang umum dipakai untuk mendapatkan benih dalam jumlah besar dari tegakan benih adalah dengan pengumpulan langsung dari pohon-pohon yang berdiri, yang dapat dipanjat dengan bantuan beberapa peralatan.

Cara pengumpulan benih dengan cara memotong cabang-cabang yang berbuah atau memotong tangkai pohonnya adalah cara yang tidak dianjurkan, karena akan mengganggu kelestarian produksi benih itu sendiri.

Buah atau benih yang telah dikumpulkan/dipanen, dimasukan ke dalam tempat yang telah disediakan, kemudian diberi label, yang antara lain menjelaskan tentang nama jenis, tempat dan tanggal pengumpulan, nama pengumpul dan jumlahnya. Penanganan selanjutnya adalah pengangkutan, ekstraksi, pembersihan dan pengeringan, serta pengepakan dan pemberian label benih.

2.2.  KOMPONEN KEGIATAN PRODUKSI BENIH
Dalam pelaksanaan kegiatan produksi/penagkaran benih terdapat tiga komponen utama penjamin mutu yaitu: benih atau tanaman, lingkungan tumbuh atau lapangan produksi, dan pengelolaan atau teknik budidaya. Hubungan antara ketiga komponen tersebut, disarikan dalam gambar 1.
Tanaman lazimnya mengalami dua tahap perkembangan yaitu tahap perkembangan vegetatif dan tahap perkembangan reproduktif/generatif. Tahap perkembangan vegetatif meliputi: perkecambahan benih, pemunculan bibit, dan pertumbuhan bibit menjadi tanaman dewasa. Tahap perkembangan reproduktif meliputi: pembentukan bunga, pembentukan benih, pemasakan benih, dan pematangan benih. Siklus perkembangan tanaman yang lengkap pada akhirnya akan menghasilkan benih. Produk reproduktif disebut benih karena secara ekologis dimanfaatkan tanaman untuk melanjutkan keturunannya. Pengertian benih (yang konvensional), dengan demikian dapat dibatasi sebagai: produk pembuahan tanaman atau tumbuhan yang digunakan bukan untuk tujuan konsumsi.

Lingkungan tumbuhan dapat digolongkan ke dalam tanah atau substrat tempat tumbuh benih/tanaman, iklim atau cuaca, dan makhluk biologis atau makhluk hidup. Tanah atau substrat tempat tumbuh merupakan komponen pemasok hara dan air yang diperlukan tanaman selain sebagai tempat hidup komponen biologis.

KOMPONEN KEGIATAN PRODUKSI BENIH
Text Box: 1
Text Box: 2
 

   BENIH/
   TANAMAN
Vegetatif
·   Perkecambahan Benih
·   Pemunculan Bibit
·   Pendewasaan Tanaman



Reproduktif
·   Pembungaan
·   Pembentukan Benih
·   Pemasakan Benih
·   Pematangan Benih








   LINGKUNGAN/AREA
  PROD. BENIH
Tanah/ Substrat
·   F i s i k
·   K i m i a
·   B i o l o g i s




Iklim/Cuaca
·   Udara/angin
·   S u h u
·   Kelembaban Nisbi
·   H u j a n
·   Cahaya Matahari
B e n i h
Mutu
·   Genetik
·   Fisiologis
·   F i s i k
H a s i l
Biologis
·   H a m a
·   P e n y a k i t
·   G u l m a
·   Jasad Bermanfaat




Text Box: 3




 TEKNIK BUDIDAYA/
 KULTUR TEKNIS
Prinsip Genetik
·   Sejarah Lapang
·   Benih Sumber
·   I s o l a s i
·   Roguing
·   Pencegahan Kontaminasi Mekanis
·   Wilayah Adaptif



Prinsip Agronomis
·   Pemilihan & Penyiapan lahan
·   Pemeliharaan Tanaman
·   Pemanenan Hasil Tan.
·   Penanganan Benih Sampai Siap Salur




Gambar 1: Komponen Kegiatan Produksi Benih

Komponen biologis yang dapat merugikan meliputi: hama, penyakit, dan gulma; sedangkan yang menguntungkan tanaman antara lain: bakteri rhizobium dan cendawan mycorhizae. Lingkungan tumbuh yang baik memungkinkan produksi benih yang baik pula. Lingkungan tumbuh dan benih atau tanaman menjalin hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain.

Pengelolaan atau teknik budidaya/kultur teknis tanaman untuk menghasilkan benih mencakup dua prinsip yaitu prinsip genetis dan prinsip agronomis. Dalam prinsip genetik, teknik  budidaya  diarahkan  untuk menghasilkan benih yang bermutu genetik tinggi, yaitu  benih yang sesuai dengan deskripsi varietasnya. Dalam prinsip agronomis, teknik budidaya tanaman diarahkan untuk menghasilkan benih yang bermutu fisiologis dan mutu fisik yang tinggi, selainhasil yang juga tinggi. Pengelolaan atau teknik budidaya dimaksudkan untuk memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi tanaman. Dalam produksi benih yang serba diatur, pengelolaan identik dengan lingkungan tumbuh. Teknik budidaya mempengaruhi pertumbuhan benih atau tanaman.

2.3.  LINGKUP KEGIATAN PRODUKSI BENIH
Memperhatikan uraian di atas, jelaslan bahwa produksi benih meliputi berbagai kegiatan yang dimulai dari persiapan penanaman benih sampai benih dihasilkan kembali dan siap disalurkan kepada konsumennya sebagaimana diilustrasikan pada sketsa gambar 2 halaman berikut.











Gambar 2: “Jembatan” Teknologi Benih (beserta daya dukungnya)
[pergerakan/‘aktivitas’ menghasilkan varietas baru]
Agar lebih mendukung dalam program pengembangan produksi benih tanaman yang ‘berkualitas’, ada lima sub sistem dalam sistem perbenihan yang berkaitan, yaitu :
a.    Penelitian dan Pengembangan varietas,
b.    Penyediaan / produksi benih bermutu dari varietas unggul,
c.    Pengawasan mutu dan sertifikasi benih,
d.    Pemasaran dan distribusi/ peredaran benih,
e.    Kelembagaan (regulasi/dasar hukum yang mengatur), dan dedikasi SDM.

Ke lima sub sistem tersebut harus berfungsi dan berjalan dengan baik, dan harus selalu dilakukan pengembangan konsep yang mengarah pada prinsip ‘continual improvement’ (upaya perbaikan yang berkelanjutan) dalam penerapannya.
Berdasar konsep sistem pengembangan kinerja perbenihan, maka dapat diuraikan lebih jauh bahwa kegiatan produksi, pengolahan, pengujian, dan pengemasan benih pada unit usaha produksi benih diantaranya meliputi: pemantauan selama proses penelitian dan produksi di areal pertanaman, penerimaan bahan benih (buah hasil panen dari lahan produksi benih), pengolahan benih, pengujian mutu benih di laboratorium, penyimpanan, dan pengemasan benih hingga benih siap di gunakan sebagai bahan pertanaman; yang paling tidak meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. pemeliharaan pertanaman di areal produksi, 2. pengolahan bahan benih (buah hasil panen) menjadi benih, 3. pengelolaan/penanganan benih, 4. pengujian mutu benih, serta 5. penyimpanan dan pengemasan benih. Unit usaha produksi benih sebaiknya tidak hanya akan berfungsi dalam menghasilkan dan menilai status mutu benih yang akan dipasarkan saja, akan tetapi juga berfungsi dalam pemantauan seluruh kegiatan usaha produksi benih mulai dari kultur teknis di areal pertanaman (baik ketika dalam tahap penelitian, juga pada tahap penangkaran) hingga benih tersebut telah siap dikemas untuk dipasarkan dan atau digunakan oleh petani selaku pengguna akhir, sebagai bahan pertanaman.

Guna mendukung kegiatan-kegiatan di atas, unit usaha produksi benih juga berfungsi sebagai tempat melakukan pengkajian dalam rangka memecahkan masalah teknis yang dihadapi di lapangan. Berdasar pertimbangan kepentingan tersebut, maka jenis kegiatan pengelolaan fasilitas khusunya peralatan dan mesin yang seharusnya ditangani oleh unit usaha produksi benih, sebaiknya meliputi ruang lingkup pekerjaan mulai dari:
·       pemeliharaan pertanaman di areal produksi,
·       penerimaan bahan benih (buah hasil panen) dari lahan produksi benih,
·       pengolahan benih,
·       pengujian mutu benih,
·       penyimpanan benih,
·       penanganan administrasi, hingga
·       reparasi kecil.




BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Hasil dari diskusi ini yaitu adalah sebagai berikut :
a.   Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia, nomor 12 tahun 1992, tentang: Sistem Budidaya Tanaman; dalam Bab I: Ketentuan Umum, Pasal 1 – ayat 4, berbunyi: Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan / atau mengembangbiakkan tanaman”.
b.   Dalam pelaksanaan kegiatan produksi/penagkaran benih terdapat tiga komponen utama penjamin mutu yaitu: benih atau tanaman, lingkungan tumbuh atau lapangan produksi, dan pengelolaan atau teknik budidaya.
c.   Perjalanan dan teknologi benih pada proses perjalanan benih dari pemulia, dan mendapatkan benih yang berkualitas.

3.2. Pembahasan
1. BENIH
Benih merupakan sarana penting dalam produksi pertanian dan menjadi faktor pembawa perubahan (agent of change) teknologi dalam bidang pertanian. Peningkatan produksi tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan; salah satu aspek penentu utama keberhasilannya adalah: digunakannya benih varietas unggul dengan disertai teknik budidaya yang lebih baik dibandingkan masa sebelumnya. Benih-benih varietas unggul dapat diperoleh melalui seleksi dan hibridisasi tanaman, baik yang dilakukan oleh lembaga penelitian milik pemerintah, maupun industri perbenihan swasta yang mempunyai divisi penelitian dan pengembangan (research and development).

Hasil seleksi dan hibridisasi  tanaman berupa varietas baru mempunyai keunggulan yang harus dipertahankan pada generasi berikutnya melaui perbanyakan, sekaligus mempertahankan kemurnian genetik dan mutu benihnya. Bidang produksi benih dapat dikelompokkan menjadi: produksi benih sumber dan produksi benih komersial.

Benih sumber dapat juga disebut dengan benih inti, hanya diperbanyak oleh para breeder (pemulia) yang ada di instansi pemerintah, perusahaan swasta, maupun perorangan. Benih sumber diproduksi dalam jumlah sedikit untuk perbanyakan benih penjenis atau bahan persilangan. Panen hasil budidaya/kulturisasi untuk setiap tanaman, buah, bulir,  atau polong (bahan benih); dilakukan khusus dalam suatu kegiatan yang disebut dengan ‘penangkaran’. Hasil benih sumber tidak diperjualbelikan. Sementara hasil benih komersial adalah benih yang diperbanyak oleh breeder, produsen benih, ataupun penangkar benih, maupun perorangan dalam jumlah banyak.

