BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benih merupakan hal yang
sangat akrab dengan kegiatan budidaya pertanian. Benih juga diartikan sebagai
biji tanaman yang tumbuh menjadi tanaman muda (bibit), kemudian dewasa dan
menghasilkan bunga. Melalui penyerbukaan bunga berkembang menjadi buah atau
polong, lalu menghasilkan biji kembali. Benih dapat dikatakan pula sebagai ovul
masak yang terdiri dari embrio tanaman, jaringan cadangan makanan, dan selubung
penutup yang berbentuk vegetatif. Benih berasal dari biji yang dikecambahkan
atau dari umbi, setek batang, setek daun, dan setek pucuk untuk dikembangkan
dan diusahakan menjadi tanaman dewasa. (anaktptph-agriculture.blogspot.com 2014)
Keberhasilan dalam
budidaya pertanian sendiri sangat ditentukan oleh benih yang digunakan, oleh
karena itu perlu dilakukan seleksi dalam penggunaan benih sehingga didapatkan
benih yang unggul. Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi jumlah pemakain
benih dan tanam ulang serta memiliki daya kecambah dan tumbuh yang tinggi
sehingga pertanaman kelihatan seragam. Pertumbuhan awal yang kekar dapat
mengurangi masalah gulma dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan
hama/penyakit. Selain itu dari segi biaya dengan penggunaan benih unggul dapat
meminimalisir biaya yang dikeluarkan oleh petani. Di indonesia sendiri
pengunaaan benih unggul mulai digencarkan, hal ini terbukti dengan adanya
sertivikasi benih yang diselenggarakan oleh pemerintah.
1.2 Manfaat dan Tujuan
a. Manfaat
Dalam pembuatan laporan
dari diskusi ini memeroleh banyak manfaat atas landasan teori yang telah di
uraikan dalam pengajuan pembahasan dan perolehan pengetahuan dalam produksi
pembenihan yang sebenarnya dari tahapan pembudidayaan sampai sertifikasi dan
benih di pasarkan ke konsumen (masyarakat)
b. Tujuan
Tujuannya yaitu agar
mahasiswa mengetahui bagaimana proses perjalanan benih dari pemulia sampai ke
petani serta membuat mahasiswa lebih aktif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN BENIH
Banyak
literatur yang menyebutkan pengertian benih tanaman. Beberapa diantaranya saya
ambil dari Undang-Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Pertanian Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4. Namun, beberapa
literatur juga menyebutkan pengertian benih tanaman sendiri. Masing-masing
literatur tersebut memiliki sedikit perbedaan, tetapi dasar pengertian dari benih
sendiri sama.
Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Pertanian Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa benih tanaman
yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan
untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman. Dalam buku lain tertulis benih disini dimaksudkan sebagai biji
tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman (Sutopo, 2004).
Benih juga diartikan sebagai biji tanaman yang
tumbuh menjadi tanaman muda (bibit), kemudian dewasa dan menghasilkan bunga.
Melalui penyerbukaan bunga berkembang menjadi buah atau polong, lalu
menghasilkan biji kembali. Benih dapat dikatakan pula sebagai ovul masak yang
terdiri dari embrio tanaman, jaringan cadangan makanan, dan selubung penutup
yang berbentuk vegetatif. Benih berasal dari biji yang dikecambahkan atau dari
umbi, setek batang, setek daun, dan setek pucuk untuk dikembangkan dan
diusahakan menjadi tanaman dewasa (Sumpena, 2005).
Menurut Sadjad, dalam “Dasar-dasar Teknologi
Benih”.(1975, Biro Penataran IPB-Bogor), yang dimaksudkan dengan benih ialah
biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan pengembangan usaha tani,
memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi.
Dari
beberapa definisi di atas beberapa berpendapat bahwa benih merupakan hasil
perkembangbiakan secara generatif namun ada pula yang mengatakan bahwa benih
merupakan hasil dari perkembangbiakan secara vegetatif maupun generatif.
Terkait dengan hal itu pengertian benih lebih cenderung kepada hasil
perkembangbiakan tanaman secara vegetatif maupun generatif sebagaimana yang
telah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.12 tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Pertanian Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4.
Benih
merupakan sarana penting dalam produksi pertanian dan menjadi faktor pembawa
perubahan (agent of change) teknologi
dalam bidang pertanian. Peningkatan produksi tanaman pangan, hortikultura, dan
perkebunan; salah satu aspek penentu utama keberhasilannya adalah: digunakannya
benih varietas unggul dengan disertai teknik budidaya yang lebih baik
dibandingkan masa sebelumnya. Benih-benih varietas unggul dapat diperoleh
melalui seleksi dan hibridisasi tanaman, baik yang dilakukan oleh lembaga
penelitian milik pemerintah, maupun industri perbenihan swasta yang mempunyai
divisi penelitian dan pengembangan (research
and development).