Produksi benih komersial perlu didukung oleh program produksi benih sumber secara terus menerus agar dapat menjamin kontinuitas ketersediaan benih bagi petani pengguna. Di Indonesia, benih nonhibrida dikenal dengan empat kelas benih, yaitu: benih penjenis (breeder seed/BS), benih dasar (foundation seed/FS), benih pokok (stock seed/SS), dan benih sebar (extension seed/ES).

Pengertian dan warna label berdasarkan kelas benihnya, diuraikan secara singkat sebagai berikut:
a.      Benih Penjenis = BS (Breeder Seed) Warna Label Kuning
      Benih yang diproduksi oleh dan dibawah pengawasan Pemulia Tanaman dan merupakan sumber untuk perbanyakan Benih dasar
b.      Benih Dasar = BD (Fondation Seed) Warna Label Putih
      Keturunan pertama dari BS atau BD yang diproduksi dibawah bimbingan yang intensif dan pengawasan yang ketat hingga kemurnian varietas yang tinggi dapat terpelihara
c.      Benih Pokok = BP (Stock Seed) Warna Label Ungu.
Keturunan dari BS atau BD yang diproduksi dan dipelihara sedemikian sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas memenuhi standar mutu yang ditetapkan serta disertifikasi sebagai Benih Pokok

d.      Benih Sebar = BR (Extension Seed) Warna Label Biru
            Keturunan dari BS atau BD atau BP yang diproduksi dan dipelihara sedemikian sehingga identitas dan tingkat kemurniannya dapat dipelihara dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan dan telah disertifikasi sebagai benih sebar





2. PELAKSANAAN KEGIATAN BENIH
KARAKTER BUAH, DAN BIJI
      1. KARAKTER BUAH
Menurut strukturnya, biji (bahan benih) adalah suatu ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang biasanya terbentuk   dari   bersatunya   sel-sel   generatif (gamet)   di  dalam  kandung   embrio   (embryo  sac)   serta   cadangan makanan  yang  mengelilingi  embrio.  Letak  biji  (bahan  benih)  pada  buah   tidak   selalu berada di bagian dalam, tetapi dapat  pula berada dipermukaan buah.

Berdasarkan sifatnya, buah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
a)     Dry seed (buah batu)
            Buah batu mempunyai kadar air agak rendah pada saat benih mulai masak, karena benih mulai mengering pada tanaman induknya sebelum di panen. Beberapa tanaman yang termasuk dalam buah batu adalah kubis, selada, kacang-kacangan dan bawang.
b)     Fleshy fruit (buah berdaging)
     Tanaman yang termasuk dalam buah berdaging adalah cabai, okra dan pare (bitter gourd)
c)     Wet fleshy fruit (buah berdaging dan berair)
            Buah tipe ini, selain berdaging juga berair seperti tomat dan semangka sehingga pada saat benih masak fisiologis dan masak morfologis kandungan air benih masih tinggi dan benih diselaputi oleh lendir yang mengandung bahan yang bersifat inhibitor.

Berdasarkan bentuk dan letak bijinya, buah dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Buah tunggal
Buah tunggal dari ovary atau bakal buah tunggal, biji terletak di bagian dalam buah. Pada saat buah masak biasanya biji juga telah terbentuk dengan sempurna. Dinding ovary (pericarp) tersusun dari 3 lapisan yaitu exocarp (lapisan terluar), mesocarp (lapisan tengah) dan endocarp (lapisan terdalam).
b.  Buah berdaging
Pericarpnya menjadi lunak pada saat buah masak, karena terbentuk dari bagian parenchyma hidup yang sukulen.
1)     Pome; di mana bagian luar dari pericarp berdaging sedangkan endocarpnya agak keras.
           Contoh: apel (Malus sylvestris), pear (Pyrus sp).
2)    Drupe atau buah batu; memiliki endocarp yang keras seperti batu. Kulit buah adalah exocarpnya, bagian berdaging yang dapat dimakan adalah mesocarpnya, umumnya berbiji satu.
           Contoh: kenari (Ganarium vulgare), cherry (Prunus cerasus), peach (Prunus persica (L) Stakes).
3). Berry: Pericarpnya lunak berdaging, kecuali bagian exocarp yang tipis seperti kulit. Contoh: anggur (Vitis vinifera), tomat (Lycopersicon esculentum Mill).
a).  Pepo: kulit buah tebal terbentuk dari exocarp dan jaringan receptacle, kulit buah ini tidak terpisah dari daging buah. Contoh: labu (Cucurbita pepo), mentimun (Cucumis sativus), semangka (Citrullus vulgaris).
b).   Hesperidium: kulit buah terbentuk dari exocarp dan mesocarp dan terpisah dari daging buah yang terbentuk dari bagian endocarp.
             Contoh: jeruk (Citrus sp).
c.  Buah kering
Pericarp kering dan agak keras karena terbentuk dari sel-sel sklerenchyma yang mati.
1). Buah dehiscent: biasanya mempunyai lebih dari 1 biji, pericarp terbuka bila buah telah masak.
a). Legume: terbentuk dari putik tunggal, pericarp akan terbuka pada kedua belah sisi.
      Contoh: kapri (Pisum arvense), kacang tanah (Arachis hypogea).
      Loment adalah legume yang bersegment.
b). Follicle: terbentuk dari putik tunggal, pericarp hanya terbuka pada satu sisi. Contoh: milkweed, (Asclepias sp), larkspur (Delphinium sp).
c). Capsule: buah terbentuk dari putik majemuk.
      Contoh: kecubung (Papaver sp), dan morning glory (Ipomea purpurea).
      Silique: adalah capsul berlokula dua yang memanjang.
      Contoh: kubis (Brassica sp).
      Silicle: adalah silique yang pendek dan lebar.
      Contoh: pepper grass (Lepidium sp)
      Pyxis: adalah capsul dengan tipe dihiscent yang circumcissile (dehisce = dinding buah terbuka bila masak).

2). Buah indehiscent: biasanya mengandung sebuah biji, pericarp tidak terbuka bila buah telah masak.
a). Achene: biji kecil dan hanya sebuah, melekat pada pericarp hanya pada satu ujung. Pericarp terpisah dari kulit biji.
      Contoh: bunga matahari (Helianthus annuus L), selada (Lactuca sativa L),
b). Caryopsis atau grain: biji kecil dan hanya sebuah pericarp melekat menjadi satu dengan kulit biji.
       Contoh: merupakan tipe buah yang terdapat pada famili rerumputan termasuk jagung (Zea mays L), padi (Oryza sativ a L), gandum (Triticum aestivum L).
c). Samara: adalah achene yang bersayap.
      Contoh: maple (Acer sp), elm (Ulmus sp).
d). Schizocarp: dimana buah terbagi atas dua atau lebih bagian-bagian indehiscent berbiji satu.
      Contoh: wortel (Daucus carota L).
e). Nut: dicirikan oleh pericarp yang mengeras, kebanyakan berbiji satu.
      Contoh: chestnut (Castanea sp).

d.  Buah majemuk
Buah majemuk berasal dari bunga yang memiliki banyak putik pada satu receptacle atau dasar bunga yang sama.
Contoh: Strawberry (Fragaria sp), biji yang bertipe achene terletak pada permukaan buahnya, bagian berdaging yang dapat dimakan adalah receptaclenya. Buah individual dari buah majemuk adalah drupe pada blackberry (Rubus sp).

e. Buah berganda terbentuk dari sejumlah bunga yang bergerombol saling berdekatan tetapi terpisah satu sama lainnya.
Contoh: - bit (Beta vulgaris L)
- nenas (Ananas comusus L); karena peristiwa partenokarpi yang umum terjadi pada tanaman ini maka jarang didapati biji pada buah nenas.
- mulberry.

2.  KARAKTER BIJI
Secara morphologi, biji terdiri dari 3 bagian dasar yaitu: embrio, jaringan penyimpan cadangan makanan, dan pelindung biji;


a. Embrio
Embrio adalah suatu tanaman baru yang terjadi dari bersatunya gamet-gamet jantan dan betina pada suatu proses pembuahan. Embrio yang perkembangannya sempurna akan terdiri dari struktur-struktur sebagai berikut: epikotil (calon pucuk), hipokotil (calon akar) dan kotiledon (calon daun).
Tanaman di dalam kelas Angiospermae diklasifikasikan oleh banyaknya jumlah kotiledon.

Tanaman monokotiledon mempunyai satu kotiledon misalnya: rerumputan (grasses) dan bawang (Allium sp); tanaman dikotiledon mempunyai dua kotiledon misalnya: kacang-kacangan (Legumes) sedangkan pada kelas Gymnospermae pada umumnya mempunyai lebih dari dua kotiledon: misalnya pinus (Pinus sp.), yang mempunyai sampai sebanyak 15 kotiledon.

Pada rumput-rumputan (grasses) kotiledon yang seperti perisai disebut scutellum, kuncup embrioniknya disebut plumulle yang ditutupi oleh upih pelindung yang disebut koleoptil, sedangkan pada bagian bawah terdapat akar embrionik yang disebut radicle dan ditutupi oleh upih pelindung yang disebut colcorhiza.

b. Jaringan Penyimpan Cadangan Makanan
Pada biji ada beberapa struktur yang dapat berfungsi sebagai jaringan penyimpan cadangan makanan yaitu:
1).  Kotiledon, misal pada kacang-kacangan (Legumes), semangka (Citrullus vulgaris Schrad), labu (Cucurbita pepo L).
2).  Endosperm, misal pada jagung (Zeamays L), gandum (Triticum aestivum L) dan golongan cerealia lainnya. Pada kelapa (Cocos nucifera L) bagian dalamnya yang berwarna putih dan dapat dimakan adalah merupakan endospermnya.
3). Perisperm, misal pada famili Chenopodiaceae (Betavulguis L dan Spinacia oleraceae L) dan Caryophyllaceae (Dianthus sp, dan Agros temaa sp).
4). Gametophyte betina yang haploid misal pada kelas Gymnospermae yaitu pinus (Pinus sp).

Cadangan makanan yang tersimpan dalam biji umumnya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Komposisi dan persentasenya berbeda-beda tergantung pada jenis biji, misal biji bunga matahari kaya akan fat/ lemak, biji kacang-kacangan kaya akan protein, biji padi mengandung banyak karbohidrat.
c.  Pelindung Biji
Pelindung biji dapat terdiri dari kulit biji, sisa-sisa nucleus dan endosperm dan kadang-kadang bagian dari buah. Tetapi umumnya kulit biji (testa) berasal dari integument ovule yang mengalami modifikasi selama proses pembentukan biji berlangsung. Biasanya kulit luar biji keras dan kuat berwarna kecoklatan sedangkan bagian dalamnya tipis dan berselaput. Kulit biji berfungsi untuk melindungi biji dari kekeringan, kerusakan mekanis atau serangan cendawan, bakteri dan insekta.

Dalam hal penggunaan cadangan makanan terdapat perbedaan di antara sub kelas monokotiledon dan dikotiledon di mana pada:
1).  Sub kelas monokotiledon: cadangan makanan dalam endosperm baru akan dicerna setelah biji masak dan dikecambahkan serta telah menyerap air.
      Contoh: Jagung (Zeamays L), padi (Oryza sativa L), gandum (Triticum aestivum L).
2).  Sub kelas dikotiledon: cadangan makanan yang dalam kotiledon atau perisperm sudah mulai dicerna diserap oleh embrio sebelum biji masak. Contoh: kacang-kacangan (Legumes), bunga matahari (Hellianthus annuus L), labu (Cucurbita pepo L).

Untuk lebih mengenal karakter dari  biji (sebagai bahan tanaman, maka selanjutnya disebut ‘benih’), berikut disajikan: struktur benih, dan kecambah beberapa tanaman; pada gambar 3. sampai dengan gambar 12.

Guna lebih mendalami kompetensi: Karakter Buah dan Biji, maka pada bagian Lembar Kerja I peserta diklat akan diberi kesempatan untuk mempraktikkan prosedur kerja dari kegiatan: Pengenalan Anatomi dan Morphologi Biji Tanaman.


Perkecambahan epigeal
 
Gambar 3:    Struktur benih dan kecambah hipogeal dan epigeal pada tanaman monokotil; I. Benih dengan embrio, II. Kecambah muda, III. Kecambah yang telah berkembang [1 Akar adventif, 4 koleoptil, 6 kotiledon,            11 embrio, 12 endosperma, 18 akar lateral, 19 mesokotil, 23 plumula,     24 daun primer, 25 akar primer, 26 radikula, 28 sketelum, 30 selaput benih, 32 akar seminal] (ISTA, 1976) 
Gambar 4:    Struktur benih dan kecambah hipogeal dan epigeal pada tanaman dikotil; I. Benih, II. Kecambah muda, III. Kecambah yang telah berkembang        [1 Akar adventif, 2 kuncup aksilar, 3 taruk aksilar (axillary shoot),              6 kotiledon, 11 embrio, 13 epikotil, 15 hipokotil, 18 akar lateral,               23 plumula, 2 daun primer, 25 akar primer, 26 radikula, 28 skeletum,       33 pucuk taruk (shoot apex)] (ISTA, 1976) 

Gambar 5:    Struktur benih dan kecambah hipogeal dan epigeal  pada tanaman pepohonan hutan; I. Benih dengan embrio, II. Kecambah muda,             III. Kecambah yang telah berkembang [6 kotiledon, 11 embrio,               12 endosperma, 13 epikotil, 15 hipokotil, 18 akar lateral, 25 akar primer, 30 testa, 33 pucuk taruk (shoot apex)] (ISTA, 1976) 
Gambar 6:    Struktur benih dan kecambah padi; A. Benih, B. Kecambah, C. Belahan benih [a sekam kelopak (lemma), b sekam mahkota (palea), c sekam (glume), d plumula, e koleoptil, f akar lateral, g akar primer (radikula),       h endosperma (skutelum)] (Delouche et al., 1962) 
Gambar 7:    Struktur benih dan kecambah jagung (berlaku pula untuk rumput-rumputan); A. Tampak luar dari jali (caryopsis), B. Tampak dalam belahan jali, C. Kecambah; [a pericarp, b lembaga (germ), c endosperma,             d skutelum, e koleoptil, f plumula, g akar seminal, h radikula, I koleoriza] (Delouche et al., 1962)
Gambar 8:    Struktur benih dan kecambah buncis (berlaku pula untuk spesies dikotil); A. Tampak luar dengan selaput benih (seed coat) telah dikelupas, B. Tampak dalam dengan membuang satu kotiledon, C. Kecambah;       [a kotiledon, b radikula, c plumula, d epikotil, e daun primer, f  titik tumbuh, g hipokotil] (Delouche et al., 1962)

Gambar 9:    Struktur benih dan kecambah gandum; A Benih utuh, B. Kecambah, C. Belahan benih; [a perikarp, b lembaga (germ), c plumula, d akar sekunder, e akar primer (radikula), f endosperma, g skutelum] (Delouche et al., 1962)
Gambar 10: Struktur benih dan kecambah kapas; A Benih, B. Kecambah, C. Embrio; [a selaput benih, b kotiledon, c bulu (lint), d hipokotil, e akar primer (radikula)] (Delouche et al., 1962)


Gambar 11: Struktur benih dan kecambah kedelai; A Benih, B. Kecambah, C. Embrio; [a selaput benih, b hilum, c hipokotil, d plumula, e kotiledon, f akar primer (radikula)] (Delouche et al., 1962)
Gambar 12: Struktur benih dan kecambah semangka; A Benih, B. Kecambah,           C. Embrio; [a selaput benih, b kotiledon, c hipokotil, d peg, e akar primer (radikula)] (Delouche et al., 1962)




PENGENALAN DAN PENGOPERASIAN  ALAT PROSESING BENIH
Kegiatan pengolahan (prosesing) benih pada unit usaha teknologi benih diantaranya terdiri dari: penerimaan bahan benih (buah hasil panen dari lahan produksi benih), pengolahan benih, dan penyimpanan benih di ruang simpan, serta pengemasan benih; yang paling tidak meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Penerimaan hasil panen (buah bahan benih), 2. Ekstrasi biji, 3. Pembersihan, dan pengeringan benih, serta 4. pengemasan dan penyimpanan benih.

Guna mendukung kegiatan-kegiatan di atas, unit usaha teknologi benih juga berfungsi sebagai tempat melakukan pengkajian dalam rangka memecahkan masalah teknis yang dihadapi di lapangan. Berdasar pertimbangan kepentingan tersebut, maka jenis kegiatan yang seharusnya ditangani oleh unit prosesing benih, sebaiknya terdiri dari:
·         penerimaan bahan benih (buah hasil panen) dari lahan produksi benih,
·         pengolahan benih,
·         penyimpanan benih,
·         pengemasan benih,

Kelengkapan fasilitas minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta kegiatan prosesing/pengolahan benih dalam usaha produksi benih pada unit kegiatan teknologi benih berdasarkan alur kegiatan beserta unit pendukungnya, adalah sebagai berikut:
1.    Ruang penerimaan bahan benih (buah hasil panen): ruang berventilasi bebas hujan untuk penampungan sementara bahan benih yang dikirim dari lapangan sebelum diproses,
2.    Ruang pengolahan benih: tempat kerja ekstraksi, pembersihan dan sortasi, pengeringan, dan pengemasan benih,
3.    Ruang penyimpanan benih: tempat penyimpanan contoh benih, koleksi benih (plasma nutfah), dan tempat penyimpanan benih sebelum dipasarkan; terdiri dari dua kamar, yaitu: kamar benih rekalsitran dan kamar benih ortodoks,


Tabel 1. Peralatan minimum unit usaha teknologi benih.

NO
JENIS /NAMA PERALATAN
KET.
1.
Peralatan penerimaan bahan benih (buah hasil panen) dari lapangan:
a.    Alat penimbang kapasitas 100 kg,
b.     Karung goni,
c.     Skop,
d.     Gerobag dorong/trolli/roda tiga.


2.
Peralatan pengolahan benih:
a.     Seed Thresher (perontok benih buah polong, padi, kangkung dsb),
b.     Extractor (perontok benih untuk jenih buah cabe dan tomat),
c.     Ember/drum fermentasi,
d.     Seed driyer (pengering buah hasil panen),
g.    Air screen cleaner,
h.     Gravity table,
i.       Spiral separator,
j.       Blower,
k.     Alat penimbang kapasitas 10 – 20 kg,
l.       Lantai jemur (10 x 20 m) dan terpal/penutup jemuran buah (bahan benih) ketika hujan.
m.   Nyiru/penampi,
n.    Plastik sealer,


Dalam modul ini akan dibahas prosedur pengoperasian beberapa peralatan penting yang biasa digunakan dalam kegiatan pengolahan dan pengujian mutu benih. Pada bagian lanjutan dari bab ini, disajikan peralatan pengolahan dan pengujian mutu benih    berdasarkan jenis dan spesifikasinya.


Peralatan pengolahan benih berdasarkan jenis dan spesifikasinya, terdiri dari:

100_0791
Gambar 13: Seed Extractor

Spesifikasi:
·        Badan (body) alat ekstraksi terbuat dari metal campuran yang kompak.
·        Kemampuan ekstraksi= 50 kg bahan basah per jam.
·        Berat alat= 45 kg.
·        Ekstraktor terbuat dari dua gerigi-gerigi besi pejal tumpul (satu bagian berputar, satu bagian lainnya statis, yang mudah dibersihkan.
  • Fungsi alat:      ekstraksi cabai basah dan tomat

100_0798
Gambar 14: Seed Thresher
Spesifikasi:
·        Alat perontok dilengkapi dengan kipas penghembus tugi (awn)
·        Kapasitas prontokan:               
Padi                      = 800–900 kg/jam
Kacang-kacangan = 450–550 kg/jam
Kangkung              = 250–400 kg/jam
·        Berat alat tanpa motor= 157 kg.
·        Alat perontok dilengkapi denganroda untuk mempermudah pemindahan.

·         Fungsi alat :  Perontok biji  (bahan  benih) padi, buah polong-polongan, kangkung dan bayam.

100_0799
Gambar 15:  Seed Dryer


Spesifikasi:
·        Badan alat pengering (cabin) terbuat dari bahan: thermal insulated wall.
·        Kapasitas ruang pemanas= T x P x L 160 x 70 x 70 cm.
·        4 rak berlobang = 15 x 60 x 60 cm
·        Daya = 1,5 kW 220V/1 ph/50Hz
·        Pengatur suhu dikendalikan panel kontrol dengan akurasi +/- 10 C

  • Fungsi alat:  Pengerih benih, bila dimodifikasi dapat juga digunakan sebagai pengering buah (bahan dasar benih)

100_0793

Gambar 16. Vacuum Packing Machine

Spesifikasi:
·        Panel pengatur: suhu, vacuum & waktu
·        Kapasitas pengemasan= 1 – 3 sct/mnt
·        Ukuran kemas max.= 38 x 28 x 5 Cm.
·        Daya listrik= 300 Watt-110/220V 50Hz
·        Berat alat= 35 kg.

  • Fungsi alat:  Pengemas   bahan   dilengkapi dengan fungsi vacuum.
100_0792
Gambar 17. Multifunctional Auto Sealer.
Spesifikasi:
·        Panel pengatur: suhu, cetak & kecepatan
·        Kapasitas pengemasan= 0 – 13 m/mnt
·        Pencetakan= 2 baris – 30 huruf.

  • Fungsi alat:  Pengemas benih, dilengkapi huruf dan angka pencetak.

Guna lebih mendalami kompetensi perihal pengoperasian peralatan prosesing dan pengemasan benih, maka pada bagian Lembar Kerja II peserta diklat akan diberi kesempatan untuk mempraktikkan prosedur kerja dari pengoperasian peralatan prosesing dan pengemasan benih.

 PROSESING’/EKSTRAKSI BUAH (bahan benih)
Salah satu aspek penting dari proses produksi benih adalah prosesing benih. Prosesing benih merupakan suatu kegiatan pengolahan benih dari buah yang dihasilkan dari hasil budidaya tanaman (untuk produksi benih, penangkaran benih) kemudiaan diproses hingga menghasilkan suatu biji/’benih’  yang siap diuji untuk menjadi benih siap disertifikasi, dipasarkan, dan siap ditanam.