Hasil
seleksi dan hibridisasi tanaman berupa
varietas baru mempunyai keunggulan yang harus dipertahankan pada generasi
berikutnya melaui perbanyakan, sekaligus mempertahankan kemurnian genetik dan
mutu benihnya. Bidang produksi benih dapat dikelompokkan menjadi: produksi
benih sumber dan produksi benih komersial.
Benih
sumber dapat juga disebut dengan benih inti, hanya diperbanyak oleh para breeder
(pemulia) yang ada di instansi pemerintah, perusahaan swasta, maupun
perorangan. Benih sumber diproduksi dalam jumlah sedikit untuk perbanyakan
benih penjenis atau bahan persilangan. Panen hasil budidaya/kulturisasi untuk
setiap tanaman, buah, bulir, atau polong
(bahan benih); dilakukan khusus dalam suatu kegiatan yang disebut dengan
‘penangkaran’. Hasil benih sumber tidak diperjualbelikan. Sementara hasil benih
komersial adalah benih yang diperbanyak oleh breeder, produsen benih,
ataupun penangkar benih, maupun perorangan dalam jumlah banyak.
Produksi
benih komersial perlu didukung oleh program produksi benih sumber secara terus
menerus agar dapat menjamin kontinuitas ketersediaan benih bagi petani
pengguna. Di Indonesia, benih nonhibrida dikenal dengan empat kelas benih,
yaitu: benih penjenis (breeder seed/BS), benih dasar (foundation seed/FS),
benih pokok (stock seed/SS), dan benih sebar (extension seed/ES).
Pengertian
dan warna label berdasarkan kelas benihnya, diuraikan secara singkat sebagai
berikut:
a.
Benih Penjenis = BS (Breeder Seed) Warna Label Kuning
Benih yang diproduksi oleh dan dibawah pengawasan Pemulia
Tanaman dan merupakan sumber untuk perbanyakan Benih dasar
b. Benih Dasar = BD
(Fondation Seed) Warna Label Putih
Keturunan pertama dari BS atau BD yang diproduksi dibawah
bimbingan yang intensif dan pengawasan yang ketat hingga kemurnian varietas
yang tinggi dapat terpelihara
c. Benih Pokok = BP (Stock
Seed) Warna Label Ungu.
Keturunan dari BS atau BD yang diproduksi dan dipelihara
sedemikian sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas memenuhi
standar mutu yang ditetapkan serta disertifikasi sebagai Benih Pokok
d. Benih Sebar = BR
(Extension Seed) Warna Label Biru
Keturunan dari BS atau BD atau BP yang diproduksi dan
dipelihara sedemikian sehingga identitas dan tingkat kemurniannya dapat
dipelihara dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan dan telah disertifikasi
sebagai benih sebar
1. Pengertian, ruang lingkup
dan permasalahan perbenihan
a. Pengertian Benih
Biji (grain) dan Benih
(seed) memiliki arti dan pengertian yang bermacam-macam, tergantung dari segi
mana meninjaunya. Meskipun biji dan benih memiliki jumlah, bentuk, ukuran,
warna, bahan yang dikandungnya dan hal-hal lainnya berbeda antara satu dengan
lainnya, namun sesungguhnya secara alamiah merupakan alat utama untuk
mempertahankan/menjamin kelangsungan hidup suatu spesies dialam.
Secara botanis/struktural,
biji dan benih tidak berbeda antara satu dengan lainnya, keduanya berasal dari
zygote, berasal dari ovule, dan mempunyai struktur yang sama. Secara fungsional
biji dengan benih memiliki pengertian yang berbeda. Biji adalah hasil tanaman
yang digunakan untuk tujuan komsumsi atau diolah sebagai bahan baku industri.
Sedangkan benih adalah biji dari tanaman yang diproduksi untuk tujuan ditanam/dibudidayakan
kembali. Berdasarkan pengertian tersebut maka benih memiliki fungsi agronomi
atau merupakan komponen agronomi, oleh karena itu benih termasuk kedalam
bidang/ruang lingkup agronomi. Dalam pengembangan usahatani, benih merupakan
salah satu sarana untuk dapat menghasilkan produksi yang setinggi-tingginya.