Prosesing benih adalah awal dari suatu proses kegiatan untuk menghasilkan benih yang mempunyai viabilitas yang nantinya akan menentukan mutu suatu benih secara fisik.
Lingkup dari kegiatan prosesing benih ini meliputi penanganan pasca panen, ekstraksi, pengeringan dan sortasi benih.

1. Ekstraksi
a.  Pengertian Ekstraksi dan Tujuan
Ekstraksi adalah kegiatan untuk memisahkan biji dari bagian tanaman yaitu bagian daging buah, kulit buah dan tangkai malai. Hasil dari ekstraksi akan memberikan biji yang sudah bersih dari bagian-bagian lain seperti daging buah, kulit buah dan tangkai malai.
b.  Metode Ekstrasi
Beberapa metode yang biasa dilakukan untuk ekstraksi yaitu:
1).  Metode Manual
Ekstraksi dengan menggunakan metode manual dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a).   Dengan tangan (hand threshing)
Ekstraksi dapat dilakukan dengan tangan jika jumlahnya tidak banyak, seperti pada tanaman jagung dan kacang-kacangan yang dilakukan dengan mengupas kulit buah dan memipil benihnya.
b).   Dengan tongkat pemukul ( eating methode)
Hasil panen dihamparkan (ditumpuk) pada lantai yang relatif lunak atau tanah yang permukaannya telah dilapisi dengan anyaman bambu kemudian dipukul
dengan tongkat untuk memecahkan kulit buah dan memisahkan benihnya.. Pemukulan jangan dilakukan terlalu keras karena dapat merusak benih yang akan mengakibatkan kecacatan benih khususnya pada endosperm atau embrio.  Metode ini biasa digunakan untuk benih polong-polongan.

c).  Dengan hewan
Hasil panen dihamparkan di atas tanah dan dibuat membentuk lingkaran, pada titik pusatnya dipancangkan tiang untuk mengikat hewan yang akan digunakan. Hewan dibiarkan berjalan berkeliling sehingga seluruh hamparan akan terinjak, injakan hewan tersebut berfungsi untuk memecahkan kulit buah dan memisahkan benih. Metode ini biasa dilakukan untuk tanaman kedelai dan kacang hijau,, mulut hewan harus dalam kondisi dibrangus supaya tidak dapat memakan buah.

d). Menggilas dengan roda karet
Menggunakan roda karet yang didorong orang atau hewan untuk memecahkan buah, untuk buah yang memiliki kulit buah yang agak keras, roda karet dapat diganti dengan kayu atau besi yang berbentuk cakram.

2).  Metode mekanis (mechanical threshing)
Ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan mesin ekstraksi pada prinsipnya sama dengan ekstraksi secara manual, metode ini ada 2 macam yaitu:
a)    Standar thresher
Mesin ini dapat digunakan untuk mengekstraksi beberapa jenis benih seperti serealia dan kacang-kacangan, apabila akan digunakan perlu diatur terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan benih yang akan diekstraksi.
Mesin ini sukar dibersihkan sehingga dapat mengakibatkan benih tercampur dengan benih lain karena mesin ini dapat digunakan untuk beberapa jenis benih.
b)    Plot thresher
Mesin yang dirancang khusus untuk komoditas atau jenis benih tertentu, kapasitasnya relatif kecil karena jumlah benih yang diproses relatif sedikit.

c.  Menetukan Metode Ekstraksi
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menentukan metode ekstrasi,
1). Sifat benih
Metode ekstraksi sangat berkaitan dengan struktur benih, oleh karena itu  pemilihan metode ekstraksi harus disesuaikan dengan struktur benih sehingga kerusaakan benih akibat proses ekstraksi dapat dicegah. Benih berstruktur rapuh harus mendapat perhatian yang serius dalam melakukan ekstraksi.
2). Berdasarkan sifat buah
Berdasarkan sifatnya, buah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:

a)   Dry seed (buah batu)
Buah batu mempunyai kadar air agak rendah pada saat benih mulai masak, karena benih mulai mengering pada tanaman induknya sebelum di panen. Beberapa tanaman yang termasuk dalam buah batu adalah kubis, selada, kacang-kacangan dan bawang.
b)    Fleshy fruit (buah berdaging)
Pada buah berdaging, sebelum benih di ekstraksi buahnya dapat dikeringkan terlebih dahulu setelah buah masak. Tanaman yang termasuk dalam buah berdaging adalah cabai, okra dan pare (bitter gourd)
c)    Wet fleshy fruit (buah berdaging dan berair)
Buah tipe ini, selain berdaging juga berair seperti tomat dan semangka sehingga pada saat benih masaak fisiologis dan masak morfologis kandungan air benih masih tinggi dan benih diselaputi oleh lendir yang mengandung bahan yang bersifat inhibitor. Sebelum benih dikeringkan lendir yang ada dihilangkan dengan cara kimiawi atau tanpa menggunakan zat kimia tetapi dengan cara difermentasikan terlebih dahulu kemudian benih dicuci dengan air sampai bersih dan bebas dari lendir.

 2. Jenis Ekstraksi
Dilihat dari jenisnya, ektraksi ada dua antara lain
a. Ekstraksi Kering
1)    Pengertian ekstraksi kering
Dengan beragamnya jenis buah maka akan mempengaruhi jenis ekstraksi yang digunakan. Ekstraksi kering umumnya digunakan untuk jenis-jenis buah yang bersifat buah batu atau buah berdaging. Umumnya untuk jenis benih yang berasal dari buah batu sebelum dilakukan ektraksi dilakukan pengeringan terlebih dahulu.
Benih dari beberapa jenis tanaman yang berasal dari buah berdaging memerlukan metode ekstraksi khusus sebelum benih siap dikeringkan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan benih yang berasal dari buah batu tetapi sering dimodifikasi yaitu dengan ekstraksi secara kering yang dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin.

2)    Prosedur ekstraksi kering
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam ekstraksi secara kering, yaitu:
a)  Sortasi buah
Untuk mendapatkan jenis benih yang baik bermutu tinggi, maka buah-buah yang akan diektraksi harus berasal dari buah yang terseleksi sebelumnya dengan kreteria buah masak fisiologis, buah sehat tidak terserang hama dan penyakit serta tidak cacat,

b)  Pengeringan
Untuk jenis benih yang berasal dari buah berbatu sebelum diekstrak perlu dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan sebagai suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu biji dan daging serta kulit buahnya. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara menjemur secara langsung dibawah panas matahari. Pada cara ini kondisi ventilasi harus benar-benar diperhatikan dan harus dicegah terjadinya pemanasan  yang berlebih dan dilakukan pembalikan agar tidak terjadi pemanasan yang berlebih pada lapisan biji. Apabila penjemuran dibawah panas matahari tidak memungkinkan untuk dilakukan maka pengeringan dapat pula dilakukan dengan pengeringan buatan. Pengeringan buatan ini harus dilakukan secara perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya kerusakan benih karena kehilangan air dalam waktu yang singkat.
Rekomendasi dari beberapa peneliti mengatakan bahwa suhu untuk pengeringan harus disesuaikan dengan kadar air benih yang dikeringkan

c)  Pemisahan biji
Untuk memisahkan biji dari bagian daging buahnya tergantung pada metode yang ditentukan. Metode mekanis (Mechanical method) biasanya digunakan dalam skala produksi yang besar, yaitu dengan menggunakan mesin yang dirancang untuk memisahkan benih dari kulit buahnya ( seed ekstraktor ).

d)  Pencucian benih
Untuk jenis buah berdaging adakalanya setelah benih dipisahkan dari bagian daging buahnya, benih dicuci dengan air bersih hingga semua zat penghambat hilang yang ditandai dengan permukaan benih yang sudah tidak licin, benih tersebut disaring berkali-kali sampai bersih, dijemur pada pagi hari sampai siang hari dan pada siang hari cukup dikering anginkan saja selama 2 – 3 jam, sore harinya dijemur lagi.

b.   Ekstraksi Basah
1)  Pengertian ekstraksi basah
Benih dari beberapa jenis tanaman yang berasal dari buah berdaging dan berair memerlukan metode ekstraksi dan perawatan khusus sebelum benih siap dikeringkan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan benih yang berasal dari buah batu tetapi dimodifikasi dengan beberapa perlakuan seperti fermentasi, pencucian benih dan lain-lain. Untuk jenis benih yang mengandung zat penghambat perkecambahan (inhibitor) yang menyelimuti permukaan benih sebelum dikeringkan harus dihilangkan terlebih dahulu.

2)   Prosedur ekstraksi basah
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam ekstraksi secara basah, yaitu:
a)  Sortasi buah 
Untuk sortasi buah sama halnya seperti yqang dilakukan pada sortasi ekstrasksi kering
b)   Pemisahan biji
Ø Fermentasi.
Benih yang telah dipisahkan dari bagian daging buahnya, dimasukkan ke dalam wadah dan apabila perlu ditambah dengan sedikit air,  wadah ditutup dan disimpan selama beberapa hari . Adapun wadah yang digunakan untuk fermentasi benih dipilih dari wadah yang tidak korosif terhadap asam, misalnya terbuat dari logam  stainless steel, kayu ataupun plastik. Lama fermentasi tergantung pada tinggi rendahnya suhu selama fermentasi. Apabila fermentasi dilakukan pada temperatur 24 ºC – 27 ºC, maka diperlukan waktu 1 – 2 hari, sedangkan apabila digunakan temperatur 15ºC – 22ºC, dibutuhkan waktu 3 – 6 hari, tergantung pada jenis benih yang difermentasikan. Selama fermentasi, bubur (pulp) perlu diaduk untuk memisahkan benih dari massa pulp  dan mencegah tumbuhnya cendawan.  Setelah fermentasi selesai, biasanya benih akan tenggelam ke dasar wadah dan untuk memudahkan pemisahan benih dari massa  pulp perlu ditambahkan air   agar pulp menjadi encer. 
Setelah benih difermentasi, benih dicuci dengan air bersih hingga semua zat penghambat hilang, yang ditandai antara lain dengan permukaan benih yang sudah tidak licin. Selanjutnya benih tersebut dikeringanginkan pada suhu 31ºC  hingga diperoleh kadar air tertentu yang sesuai dengan peraturan  dan aman bagi penyimpanan.

Ø  Metode mekanis (mechanical method)
Metode ini hanya digunakan dalam skala produksi yang besar, yaitu dengan  menggunakan mesin yang dirancang untuk memisahkan dan membersihkan benih dari pulp yang mengandung inhibitor.


Ø  Metode kimiawi (chemical method)
Metode fermentasi memerlukan waktu yang relatif lama terutama apabila dilakukan di negara yang beriklim dingin/sedang, sehingga akan berdampak pada kualitas benih. Untuk mempersingkat waktu fermentasi, dapat digunakan  zat kumia misalnya HCl 35 %, dengan dosis 5 liter HCl 35 % dicampur dengan 100 liter air. Kemudian larutan HCl tersebut digunakan untuk merendam pulp.
Setelah direndam dan diaduk selama 30 menit, massa pulp akan mengambang di permukaan, sehingga mudah dipisahkan dari benih yang tenggelam di dasar wadah. Setelah dipisahkan, benih dicuci dengan air hingga bekas pencuciannya bersifat netral (dapat dicek dengan menggunakan kertas lakmus).

c)    Pengeringan biji
Biji-biji hasil pemisahan dari daging dan kulit buah perlu dikeringkan agar tingkat kadar air dalam biji  seimbang dengan kondisi udara normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, atau kimiawi.