Karena benih merupakan sarana produksi, maka benih harus bermutu tinggi (mutu
fisiologis, genetik dan fisik) dari jenis yang unggul. Sebagai komponen
agronomi, benih lebih berorientasi kepada penerapan kaidah-kaidah ilmiah, oleh
karena itu lebih bersifat ilmu dan teknologi. Ilmu benih adalah cabang dari
biologi yang mempelajari tentang biji sebagai bahan tanam dengan segala aspek
morfologi dan fisiologisnya.
b. Ruang Lingkup dan Sejarah Perkembangan Perbenihan
Benih memiliki fungsi
agronomi dan merupakan komponen agronomi sehingga termasuk kedalam bidang/ruang
lingkup agronomi. Benih merupakan salah satu sarana untuk dapat menghasilkan
produksi yang setinggi-tingginya. Untuk mengetahui dan memahami masalah benih
sebagai suatu ilmu dalam ruang lingkup agronomi diperlukan pengetahuan tentang
aspek-aspek morfologis (variasi fisik pada benih, penyebaran benih) dan
fisiologis benih (reproduksi, pembentukan dan perkembangan biji, perkecambahan,
viabilitas, dormansi, vigor dan kemunduran benih). Pengetahuan dan pemahaman
terhadap aspek-aspek tersebut memerlukan bantuan dari berbagai cabang ilmu yang
terkait dengannya, seperti; botani, fisiologi tumbuhan, fisika, genetika, hama
dan penyakit, kimia taksonomi, dan cabang ilmu lainnya.
Sejarah perkembangan
perbenihan di Indonesia dimulai pada tahun 1905 ketika pemerintah Hindia
Belanda mendirikan Departemen Pertanian. Pendirian ini bertujuan untuk
meningkatkan produksi tanaman rakyat dengan cara menyebarkan benih unggul
khususnya padi. Guna menunjang penyebaran benih maka didirikanlah kebun-kebun
benih diberbagai tempat seperti; kebun benih Crotolaria di Jogya (1924), kebun
bibit kentang di Tosari, kebun benih padi di Karawang, kebun benih sayuran di
Pacet dan kebun benih buah-buahan di Pasuruan (1927). Setelah kemerdekaan RI
(1957), penyebaran benih unggul dilakukan oleh jawatan pertanian rakyat. Pada
tahun 1960, penyebaran benih dilakukan oleh gabungan pemancar bibit
(penangkar), pada saat ini belum ada teknologi pengolahan, penyimpanan,
pengujian dan kualifikasi mutu benih.
Selanjutnya pada tahun
1969, dirintis proyek benih secara kontinyu oleh direktorat pengembangan
produksi padi, Direktorat Jenderal Pertanian, Departemen Pertanian. Selanjutnya
pada tahun 1971, dibentuk Badan Benih Nasional yang tugas pokoknya adalah
merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan di bidang perbenihan.
c. Pemasalahan dalam Perbenihan
Benih sebagai komponen
agronomi selalu dituntut tersedia dengan syarat mutu yang tinggi. Mutu yang harus
dipenuhi oleh suatu benih adalah mutu fisiologis (daya kecambah, vigor dan daya
simpan yang tinggi), mutu genetik (kemurnian benih) dan mutu fisik (bersih dari
kotoran fisik ) serta kesehatan benih (bebas hama dan penyakit).
Tuntutan mutu ini hanya dapat
diperoleh jika suatu benih diproduksi dan diuji kualitasnya dengan cara-cara
yang sesuai dengan standar dan ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu
permasalahan dalam perbenihan yang berhubungan dengan mutu benih dapat muncul
pada saat proses produksi benih, prosessing, penyimpanan dan pada proses
pengujian mutu benih. Jika salah satu dari proses tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya, maka mutu benih yang diperoleh tidak sesuai dengan mutu
yang diharapkan.
Permasalahan yang dapat
muncul adalah rendahnya daya kecambah, vigor dan daya simpan benih, rendahnya
mutu genetik karena tercampur dengan varietas lain, serta rendahnya mutu fisik
dan kesehatan benih Benih sebagai sarana produksi yang selalu diharapkan
tersedia tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis dan tepat harga, sangat
ditentukan oleh ketepatan dalam perencanaan jumlah dan jenis benih yang akan
diproduksi, distribusi dan pemasarannya. Ketersediaan benih yang kurang dari
kebutuhan petani, waktu ketersediaan yang tidak sesuai dengan saat diperlukan,
jenis benih yang tidak sesuai dengan yang direncanakan ditanam dan harga yang
tidak terjangkau oleh petani, merupakan masalah yang sering terjadi dalam
kegiatan perbenihan.
d. Rangkuman
Secara botanis/struktural,
biji dan benih tidak berbeda antara satu dengan lainnya, keduanya berasal dari
zygote, berasal dari ovule, dan mempunyai struktur yang sama Secara fungsional
biji dengan benih memiliki pengertian yang berbeda. Biji adalah hasil tanaman
yang digunakan untuk tujuan komsumsi atau diolah sebagai bahan baku industri.
Sedangkan benih adalah biji dari tanaman yang digunakan untuk tujuan
ditanam/dibudidayakan kembali.