Pengeringan benih adalah suatu cara untuk mengurangi kandungan air didalam biji pada taraf yang aman dengan tujuan agar biji dapat disimpan lama Pengeringan benih membutuhkan perpindahan panas, karena benih hanya dapat dikeringkan dengan mengevaporasikan uap air dari permukaannya.

Pengeringan biji dapat dilakukan dengan cara menjemur biji secara langsung. Pada cara ini kondisi ventilasi harus benar-benar diperhatikan dan harus dicegah terjadinya pemanasan  yang berlebih dan diatur pula ketebalan lapisan biji serta dilakukan pembalikan biji agar tidak terjadi pemanasan yang berlebih pada lapisan atas. Selain pengeringan melalui pemanasan dengan bantuan sinar matahari dapat pengeringan biji dilakukan dengan pengeringan buatan. Pengeringan buatan ini harus dilakukan secara perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya kerusakan benih karena kehilangan air dalam waktu yang singkat. Rekomendasi dari beberapa peneliti mengatakan bahwa suhu untuk pengeringan harus disesuaikan dengan kadar air biji yang dikeringkan seperti:
ü  Jika kadar air benih yang akan dikeringkan 18% maka suhu pengeringan  maksimal 32º C
ü  Kadar air benih yang akan dikeringkan berkisar antara 10 – 18 % maka suhu pengeringan maksimal 37º C
ü  Kadar air benih yang akan dikeringkan kurang dari 10 % maka suhu pengeringan maksimal 43º C
ü  Ada benih sayuran tertentu berapapun kadar air benih yang diinginkan , suhu untuk pengeringan harus kurang dari 27º C

3Langkah Kerja Ekstraksi
a. Ekstraksi benih ketimun
Prosedur ekstraksi benih ketimun adalah :
1) memilih buah yang masak fisiologis tingkat kematangan 80 – 90 % dengan warna buah putih bersisik, kuning bersisik atau coklat bersisik,  sehat dan tidak cacat, ukuran dan bentuk buah seragam.
2) Membelah dan mengeluarkan biji beserta lendirnya
3) Memasukkan/menampung bijidan lendirnya  kedalam wadah
4) Menutup dan menyimpan selama 24 jam
5) Mencuci biji sampai bersih dari lendir dan daging buah serta membuang biji yang terapung
6) Menjemur biji selama 3 hari di bawah panas matahari, masing-masing 3-4 jam/hari atau dimasukkan ke dalam pengering buatan (blower dan heater) dengan suhu 30 – 350 C selama 12 jam

b. Ekstraksi benih cabe
Prosedur ekstraksi benih cabe adalah :
1)  Memilih buah cabe yang sehat dan tidak cacat, ukuran dan bentuk seragam serta tingkat kematangan 80 – 90 % dengan warna merah atau pink
2)  Memotong kedua ujung buah cabe sekitar 2 cm dan dibelah/dikerat pada salah satu sisinya
3)  Memisahkan biji dari daging dan kulit buahnya
4)  Simpanlah biji pada tampi dengan ketebalan 0,5 – 1,0 cm.
5)  Jemurlah benih di bawah sinar matahari pada pagi dan sore hari sampai kadar air sekitar 6 – 9 %, pengeringan dapat dilakukan dengan memasukkan benih kedalam kantong kasa nyamuk dengan panas matahari secara tidak langsung atau panas buatan/listrik


MELAKUKAN PENGERINGAN
1.  Pengertian, dan Tujuan Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas, sehingga tingkat kadar air kesetimbangan dengan kondisi udara normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, atau kimiawi. Singkatnya, pengertian pengeringan benih adalah suatu cara untuk mengurangi kandungan air di dalam benih pada taraf yang aman dengan tujuan agar benih dapat disimpan lama.

Pengeringan benih membutuhkan perpindahan panas, karena benih hanya dapat dikeringkan dengan mengevaporasikan uap air dari permukaannya. Syarat pengeringan benih adalah evaporasi uap air dari permukaan benih harus diikuti oleh perpindahan uap air dari bagian dalam ke permukaan benihnya. Jika air menguap dari permukaan benih ke udara, maka dalam benih terjadi suatu gradien uap air yang menyebabkan uap air dari dalam bergerak ke arah permukaan benih, sehingga benih selalu ingin berada dalam kondisii equilibrium dengan kondisi sekitarnya.

Pengeringan benih dapat dilakukan dengan cara menjemur benih secara langsung. Pada cara ini kondisi ventilasi harus benar-benar diperhatikan dan harus dicegah terjadinya pemanasan  yang berlebih dan diatur pula ketebalan lapisan benih serta dilakukan pembalikan benih agar tidak terjadi pemanasan yang berlebih pada lapisan atas. Apabila jumlah benih yang harus dikeringkan banyak sedang lantai penjemuran terbatas, dapat pula dilakukan dengan pengeringan buatan. Pengeringan buatan ini harus dilakukan secara perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya kerusakan benih karena kehilangan air dalam waktu yang singkat. Rekomendasi dari beberapa peneliti mengatakan bahwa suhu untuk pengeringan harus disesuaikan dengan kadar air benih yang dikeringkan seperti:
·           Jika kadar air benih yang akan dikeringkan 18% maka suhu pengeringan  maksimal 32º C
·           Jika kadar air benih yang akan dikeringkan berkisar antara 10 – 18 % maka suhu pengeringan maksimal 37º C
·           Jika kadar air benih yang akan dikeringkan kurang dari 10 % maka suhu pengeringan maksimal 43º C

2. Kondisi Udara
Dalam pengeringan benih harus mempertahankan kondisi udara disekitarnya. Kondisi udara tersebut meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a.   Kelembaban Nisbi
Yang dimaksud dengan kelembaban nisbi adalah kandungan uap air udara pada suhu tertentu dibagi dengan kemampuan udara menyerap air pada suhu tertentu. Misal: udara pada suhu 37º C mengandung 30 g air per kg udara kering. Pada suhu tersebut udara dalam kondisi jenuh mampu menyerap air sebanyak 45 g. Dengan demikian kelembaban nisbi udara tersebut adalah 30/45 x 100% = 75 %
b.  Suhu Udara
Untuk mengukur suhu udara, dapat digunakan Dry Bulb Thermometer dan Wet Bulb Thermometer
c.  Hubungan antara suhu, kelembaban dan kandungan air udara
Dalam proses pengeringan benih, udara yang digunakan harus dapat menyerap air yang diuapkan dari benih. Untuk mengetahui hubungan tersebut  dapat menggunakan alat Psychrometric Chart.
d.  Tekanan Udara
Pada pengeringan benih jumlah uap air didalam udara akan meningkat dan peningkatannya akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan udara yang dapat menghambat proses penguapan uap air dari permukaan benih ke udara dalam proses pengeringan benih.
e.  Perhitungan Kadar Air Benih
Dapat dilakukan dengan dua cara:
·   Perhitungan kadar air benih berdasarkan berat kering benih


 KA =  w/W x 100%,    W = berat kering benih,
 w = jumlah air yang diuapkan dalam proses pengeringan.
Nilai w dapat diperoleh dengan cara mengurangi berat basah benih dengan berat kering benih setelah dikeringkan

·   Perhitungan kadar air benih berdasarkan berat basah benih
               KA = m/M x 100%,      M = berat benih sebelum dikeringkan,
                                 m = jumlah air yang diuapkan.
Nilai m dapat diperoleh dengan cara mengurangi berat benih sebelum dikeringkan dengan berat benih setelah dikeringkan.

3. Keseimbangan Kadar Air
Benih merupakan suatu kehidupan yang bersifat  higroskopis dan selalu ingin memiliki kadar air yang seimbang dengan kondisi di sekitarnya. Hal ini berarti apabila benih dikeringkan hingga kadar air tertentu dan setelah dikeringkan ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban tinggi, maka benih akan menyerap air dari udara hingga tercapai keseimbangan. Sebaliknya apabila benih dengan kadar air tinggi ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban rendah, maka benih akan menguapkan airnya hingga tercapai keseimbangan. Proses keseimbangan ini akan berjalan secara otomatis, karena sifat ini sangat penting dalam proses pengeringan benih. Sehingga penentuan kadar air benih yang dilakukan pada saat pengeringan, harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat benih tersebut akan disimpan.

4.  Kebutuhan Energi dan Pemindahan Panas
Pengeringan benih dapat dilakukan dengan pemanasan, pendinginan, ventilasi dan proses kimiawi. Namun yang sering dilakukan adalah dengan cara pemanasan, karena prosesnya lebih cepat dan untuk mencegah terjadinya proses detiorasi dalam rangka mempertahankan  kualitas benih.

Suhu yang digunakan jangan sampai merusak enzim dalam benih, agar benih tetap dapat berkecambah dan memiliki kevigoran yang tinggi. Suhu udara paling baik untuk pengeringan benih adalah 30 - 35° C.

5.  Waktu dan Lama Pengeringan
Faktor yang mempengaruhi waktu dan lama pengeringan benih antara lain:
a.     Kadar air benih
Kadar air benih yang akan dikeringkan dan kadar air benih akhir yang dikehendaki. Dengan kadar air awal yang tinggi dan diperlukan kadar air yang rendah sesudah pengerigan maka akan memakan waktu pengeringan yang lama. Tebal tipisnya kulit biji juga menentukan lamanya pengeringan.
b.     Tebal timbunan benih
Tebal tipisnya timbunan benih mempengaruhi lamanya pengeringan. Hal ini juga tergantung juga pada jenis/macam, besar, bentuk dan berat biji.
c.     Suhu udara
Suhu udara yang digunakan dalam pengeringan. Semakin tinggi temperatur udara makin cepat pengeringan. Sebaiknya temperatur untuk pengeringan benih diatur antara 35º  –  40º C.
d.     Kelembaban udara yang digunakan dalam pengeringan
e.     Laju sikurlasi udara.
Angin mengangkut uap air dari benih sehingga mempercepat proses pengeringan. Apabila kecepatan angin besar, maka pengeringan dapat berlangsung lebih cepat.
f.      Laju pengeringan 
g.     Metode pengeringan yang digunakan

6.  Metode pengeringan
Ada dua macam cara pengeringan, yaitu dengan pengeringan sinar matahari dan pengeringan mekanis (pengeringan dengan udara panas atau uap panas).
a.  Pengeringan sinar matahari
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan pengeringan tradisional. Namun, pada umumnya karena hasil yang diperoleh bermutu baik maka cara pengeringan ini masih sering digunakan. Adapun cara yang umum dikerjakan dalam pengeringan ini, bahan dikeringkan pada lantai yang terbuat dari semen, atau bahan dihamparkan pada wadah berupa tampah, atau bahan ditempatkan pada rak-rak yang dibuat khusus untuk pengeringan.

Pengeringan dengan sinar matahari memiliki keuntungan, yaitu antara lain:
1)    pengeringan dapat dilakukan dimana saja saat sinar matahari tersedia.
2)    pengeringan mudah dilakukan, ekonomis, dan efisien.

Untuk mempercepat proses dan memperoleh hasil pengeringan yang seragam, maka dalam waktu tertentu benih yang dikeringkan di bawah sinar matahari harus di bola-balik. Pengeringan dengan matahari tidak hanya pada benih saja juga pada benih yang masih di dalam daging buah/ terbungkus oleh kulit biji seperti: kacang panjang, cabe.

Adapun kerugian pengeringan dengan sinar matahari, yaitu antara lain:
1)    untuk mendapatkan hasil yang benar-benar kering memerlukan waktu yang lama.
2)    Pengeringan akan sangat tergantung pada sinar matahari.
3)    Pengeringan memerlukan tempat yang luas.
4)    karena suhu dan waktu sukar diatur, selama pengeringan dapat terjadi kerusakan akibat aktivitas mikroba.

b. Pengeringan mekanis
Dalam pengeringan mekanis, sebagai bahan pemanas yang lazim digunakan adalah udara panas yang kering (tidak mengandung uap air) atau uap panas yang dialirkan melalui pipa-pipa. Bentuk alat pengering beraneka ragam disesuaikan dengan bahan hasil pertanian yang akan dikeringkan. Beberapa macam alat pengering mekanis, yaitu:
1)    Pengering berbentuk ‘kabinet’ / lemari
Alat pengering ini mempunyai rak-rak untuk menempatkan bahan yang akan dikeringkan. Satu alat pengering kabinet rata-rata mempunyai 3 atau 4 rak. 

2)    Pengering berbentuk kiln
Alat pengering ini hampir sama dengan pengering kabinet, tetapi ruangannya lebih luas dan lebih besar. Pengering ini mempunyai pipa-pipa pemanas yang ditempatkan pada bagian bawah (lantai) dan pada bagian atas (atap) ruangan.  
3)    Pengering berbentuk terowongan
      Prinsipnya tidak berbeda dengan kedua pengering di atas. Ruang pengeringnya lebih luas lagi sehingga dapat digunakan untuk mengeringkan benih lebih banyak.
4)    Pengering yang dapat berputar
      Bagian dalam pengering ini berbentuk silindris, semacam sayap yang banyak. Melalui antara sayap-sayap tersebut dialirkan udara panas yang kering sementara silinder pengering berputar. Dengan adanya sayap-sayap tersebut bahan seolah-olah diaduk sehingga pemanasan dapat merata dan akhirnya diperoleh hasil yang lebih baik.

7. Sistem Pengeringan
Pengeringan benih dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a.  Pengeringan dengan Udara
Untuk meningkatkan daya serap air udara dalam mengeringkan benih, dapat dilakukan dengan cara;
·   Meningkatkan Suhu Udara
   Dilakukan dengan cara memanaskan udara sebelum digunakan untuk mengeringkan benih. Suhu udara tidak boleh terlalu tinggi untuk mencegah terjadinya pemanasan yang berlebihan yang dapat menyebabkan benih kehilangan viabilitas. Suhu udara yang direkomendasikan untuk pengeringan benih adalah antara 35 - 40°C.
·   Menurunkan Suhu Udara
   Pengeringan dengan Sistem Ventilasi
   Maksudnya adalah mengganti secara kontinyu udara mengalir yang digunakan dalam proses pengeringan benih dengan udara baru yang memiliki kandungan air lebih rendah, sehingga dapat menyerap air yang diuapkan benih.

Keuntungan menggunakan sistem ini antara lain:
·   Udara dengan kondisi tertentu memiliki daya yang sangat memadai untuk proses pengeringan.
·   Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap benih yang dikeringkan karena suhu udara tidak tinggi.
·   Suhu benih yang dikeringkan relatif sama.
·   Memiliki dampak positif terhadap pengawetan benih.
·   Kadar air benih pada akhir proses pengeringan sama dengan pengeringan yang dilakukan dengan pemanasan.
·   Tidak dibutuhkan energi untuk memanaskan udara dalam rangka mengurangi kadar air udara yang digunakan.
·   Proses pengeringan dapat dilakukan setiap waktu dan energi yang digunakan untuk mengalirkan udara relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan energi yang digunakan untuk memanaskan udara.

PENGEMASAN BENIH
1.    Pengertian dan Tujuan
Pengertian pengemasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan kualitas benih selama dalam penyimpanan dan atau pemasaran, sehingga tetap terjamin daya tumbuh dan daya kecambahnya secara normal.

Pengemasan benih secara umum bertujuan untuk melindungi fisik benih agar daya tumbuh dan daya kecambahnya tetap serta tanpa ada penyimpangan-penyimpangan dari kelembagaannya atau tetap tumbuh secara normal (Kartasapoetra, 2003 ). Secara khusus pengemasan benih bertujuan untuk :
  • Mempertahankan persentase viabilitas benih
  • Mempertahankan kadar air benih
  • Mengurangi deraan ( tekanan/ pengaruh ) alam
  • Memudahkan penyimpanan benih dengan kondisi yang memadai sesuai dengan karakteristik  benih
  • Memudahkan pengololaan benih
  • Memudahkan transportasi benih waktu pemasaran

2.  Bahan Pengemas benih
Bahan pengemas benih yang digunakan dipilih dari bahan yang dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar air benih. Peningkatan kadar air benih  merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan laju deteriorasi (kemunduran benih) dalam penyimpanan sehingga diperlukan bahan pengemas benih yang dapat menghambat perubahan kadar air benih.
Sebaiknya bahan pengemas benih yang digunakan juga harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
  • Mampu menahan masuknya uap air kedalam kemasan
  • Mampu menahan masuknya air ke dalam kemasan
  • Mampu menahan pertukaran gas-gas
  • Mudah didapat, bahannya cukup kuat, dan tidak beracun
  • Harganya memadai, atau tidak terlalu mahal
  • Mudah/ dapat dicetak untuk logo, merk, atau keterangan lainnya

a.  Macam-macam Bahan Pengemas Benih
Bahan pengemas yang dapat digunakan untuk mengemas benih ada banyak macamnya.  Namun bahan pengemas benih ini secara umum dapat dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan sifatnya, yakni bahan pengemas benih yang porous dan bahan pengemas yang kedap aup air.  Bahan pengemas benih yang porous biasanya digunakan untuk mengemas benih yang masa simpannya relatif  pendek atau disimpan pada kondisi dingin dan kering. Bahan pengemas yang bersifat  kedap uap air  digunakan untuk menyimpan benih yang masa simpannya relatif lama/ panjang ( sampai musim tanam berikutnya ) dan memerlukan perlindungan dari pengaruh kelembaban yang tinggi agar viabilitas dan vigor dapat dipertahankan tetap tinggi.
Beberapa jenis atau macam bahan pengemas yang biasa digunakan untuk mengemas benih, antara lain:
1)    Bahan Pengemas dari karung
Pada umumnya karung yang digunakan untuk bahan pegemas benih adalah berupa karung goni yang terbuat dari benang rami yang berkualitas tinggi dalam berbagai bentuk rajutan. Bahan pengemas benih dari karung juga bisa berupa karung dari bahan kain sprai, kain cetak drill, osnabrug dan bahan tanpa lipatan. Bahan osnabrug dan bahan tanpa lipatan dapat digunakan berulang kali untuk penyimpanan benih yang telah diolah. Bahan pengemas dari kain katun hanya digunakan satu kali untuk penyimpanan benih yang telah diolah. Bahan pengemas benih dari karung ini termasuk bahan pengemas yang porous dan tidak kedap air atau uap air. Oleh karena itu bahan pengemas berupa karung ini biasanya digunakan untuk menyimpan benih dalam waktu yang relatif pendek.

2)    Bahan Pengemas dari kertas
Bahan pengemas kertas yang umum digunakan untuk pengemasan benih berasal dari  bahan kertas sulfit atau kertas kraft yang diputihkan. Kantong kertas ini dirancang untuk menyimpan sejumlah benih tertentu tetapi bukan untuk melindungi viabilitas benih tersebut. Bahan pengemas kertas termasuk golongan bahan pengemas benih yang porous. Namun ada juga  bahan pengemas benih dari kertas ini yang telah dilapisi  dengan plastik sehingga dapat melindungi benih terhadap perubahan kadar airnya.

3)    Bahan Pengemas dari Plastik
Bahan pengemas dari plastik yang digunakan untuk mengemas benih pada umumnya berasal dari bahan polyethylene. Bahan polyethylene termasuk golongan bahan pengemas benih yang kedap air atau uap air. Bahan polyethylene yang bening dan putih mudah ditembus cahaya sehingga lama-kelamaan mudah menjadi rusak jika terkena sinar matahari langsung atau radiasi sinar ultraviolet. Kerusakan tersebut dapat diperlambat  dengan menambahkan  bahan lapisan karbon hitam atau pigmen lain yang mudah menyerap sinar ultraviolet. Bahan pengemas plastik polyethylene termasuk  golongan bahan pengemas yang kedap air  dan lkedap uap air.  Penggunaan bahan pengemas dari plastik juga dapat  dikombinasikan dengan bahan pengemas lainnya seperti kertas. Ini dimaksudkan untuk melindungi benih dari pengaruh cahaya atau sinar matahari.

4)    Bahan Pengemas dari Alluminium Foil
Bahan pengemas dari aluminium foil sering digunakan  pada lapisan gabungan dan atau lapisan terpisah dalam pengemasan benih. Lapisan aluminium foil sendiri dapat digabungkan dengan bahan pengemasan benih lainnya sehingga menghasilkan kombinasi bahan pengemas yang memiliki hampir semua sifat bahan pegemas yang diinginkan.  Penggabungan bahan pengemas aluminium foil dengan berbagai bahan pengemas lain, seperti kertas atau plastik akan memberikan hambatan yang efektif  terhadap pertukaran uap air dan gas. Selain itu bahan pengemas dari aluminium foil ada yang telah dilapisi dengan bahan plastik sehingga penggunaannya lebih mudah. Bahkan dipasaran saat telah tersedia bahan kemasan benih siap untuk digunakan dengan berbagai ukuran. Bahan pengemas dari aluminium foil  termasuk golongan bahan pengemas yang kedap air  dan uap air. 

5)    Bahan Pengemas dari kaleng
Bahan pengemas kaleng, ini biasanya terbuat dari bahan aluminium dan atau bahan logam besi. Kemasan dari bahan ini biasanya dibuat dalam bentuk kaleng-kaleng sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Bahan pengemas ini termasuk golongan bahan pengemas yang kedap uap air dan uap air.




b.  Sifat-sifat Bahan Pengemas Benih
Sifat-sifat fisik bahan pengemas penting untuk dipahami, karena ini akan berpengaruh terhadap benih. Beberapa sifat fisik dari masing-masing materi bahan pengemas benih antara lain :
1)    Bahan pengemas dari karung
Materi bahan pengemas karung mempunyai sifat fisik ketahanan terhadap uap air, pertukaran gas-gas, dan minyak yang buruk. Tetapi materi bahan pengemas karung memiliki sifat fisik kekuatan terhadap regangan ( kekuatan untuk tidak pecah secara tiba-tiba dan tahan sobek ) yang baik.