Pengetahuan dan pemahaman
terhadap benih memerlukan bantuan dari cabang ilmu lainnya, seperti; botani,
fisiologi tumbuhan, fisika, genetika, hama dan penyakit, kimia taksonomi, dan
cabang ilmu lainnya. Sejarah perkembangan perbenihan di Indonesia dimulai pada
tahun 1905 ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan Departemen Pertanian,
yang bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman rakyat. Setelah kemerdekaan
RI (1957), penyebaran benih unggul dilakukan oleh Jawatan Pertanian Rakyat.
Pada tahun 1960, penyebaran benih dilakukan oleh gabungan pemancar bibit
(penangkar). Selanjutnya pada tahun 1971, dibentuk Badan Benih Nasional yang
tugas pokoknya adalah merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan di bidang
perbenihan.
Permasalahan dalam
perbenihan yang berhubungan dengan mutu benih dapat muncul pada saat proses
produksi benih, prosessing, penyimpanan dan pada proses pengujian mutu benih.
Benih sebagai sarana produksi yang selalu diharapkan tersedia tepat waktu,
tepat jumlah, tepat jenis dan tepat harga, sangat ditentukan oleh ketepatan
dalam perencanaan jumlah dan jenis benih yang akan diproduksi, distribusi dan
pemasarannya.
2. Definisi Benih
Benih adalah biji yang
dipersiapkan untuk tanaman, telah melalui proses seleksi sehingga diharapkan
dapat mencapai proses tumbuh yang besar. Benih siap dipanen apabila telah
masak. Ada beberapa fase untuk mencapai suatu tingkat kemasakan benih, yaitu
fase pembuahan,fase penimbunan zat makanan dan fase pemasakan. Fase pertumbuhan
dimulai sesudah terjadi proses penyerbukan, yang ditandai dengan
pembentukan-pembentukan jaringan dan kadar air yang tinggi. Fase penimbunan zat
makanan ditandai dengan kenaikan berat kering benih, dan turunnya kadar air.
Pada fase pemasakan, kadar air benih akan mencapai keseimbangan dengan
kelembaban udara di luar; dan setelah mencapai tingkat masak benih; berat
kering benih tidak akan banyak mengalami perubahan.
Tolak ukur yang umumnya
dijadikan patokan untuk menilai tingkat kemasakan benih adalah warna, bau,
kekerasan kulit, rontoknya buah (benih), pecahnya buah, kadar air dan lainnya.
Benih dikatakan masak secara fisiologis dan siap untuk dipanen, apabila zat makanan
dari benih tersebut tidak lagi tergantung dari pohon induknya, yang umum
ditandai dengan perubahan warna kulitnya. Waktu yang paling baik untuk
pengumpulan benih adalah segera setelah benih itu masak. Masaknya buah (benih)
umumnya terjadi secara musiman, walaupun cukup banyak juga jenis-jenis pohon
yang menghasilkan buah masak tetapi tidak mengikuti musim yang jelas.
Pengumpulan buah/benih
pohon yang umumnya dilakukan dengan cara; pengumpulan langsung di bawah tegakan
yang telah merontokan buah-buah masak. Buah itu langsung diambil dan
dikumpulkan dari pohon-pohon yang masih berdiri, atau dengan cara menebang
pohonnya.
Cara yang pertama adalah
cara yang paling sederhana dan mudah dilaksanakan. Menjelang benih-benih jatuh,
tanah di bawah tegakan yang akan dijadikan sebagai sumber benih dibersihkan
terlebih dahulu untuk memudahkan pengumpulannya. Cara yang umum dipakai untuk
mendapatkan benih dalam jumlah besar dari tegakan benih adalah dengan
pengumpulan langsung dari pohon-pohon yang berdiri, yang dapat dipanjat dengan
bantuan beberapa peralatan.
Cara pengumpulan benih
dengan cara memotong cabang-cabang yang berbuah atau memotong tangkai pohonnya
adalah cara yang tidak dianjurkan, karena akan mengganggu kelestarian produksi
benih itu sendiri.
Buah atau benih yang telah
dikumpulkan/dipanen, dimasukan ke dalam tempat yang telah disediakan, kemudian
diberi label, yang antara lain menjelaskan tentang nama jenis, tempat dan
tanggal pengumpulan, nama pengumpul dan jumlahnya. Penanganan selanjutnya
adalah pengangkutan, ekstraksi, pembersihan dan pengeringan, serta pengepakan
dan pemberian label benih.
2.2. KOMPONEN KEGIATAN PRODUKSI
BENIH
Dalam pelaksanaan kegiatan
produksi/penagkaran benih terdapat tiga komponen utama penjamin mutu yaitu:
benih atau tanaman, lingkungan tumbuh atau lapangan produksi, dan pengelolaan
atau teknik budidaya. Hubungan antara ketiga komponen tersebut, disarikan dalam
gambar 1.