2)    Bahan pengemas dari  kertas
Materi bahan pengemas kertas biasanya berasal dari jenis kertas kraft dan kertas sulfit. Kertas kraft dan kertas sulfit mempunyai sifat ketahanan terhadap uap air, pertukuran gas-gas dan minyak yang buruk. Sifat fisik kekuatan terhadap regangan bahan pengemas kertas kratf  dan kertas sulfit tergolong jelek atau mudah sobek. Sedangkan sifat fisik ketahanan terhadap air bahan pengemas kertas kraft maupun kertas sulfit masih tergolong kurang atau masih dapat ditembus oleh air.

3)    Bahan Pengemas dari Plastik
Materi bahan pengemas plastik yang biasa dipakai berupa plastik  dari bahan polyethylene. Sifat fisik ketahanan terhadap uap air dan minyak bahan pengemas plastik polyethylene tergolong sedang. Ketahanan terhadap pertukuran gas-gas bahan pengemas tersebut tergolong kurang atau masih mudah ditembus oleh gas-gas. Kekuatan terhadap regangan bahan pengemas ini tergolong  baik atau tidak mudah sobek/pecah. Sedangkan ketahanan terhadap air bahan pengemas ini tergolong baik atau kedap terhadap air.

4)    Bahan Pengemas dari Aluminium Foil
Materi bahan pengemas aluminium foil mempunyai sifat fisik ketahanan terhadap uap air, pertukaran gas-gas, air dan minyak  yang baik sekali. Sedangkan kekuatan terhadap regangan bahan pengemas aluminium foil tergolong sedang.

3.  Mengemas Benih

Cara-cara pengemasan benih dalam kemasan harus memperhatikan cara-cara pengemasan yang baik dan terjamin untuk  mempertahankan kualitas benih selama penyimpanan. Dengan cara pengemasan benih yang benar diharapkan pada saatnya benih itu ditam tetap terjamin mutu daya tumbuh atau daya kecambahnya secara normal.

a. Teknik Pengemasan
Pada dasarnya tenik teknik pengemasan benih dapat dibedakan menjadi dua yakni teknik pengemasan secara konvensional dengan menggunakan alat pengemas atau sealer yang sederhana, dan automatic. Teknik automatic dibedakan menjadi dua yakni automatic vacum selear dan automatic non vacum sealer. Namun secara umum teknik pengemasan dapat dijelaskan sebagai berikut
1)    Identifikasi jenis dan jumlah benih yang akan dikemas
Jenis benih yang akan dikemas diidentifikasi apakah benih yang berukuran kecil atau besar disesuaikan dengan ukuran dan jenis kemasan yang akan diapakai. Jumlah benih yang akan dikemas juga ditentukan dan disesuaikan dengan ukuran dan jenis  kemasan yang akan dipakai berdasarkan berat bersih benih pada tiap ukuran kemasannya.

2)    Penentuan jenis bahan pengemas yang akan dipakai
Bahan pengemas benih yang akan dipakai, ditentukan masa simpan dan karakteristik benihnya. Apabila masa simpan benih yang akan disimpan pendek dapat digunakan bahan pengemas yang porous seperti karung ( dalam jumlah banyak ) atau kertas kraft/sulfit ( dalam jumlah sedikit ). Sebaliknya apabila masa simpan benih yang kan disimpan relatif panjang/ lama ataupun untuk pengemasan benih yang siap dipasarkan,  dapat digunakan bahan pengemas yang kedap air atau uap air seperti plastik polyethylene atau aluminium foil. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya perubahan kadar air pada benih akibat pengaruh penyimpanan sehingga proses kemunduran benih dapat dihambat/dihindari.

3)    Penimbangan benih yang akan dikemas
Penimbangan benih dilakukan untuk menentukan berat bersih benih yang akan dikemas dalam berbagai ukuran kemasan yang diinginkan. Penimbangan dapat dilakukan memakai timbangan analitik dengan tingkat ketelitian 0,1 miligram terutama untuk benih yang relatif kecil seperti  benih sawi, tembakau, bayam dan lain-lain. Selain itu penimbangan dapat pula dilakukan memakai timbangan tepat dengan tingkat ketelitian mencapai 10 miligram terutama untuk jenis benih yang berukuran relatif besar seperti kedelai, kacang hijau, jagung dan lain-lain.

4)    Pengisian Bahan Pengemas Benih
Setelah berat bersih benih yang akan dikemas ditentukan, benih lalu dimasukkan dalam bahan pengemas yang telah disiapkan. Pengisian benih dapat dilakukan secara manual dengan cara membuka ujung bahan pengemas dan dimasukkan benih yang telah diketahui berat bersihnya ( telah ditimbang ) kedalam bahan pengemas secara hati-hati.  Selain itu pengisian bahan pengemas dapat dilakukan secara otomatis menggunakan alat khusus untuk mengisi kemasan benih.

5)    Penutupan Bahan Pengemas Benih
Bahan pengemas yang dipakai meskipun termasuk penghambat  yang baik terhadap uap air masih perlu ditutup ( seal ) sebaik mungkin. Hal ini mengingat kemungkinan masih adannya uap air dan udara yang dapat masuk melalui bagian ini. Teknik penutupan bahan pengemas tergantung kepada bahan pengemas yang digunakan. Penutupan bahan pengemas  dapat menggunakan alat pemanas seperti  sealer, vacum sealer atau dapat juga menggunakan api lilin atau flat iron.  Namun penutupan bahan pengemas dengan menggunakan api lilin atau flat iron agak sukar dikontrol apakah  sudah tertutup rapat atau masih ada kebocoran.

Penutupan bahan pengemas benih dengan menggunakan alat pemanas (sealer), harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :  
a)    Macam bahan pengemas
Setiap bahan pengemas benih mempunyai derajat panas yang berbeda untuk dapat direkatkan ( heat seat temperature ). Oleh karena itu sealer yang digunakan harus disesuaikan apakah dipergunakan untuk merekat bahan aluminium foil atau plastik polyethylene.
b)    Waktu pemanasan
Waktu pemanasan harus disesuiakan dengan bahan pengemas yang digunakan. Hal ini disebabkan jika pemanasan terlalu lama, maka akan merusak bahan pengemas dan akan menyebabkan kebocoran pada kemasan.
c)    Sealing tidak terlalu sempit atau terlalu besar
Sealing yang terlalu sempit akan menyebabkan proses perekatan bahan pengemas tidak sempurna atau terjadinya kebocoran kemasan. Sedangkan sealing yang terlalu lebar menyebabkan hasil kemasan tidak ekonomis karena bahan pengemas yang digunakan akan lebih banyak.

4.  Pemberian Label
Setelah benih dikemas, perlu dilakukan pelabelan terhadap benih yang akan disimpan atau dipasarkan. Hal ini penting dilakukan untuk  memberikan informasi yang lebih jelas tentang benih tersebut. Adapun informasi yang perlu dicantumkan pada label kemasan benih berdasarkan SNI sebagai berikut :
a.    No. SNI
b.    Nama spesies atau kultivar benih
c.    Nomor kelompok benih
d.    Berat bersih benih
e.    Benih murni
f.     kotoran benih
g.    Campuran varietas lain
h.    Isi kemasan
i.      Tanggal selesai pengujian
j.      Tanggal kadaluarsa
k.    Kadar air benih
l.      Perlakuan bahan kimia
m.   Nama dan alamat perusahaan
n.    Daya tumbuh benih, dan lain-lain

Bila benih tersebut untuk dipasarkan, memungkinkan untuk ditambahkan informasi lain yang berhubungan  dengan benih tersebut misalnya kebutuhan benih per hektar, produksi, syarat  tumbuh,  pemupukan dan informasi lainnya.

Pemberian label/ informasi  dapat dilakukan dengan mencetak langsung pada kemasan benih tersebut atau dengan membuat label yang ditempelkan pada kemasan tersebut.

5.  Pengaruh Pengemasan terhadap mutu benih
Benih dengan mutu yang tinggi sangat diperlukan karena merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan hasil tanaman yang maksimal. Pengemasan benih merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu benih selama penyimpanan  atau pemasaran benih, antara lain :
  1. Mutu fisik benih
Mutu fisik benih yang dipengaruhi oleh kemasan benih yaitu kemurnian benih, kerusakan mekanis, berat benih, dan kadar air benih. Pengemasan benih akan menjaga kemurnian benih dari benih varietas lain, benih gulma dan bahan lain/ kotoran. Pengemasan benih juga akan menghindarkan benih dari kerusakan mekanis selain ini juga bebas dari serangan hama dan penyakit benih selama dalam penyimpanan atau pemasaran. Pengemasan benih akan menjaga berat benih dalam kondisi tetap artinya tidak terjadi penurunan kandungan cadangan makanan dalam benih akibat pengaruh lingkungan maupun serangan  hama dan penyakit. Pengemasan benih juga akan mempertahankan kadar air selama penyimpanan dalam kondisi konstan/ tetap sehingga kemunduran kualitas benih dapat dihindari / dihambat.



  1. Mutu fisiologis benih
Mutu fisiologis benih yang dipengaruhi kemasan benih yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh ( vigor ) benih. Pengemasan benih yang baik dan benar akan mempertahankan daya kecambah dan kekuatan tumbuh ( vigor ) benih dalam kondisi yang baik.

3. PERJALANAAN BENIH DARI PEMULIA HINGGA KE PETANI.
Sertifikasi benih merupakan suatu kegiatan yang termasuk dalam program produksi benih unggul atau yang berkualitas tinggi dari varietas-varietas yang genesis unggul yang selalu harus terpelihara dan dipertanggungjawabkan.. Sertifikasi benih dapat pula dikatakan sebagai satu-satunya metode pemeliharaan identitas varietas benih, yang menjadi sangat penting bagi tanaman lapangan yang sebagian besar varietasnya dilepaskan secara umum dan benihnya diperjual belikan di pasaran bebas.

Benih bersertifikat merupakan benih yang proses produksinya diterapkan cara-cara dalam persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi benih.

Sweedisch associatie (1888) merupakan suatu perkumpuan di negara Swedia dengan tujuan memproduksi dan mengembangkan benih-benih tanaman dengan mutu yang baik bagi pemakaian di negara tersebut. Kenyataan adanya usaha tersebut di negara itu, akhirnya melahirkan :
*      Balai Penelitian Seleksi Tanaman
*      Organisasi penyebaran benih, serta
*      Balai pengujian benih, yang kemudian mengalami penggabungan dan melahirkan program sertifikasi benih.

Di Indonesia, pada zaman pemerintahan hindia belanda tahun 1920 telah memulai adanya perhatian terhadap soal pembenihan dan peningkata perbaikan cara-cara bercocok tanam. Pada tahun 1930 kegiatannya meningkat dengan yaitu dengan dibangunnya Balai Benih (khususnya di Jawa). Balai benih ini berfungsi sebagai sumber benih yang agak  lebih baik mutunya dan secara terus menerus dapat memenuhi kebutuhan petani. Setelah indonesia berhasil merebut kemerdekaannya, dengan masuknya Indonesia kedalam FAO (1952) sejak itu mulai dilaksanakan suatu pola produksi dan penyebaran benih yang lebih terarah.

Tujuan pada kegiatan sertifikasi ini antara lain adalah :
a.   Untuk menjaga kemurnian genetik dari varietas yang dihasilkan oleh pemulia atau untuk menjaga kemurnian dan kebenaran dari varietas.
b.   Mendapatkan benih bermutu dari varietas unggul yang sesuai standar mutu yang berlaku yang dicantumkan dalam label.
c.   Didapatkanya benih bermutu dengan standar mutu yang berlaku baik mutu di lapangan maupun di laboratorium.
d.   Tersedianya benih unggul bermutu secara berkesinambungan pada produsen, penangkar maupun pedagang benih yang dibutuhkan oleh konsumen.

5.   Landasan Hukum dan Pedoman dalam Sertifikasi Benih
landasan hukum yang mempublikasikan benih dengan pasal- pasalnya adalah sebagai berikut:
*      Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1992, tentang Sistem Budidaya Tanaman;
*      Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 22 Tahun 1971 tentang Pembinaan, Pengawasan Pemasaran dan Sertifikasi Benih;
*      Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 460/Kpts/Org/XI/1971, jo Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 22 Tahun 1971;
*      Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pertanian dan Tanaman Pangan Nomor SK.I.HK.050.84.68, tentang Prosedur Sertifkasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, dan SK No. I.HK.50.84.70, tentang Pedoman Khusus Sertifikasi Benih;
*      Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 803/Kpts/01.210/7/97, tentang Sertifikasi dan Pengawasan Mutu Benih Bina;
*      Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 1017/Kpts/TP.120/12/98, tentang Izin Produksi Benih Bina, Izin Pemasukan Benih dan Pengeluaran Benih Bina
*      Surat Keputusan Dirjen  Tanaman Pangan dan Hortikultura Nomor : I.HK.050.98-57, tentang Pedoman tata Cara dan Ketentuan Umum Sertifikasi Benih Bina
*      Surat Keputusan Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura Nomor : I.HK.050.98-58, tentang Pedoman Khusus Sertifikasi untuk Perbanyakan Benih Tanaman Buah secara Vegetatif
*      Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 39/Permentan/OT.140/8/06, tentang Produksi Benih, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina
*      Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 28/Permentan/SR.120/3/07, tentang Produksi Benih
*      Diskripsi Jenis/Varietas yang diberikan oleh pemulia atau instansinya.

Ø    Mempertahankan kemurnian katurunan yang dimiliki oleh suatu varietas.
Ø    Membantu para produsen benih dalam memproduksi benih dengan mutu baik.
Ø    Membantu para petani didalam mendapatkan benih yang diinginkan, serta dapat  dijamin kebenaran varietas serta mutunya.
      

7. Syarat – syarat sertifikasi Benih

A. Permohonan/Pendaftaran Sertifikasi
Permohonan sertifikasi dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang bermaksud memproduksi benih bersertifikat, ditujukan kepada Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Permohonan sertifikasi hanya dapat dilakukan oleh penangkar benih yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan


B.  Sumber Benih
Benih yang akan ditanam untuk menghasilkan benih bersertifikat harus berasal dari kelas benih yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya untuk menghasilkan benih sebar harus ditanam benih pokok, oleh sebab itu benih yang akan ditanam harus bersertifikat atau berlabel.

C.    Varietas
Varietas benih yang dapat disertifikasi, yaitu varietas benih yang telah ditetapkan sebagai varietas unggulan dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian serta dapat disertifikasi.

D.  Areal Sertifikasi
Tanah/Lahan yang akan dipergunakan untuk memproduksi benih bersertifikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan komoditi yang akan diproduksi, karena tiap-tiap komoditi memerlukan persyaratan sejarah lapang yang berbeda.
Adapun persyaratan areal tersebut diantaranya :
*        Letak dan batas areal jelas
*        Satu blok untuk satu varietas dan satu kelas benih
*        Sejarah lapangan : Bera, Bekas tanaman lain, Bekas varietas yang sama dengan kelas benih yang lebih tinggi, atau bekas varietas lain tetapi mudah dibedakan.
*        Luas areal diarahkan minimal 5 Ha (BR) mengelompok.
*        Syarat areal bekas tanaman padi yang dapat dijadikan areal sertifikasi (dalam Tabel)

E.  Isolasi
Isolasi dalam sertifikasi terbagi dalam 2 bagian yaitu :
1.    Isolasi Jarak
Isolasi jarak antara areal penangkaran dengan areal bukan penangkaran minimal 3 meter, ini bertujuan untuk menjaga agar varietas dalam areal penangkaran tidak tercampur oleh varietas lain dari areal sekitarnya.

2.    Isolasi Waktu
Isolasi waktu kurang lebih 30 hari (selisih berbunga) , ini bertujuan agar tidak terjadi penyerbukan silang pada saat berbunga antara varietas pengakaran dengan varietas disekitarnya.

F.  Pemeriksaan Lapangan
Guna menilai apakah hasil benih dari pertanaman tersebut memenuhi standar benih bersertifikat, maka diadakan pemeriksan lapangan oleh pengawas benih. Pemeriksaan lapangan dilakukan secara bertahap yang meliputi Pemeriksaan Lapangan Pendahuluan (paling lambat saat tanam), Pemeriksaan Lapangan Ke I (fase Vegetatif), ke II (fase generatif), dan Pemeriksaan Lpang Ke III (menjelang panen).

G.   Peralatan Panen dan Perosesing Benih
Peralatan/perlengakapan yang digunakan untuk panen dan prosesing harus bersih terutama dari jenis atau varietas yang tidak sama dengan yang akan diproses/dipanen. UJ\ntuk menjamin kebersihan ini harus diadakan pemeriksaan sebelum penggunaannya, misalnya ; Combine, Prosessing Plant, ataupun wadah benih lainnya.

H.  Uji Laboratorium
Untuk mengetahui mutu benih yang dihasilkan setelah dinyatakan lulus lapangan maka perlu diuji mutunya di laboratorium oleh analis benih, yang meliputi uji kadar air, kemurnian, kotoran benih, campuran varietas lain, benih tanaman lain, dan daya tumbuh.
I.     Label dan Segel
Dalam ketentuan yang sudah ditetapkan juga tercantum bahwa proses sertifikasi dinyatakan selesai apabila benih telah dipasang label dan disegel. Label yang digunakan pemasangannya diawasi oleh petugas Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih seta warna label disesuaikan  dengan kelas benih yang dihasilkan.


8. Peranan Sertifikasi Benih dalam Pembangunan Pertanian
Dalam “program peningkatan produksi padi, palawija dan hortikultura” pembangunan pertanian di tanah air kita, dapat dikemukakan proyek-proyek yang menonjol antara lain :
1.  Proyek BIMAS/INMAS padi dan palawija
2.  Proteksi tanaman
3.  Proyek pengadaan dan penyebaran benih
4.  Proyek pengembangan tata penyuluhan
5.  Proyek pemupukan, produktivitas tanah alat-alat mesin pertanian
6.  Proyek perbaikan fasilitas pemasaran
7.  Proyek peningkatan produksi palawija dan hortikultura
8.  Proyek pengembangan pertanian padi pasang surut, lebak dan tanah kering.

Peranan benih dalam usaha peningkatan produksi dan kualitas sangat besar. Penyediaan benih dalam masa pembangunan pertanian merupakan factor yang menentukan  berhasil atau tidaknya usaha pertanian ini. Sehubungan dengan kenyataan ini pemerintah telah merencanakan untuk mengintensifkan usaha rehabilitasi kebun bibit untuk dapat meningkatkan produksi bibit atau benih yang bermutu, disamping usaha bimbingan dan pengawasan terhadap pembibitan swasta.

9. Permasalahan dalam Sertifikasi Benih
Permasalahan dalam sertifikasi benih antara lain:
*        Tidak selalu tersedianya sumber benih yang diperlukan sesuai dengan kelasnya.
*        Lahan/lokasi pertanaman tidakmemenuhi persyaratan, dalam hal sejarah  lapangan.
*        Keterbatasan pengetahuan para petani terhadap sertifikasi benih berlabel.
*        Keadaan sosial ekonomi dari para petani sangat berpengaruh penyerapan pasar benih  yang berlabel (Benih hasil Sertifikat).



10.  Upaya-upaya pemecahan masalah sertifikasi
Sampai dengan saat ini perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang agribisnis masih belum banyak yang tertarik untuk berbisnis dalam bidang perbenihan. Salah satu kendalanya adalah karena pasar benih berlabel (hasil dari proses sertifikasi) masih belum mantap, karena sebagian petani masih belum tertarik untuk menggunakan benih berlabel. Untuk mengatasi masalah-masalah ini maka dapat diupayakan antara lain:
*    Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian lebih meningkatkan lagi penyuluhan-penyuluhan kepada para petani konsumen agar mereka lebih memahami akan manfaat dari penggunaan benih berlabel.
*    Selain kepada para petani konsumen benih juga penyuluhan diberikan kepada pada produsen benih agar mereka bisa menambah iilmu pengetahuan dibidang perbenihan dan sertifikasi benih.
*    Penyediaan Benih Sumber yang cukup meliputi jumlah, varietas dan mutu untuk memudahkan para penangkar benih untuk mensersifikasikan benihnya.
*    Pemerintah agar ikut menjaga stabilitas harga benih sehingga para petani penangkar benih, perusahaan-perusahaan swasta bergerak dalam industri perbenihan akan lebih bergairah lagi untuk berbisnis dalam bidang ini.







BAB IV
PENUTUPAN

4.1. KESIMPULAN
Dari kesimpulan yang di dapat dalam penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut :
·         Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia, nomor 12 tahun 1992, tentang: Sistem Budidaya Tanaman; dalam Bab I: Ketentuan Umum, Pasal 1 – ayat 4, berbunyi: Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan / atau mengembangbiakkan tanaman”.
·         Dalam pelaksanaan kegiatan produksi/penagkaran benih terdapat tiga komponen utama penjamin mutu yaitu: benih atau tanaman, lingkungan tumbuh atau lapangan produksi, dan pengelolaan atau teknik budidaya.
·         Perjalanan dan teknologi benih pada proses perjalanan benih dari pemulia, dan mendapatkan benih yang berkualitas.
·         Sertifikasi benih yang berkualitas menentukan benih dapat di pasarkan.

4.2. SARAN
Saran dalam pembuatan laporan ini mahasiswa di tuntut aktif dan mendengarkan penjelasan dosen apa yang akan di sampaikan tugas agar mahasiswa tidak ketinggalan point yang di jelaskan di kelas. Dalam hal ini untuk pemberian tugas agar di perjelas tidak hanya memberikan tugas semata dan apa yang akan di bahas daam tinjauan pustaka.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1997. Ensiklopedi Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Nugroho, Arinto. 2010. Modul prsosesing benih.

Sumber internet :
http://erikjonsitanggang.blogspot.com/2012/03/jembatan-teknologi-benih.html




No comments:

Post a Comment