Tanaman lazimnya mengalami
dua tahap perkembangan yaitu tahap perkembangan vegetatif dan tahap
perkembangan reproduktif/generatif. Tahap perkembangan vegetatif meliputi:
perkecambahan benih, pemunculan bibit, dan pertumbuhan bibit menjadi tanaman
dewasa. Tahap perkembangan reproduktif meliputi: pembentukan bunga, pembentukan
benih, pemasakan benih, dan pematangan benih. Siklus perkembangan tanaman yang
lengkap pada akhirnya akan menghasilkan benih. Produk reproduktif disebut benih
karena secara ekologis dimanfaatkan tanaman untuk melanjutkan keturunannya.
Pengertian benih (yang konvensional), dengan demikian dapat dibatasi sebagai:
produk pembuahan tanaman atau tumbuhan yang digunakan bukan untuk tujuan
konsumsi.
Lingkungan tumbuhan dapat
digolongkan ke dalam tanah atau substrat tempat tumbuh benih/tanaman, iklim
atau cuaca, dan makhluk biologis atau makhluk hidup. Tanah atau substrat tempat
tumbuh merupakan komponen pemasok hara dan air yang diperlukan tanaman selain
sebagai tempat hidup komponen biologis.
KOMPONEN
KEGIATAN PRODUKSI BENIH
BENIH/
TANAMAN
|
Vegetatif
|
·
Perkecambahan
Benih
·
Pemunculan
Bibit
·
Pendewasaan
Tanaman
|
|
|
|
|
Reproduktif
|
·
Pembungaan
·
Pembentukan
Benih
·
Pemasakan
Benih
·
Pematangan
Benih
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
LINGKUNGAN/AREA
PROD. BENIH
|
Tanah/
Substrat
|
·
F
i s i k
·
K
i m i a
·
B
i o l o g i s
|
|
|
|
|
Iklim/Cuaca
|
·
Udara/angin
·
S
u h u
·
Kelembaban
Nisbi
·
H
u j a n
·
Cahaya
Matahari
|
|
B e n i
h
|
Mutu
|
·
Genetik
·
Fisiologis
·
F
i s i k
|
|
H
a s i l
|
||||||
Biologis
|
·
H
a m a
·
P
e n y a k i t
·
G
u l m a
·
Jasad
Bermanfaat
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
TEKNIK BUDIDAYA/
KULTUR TEKNIS
|
Prinsip
Genetik
|
·
Sejarah Lapang
·
Benih Sumber
·
I s o l a s i
·
Roguing
· Pencegahan Kontaminasi Mekanis
·
Wilayah
Adaptif
|
|
|
|
|
Prinsip
Agronomis
|
· Pemilihan & Penyiapan lahan
·
Pemeliharaan
Tanaman
·
Pemanenan
Hasil Tan.
· Penanganan Benih Sampai Siap Salur
|
|
|
|
|
Gambar
1: Komponen Kegiatan Produksi Benih
Komponen
biologis yang dapat merugikan meliputi: hama, penyakit, dan gulma; sedangkan
yang menguntungkan tanaman antara lain: bakteri rhizobium dan cendawan mycorhizae.
Lingkungan tumbuh yang baik memungkinkan produksi benih yang baik pula.
Lingkungan tumbuh dan benih atau tanaman menjalin hubungan yang saling
mempengaruhi satu sama lain.
Pengelolaan
atau teknik budidaya/kultur teknis tanaman untuk menghasilkan benih mencakup
dua prinsip yaitu prinsip genetis dan prinsip agronomis. Dalam prinsip genetik,
teknik budidaya diarahkan
untuk menghasilkan benih yang bermutu genetik tinggi, yaitu benih yang sesuai dengan deskripsi
varietasnya. Dalam prinsip agronomis, teknik budidaya tanaman diarahkan untuk
menghasilkan benih yang bermutu fisiologis dan mutu fisik yang tinggi, selainhasil
yang juga tinggi. Pengelolaan atau teknik budidaya dimaksudkan untuk memberikan
lingkungan tumbuh yang baik bagi tanaman. Dalam produksi benih yang serba
diatur, pengelolaan identik dengan lingkungan tumbuh. Teknik budidaya
mempengaruhi pertumbuhan benih atau tanaman.
2.3. LINGKUP KEGIATAN PRODUKSI BENIH
Memperhatikan uraian di atas, jelaslan
bahwa produksi benih meliputi berbagai kegiatan yang dimulai dari persiapan
penanaman benih sampai benih dihasilkan kembali dan siap disalurkan kepada
konsumennya sebagaimana diilustrasikan pada sketsa gambar 2 halaman berikut.
Gambar 2: “Jembatan”
Teknologi Benih (beserta daya dukungnya)
[pergerakan/‘aktivitas’
menghasilkan varietas baru]
Agar lebih mendukung dalam program pengembangan
produksi benih tanaman yang ‘berkualitas’, ada lima sub sistem dalam sistem perbenihan
yang berkaitan, yaitu :
a.
Penelitian dan Pengembangan varietas,
b.
Penyediaan / produksi benih bermutu dari varietas unggul,
c.
Pengawasan mutu dan sertifikasi benih,
d.
Pemasaran dan distribusi/ peredaran benih,
e.
Kelembagaan (regulasi/dasar
hukum yang mengatur), dan dedikasi SDM.
Ke lima sub sistem tersebut harus berfungsi dan berjalan dengan
baik, dan harus selalu dilakukan pengembangan konsep yang mengarah pada prinsip
‘continual improvement’ (upaya
perbaikan yang berkelanjutan) dalam
penerapannya.
Berdasar konsep sistem pengembangan kinerja
perbenihan, maka dapat diuraikan lebih jauh bahwa kegiatan produksi,
pengolahan, pengujian, dan pengemasan benih pada unit usaha produksi benih
diantaranya meliputi: pemantauan selama proses penelitian dan produksi di areal
pertanaman, penerimaan bahan benih (buah hasil panen dari lahan produksi
benih), pengolahan benih, pengujian mutu benih di laboratorium, penyimpanan,
dan pengemasan benih hingga benih siap di gunakan sebagai bahan pertanaman;
yang paling tidak meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. pemeliharaan pertanaman
di areal produksi, 2. pengolahan bahan benih (buah hasil panen) menjadi benih,
3. pengelolaan/penanganan benih, 4. pengujian mutu benih, serta 5. penyimpanan
dan pengemasan benih. Unit usaha produksi benih sebaiknya tidak hanya akan
berfungsi dalam menghasilkan dan menilai status mutu benih yang akan dipasarkan
saja, akan tetapi juga berfungsi dalam pemantauan seluruh kegiatan usaha
produksi benih mulai dari kultur teknis di areal pertanaman (baik ketika dalam
tahap penelitian, juga pada tahap penangkaran) hingga benih tersebut telah siap
dikemas untuk dipasarkan dan atau digunakan oleh petani selaku pengguna akhir,
sebagai bahan pertanaman.
Guna mendukung kegiatan-kegiatan di atas, unit usaha produksi benih juga berfungsi sebagai tempat melakukan pengkajian dalam rangka memecahkan masalah teknis yang dihadapi di lapangan. Berdasar pertimbangan kepentingan tersebut, maka jenis kegiatan pengelolaan fasilitas khusunya peralatan dan mesin yang seharusnya ditangani oleh unit usaha produksi benih, sebaiknya meliputi ruang lingkup pekerjaan mulai dari:
· pemeliharaan pertanaman di areal produksi,
· penerimaan bahan benih (buah hasil panen) dari lahan produksi
benih,
· pengolahan benih,
· pengujian mutu benih,
· penyimpanan benih,
· penanganan administrasi, hingga
· reparasi kecil.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Hasil dari diskusi ini
yaitu adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia, nomor 12 tahun 1992, tentang: Sistem Budidaya
Tanaman; dalam Bab I: Ketentuan Umum, Pasal 1 – ayat 4, berbunyi: “Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman atau bagiannya yang
digunakan untuk memperbanyak dan / atau mengembangbiakkan tanaman”.
b. Dalam pelaksanaan kegiatan
produksi/penagkaran benih terdapat tiga komponen utama penjamin mutu yaitu:
benih atau tanaman, lingkungan tumbuh atau lapangan produksi, dan pengelolaan
atau teknik budidaya.
c. Perjalanan dan teknologi
benih pada proses perjalanan benih dari pemulia, dan mendapatkan benih yang
berkualitas.
3.2. Pembahasan
1. BENIH
Benih
merupakan sarana penting dalam produksi pertanian dan menjadi faktor pembawa
perubahan (agent of change) teknologi
dalam bidang pertanian. Peningkatan produksi tanaman pangan, hortikultura, dan
perkebunan; salah satu aspek penentu utama keberhasilannya adalah: digunakannya
benih varietas unggul dengan disertai teknik budidaya yang lebih baik
dibandingkan masa sebelumnya. Benih-benih varietas unggul dapat diperoleh
melalui seleksi dan hibridisasi tanaman, baik yang dilakukan oleh lembaga
penelitian milik pemerintah, maupun industri perbenihan swasta yang mempunyai
divisi penelitian dan pengembangan (research
and development).
Hasil
seleksi dan hibridisasi tanaman berupa
varietas baru mempunyai keunggulan yang harus dipertahankan pada generasi
berikutnya melaui perbanyakan, sekaligus mempertahankan kemurnian genetik dan
mutu benihnya. Bidang produksi benih dapat dikelompokkan menjadi: produksi
benih sumber dan produksi benih komersial.
Benih
sumber dapat juga disebut dengan benih inti, hanya diperbanyak oleh para breeder
(pemulia) yang ada di instansi pemerintah, perusahaan swasta, maupun
perorangan. Benih sumber diproduksi dalam jumlah sedikit untuk perbanyakan
benih penjenis atau bahan persilangan. Panen hasil budidaya/kulturisasi untuk
setiap tanaman, buah, bulir, atau polong
(bahan benih); dilakukan khusus dalam suatu kegiatan yang disebut dengan
‘penangkaran’. Hasil benih sumber tidak diperjualbelikan. Sementara hasil benih
komersial adalah benih yang diperbanyak oleh breeder, produsen benih,
ataupun penangkar benih, maupun perorangan dalam jumlah banyak.
Produksi
benih komersial perlu didukung oleh program produksi benih sumber secara terus
menerus agar dapat menjamin kontinuitas ketersediaan benih bagi petani
pengguna. Di Indonesia, benih nonhibrida dikenal dengan empat kelas benih,
yaitu: benih penjenis (breeder seed/BS), benih dasar (foundation seed/FS),
benih pokok (stock seed/SS), dan benih sebar (extension seed/ES).
Pengertian
dan warna label berdasarkan kelas benihnya, diuraikan secara singkat sebagai
berikut:
a.
Benih Penjenis = BS (Breeder Seed) Warna Label Kuning
Benih yang diproduksi oleh dan dibawah pengawasan Pemulia
Tanaman dan merupakan sumber untuk perbanyakan Benih dasar
b. Benih Dasar = BD
(Fondation Seed) Warna Label Putih
Keturunan pertama dari BS atau BD yang diproduksi dibawah
bimbingan yang intensif dan pengawasan yang ketat hingga kemurnian varietas
yang tinggi dapat terpelihara
c. Benih Pokok = BP (Stock
Seed) Warna Label Ungu.
Keturunan dari BS atau BD yang diproduksi dan dipelihara
sedemikian sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas memenuhi
standar mutu yang ditetapkan serta disertifikasi sebagai Benih Pokok
d. Benih Sebar = BR
(Extension Seed) Warna Label Biru
Keturunan dari BS atau BD atau BP yang diproduksi dan
dipelihara sedemikian sehingga identitas dan tingkat kemurniannya dapat
dipelihara dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan dan telah disertifikasi
sebagai benih sebar
2. PELAKSANAAN KEGIATAN BENIH
KARAKTER BUAH, DAN BIJI
1. KARAKTER BUAH
Menurut strukturnya, biji (bahan benih) adalah suatu ovule
atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang
biasanya terbentuk dari bersatunya
sel-sel generatif (gamet) di
dalam kandung embrio
(embryo sac) serta
cadangan makanan yang mengelilingi
embrio. Letak biji
(bahan benih) pada
buah tidak selalu berada di bagian dalam, tetapi
dapat pula berada dipermukaan buah.
Berdasarkan
sifatnya, buah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
a)
Dry seed (buah batu)
Buah batu mempunyai kadar air agak rendah pada saat benih
mulai masak, karena benih mulai mengering pada tanaman induknya sebelum di
panen. Beberapa tanaman yang termasuk dalam buah batu adalah kubis, selada,
kacang-kacangan dan bawang.
b)
Fleshy fruit (buah berdaging)
Tanaman yang termasuk dalam buah berdaging adalah cabai, okra
dan pare (bitter gourd)
c)
Wet fleshy fruit (buah berdaging dan berair)
Buah tipe ini, selain berdaging juga
berair seperti tomat dan semangka sehingga pada saat benih masak fisiologis dan
masak morfologis kandungan air benih masih tinggi dan benih diselaputi oleh
lendir yang mengandung bahan yang bersifat inhibitor.
Berdasarkan bentuk dan letak bijinya,
buah dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Buah tunggal
Buah tunggal dari ovary atau bakal
buah tunggal, biji terletak di bagian dalam buah. Pada saat buah masak biasanya
biji juga telah terbentuk dengan sempurna. Dinding ovary (pericarp) tersusun
dari 3 lapisan yaitu exocarp (lapisan terluar), mesocarp (lapisan tengah) dan
endocarp (lapisan terdalam).
b. Buah berdaging
Pericarpnya menjadi lunak pada saat
buah masak, karena terbentuk dari bagian parenchyma hidup yang sukulen.
1)
Pome; di mana
bagian luar dari pericarp berdaging sedangkan endocarpnya agak keras.
Contoh: apel (Malus sylvestris), pear (Pyrus
sp).
2) Drupe atau buah batu; memiliki endocarp yang keras seperti batu. Kulit
buah adalah exocarpnya, bagian berdaging yang dapat dimakan adalah mesocarpnya,
umumnya berbiji satu.
Contoh:
kenari (Ganarium vulgare), cherry (Prunus cerasus), peach (Prunus persica (L) Stakes).
3). Berry: Pericarpnya lunak berdaging, kecuali bagian
exocarp yang tipis seperti kulit. Contoh: anggur (Vitis vinifera), tomat (Lycopersicon
esculentum Mill).
a). Pepo: kulit
buah tebal terbentuk dari exocarp dan jaringan receptacle, kulit buah ini tidak
terpisah dari daging buah. Contoh: labu (Cucurbita
pepo), mentimun (Cucumis sativus),
semangka (Citrullus vulgaris).
b). Hesperidium:
kulit buah terbentuk dari exocarp dan mesocarp dan terpisah dari daging buah
yang terbentuk dari bagian endocarp.
Contoh:
jeruk (Citrus sp).
c. Buah kering
Pericarp kering dan agak keras karena terbentuk dari sel-sel sklerenchyma
yang mati.
1). Buah dehiscent: biasanya mempunyai lebih dari 1 biji,
pericarp terbuka bila buah telah masak.
a). Legume:
terbentuk dari putik tunggal, pericarp akan terbuka pada kedua belah sisi.
Contoh: kapri (Pisum arvense), kacang tanah (Arachis hypogea).
Loment adalah
legume yang bersegment.
b). Follicle: terbentuk dari putik tunggal, pericarp hanya
terbuka pada satu sisi. Contoh: milkweed, (Asclepias
sp), larkspur (Delphinium sp).
c). Capsule: buah terbentuk dari putik
majemuk.
Contoh: kecubung (Papaver sp), dan morning glory (Ipomea purpurea).
Silique: adalah
capsul berlokula dua yang memanjang.
Contoh: kubis (Brassica sp).
Silicle: adalah
silique yang pendek dan lebar.
Contoh: pepper
grass (Lepidium sp)
Pyxis: adalah
capsul dengan tipe dihiscent yang circumcissile (dehisce = dinding buah terbuka
bila masak).
2). Buah indehiscent: biasanya mengandung sebuah biji,
pericarp tidak terbuka bila buah telah masak.
a). Achene: biji
kecil dan hanya sebuah, melekat pada pericarp hanya pada satu ujung. Pericarp
terpisah dari kulit biji.
Contoh: bunga
matahari (Helianthus annuus L),
selada (Lactuca sativa L),
b). Caryopsis atau
grain: biji kecil dan hanya sebuah pericarp melekat menjadi satu dengan kulit
biji.
Contoh:
merupakan tipe buah yang terdapat pada famili rerumputan termasuk jagung (Zea mays L), padi (Oryza sativ a L), gandum (Triticum
aestivum L).
c). Samara: adalah
achene yang bersayap.
Contoh: maple (Acer sp), elm (Ulmus sp).
d). Schizocarp: dimana
buah terbagi atas dua atau lebih bagian-bagian indehiscent berbiji satu.
Contoh: wortel (Daucus carota L).
e). Nut: dicirikan oleh pericarp yang mengeras,
kebanyakan berbiji satu.
Contoh: chestnut (Castanea sp).
d. Buah majemuk
Buah majemuk berasal dari bunga yang
memiliki banyak putik pada satu receptacle atau dasar bunga yang sama.
Contoh:
Strawberry (Fragaria sp), biji yang
bertipe achene terletak pada permukaan buahnya, bagian berdaging yang dapat
dimakan adalah receptaclenya. Buah individual dari buah majemuk adalah drupe
pada blackberry (Rubus sp).
e. Buah berganda
terbentuk dari sejumlah bunga yang bergerombol saling berdekatan tetapi
terpisah satu sama lainnya.
Contoh: - bit (Beta vulgaris L)
- nenas (Ananas
comusus L); karena peristiwa partenokarpi yang umum terjadi pada tanaman
ini maka jarang didapati biji pada buah nenas.
- mulberry.
2.
KARAKTER BIJI
Secara morphologi, biji terdiri dari
3 bagian dasar yaitu: embrio, jaringan penyimpan cadangan makanan, dan
pelindung biji;
a. Embrio
Embrio adalah suatu tanaman baru yang terjadi dari bersatunya gamet-gamet
jantan dan betina pada suatu proses pembuahan. Embrio yang perkembangannya
sempurna akan terdiri dari struktur-struktur sebagai berikut: epikotil (calon pucuk), hipokotil (calon akar) dan kotiledon (calon daun).
Tanaman di dalam kelas Angiospermae diklasifikasikan
oleh banyaknya jumlah kotiledon.
Tanaman monokotiledon mempunyai satu kotiledon misalnya: rerumputan
(grasses) dan bawang (Allium sp);
tanaman dikotiledon mempunyai dua kotiledon misalnya: kacang-kacangan (Legumes) sedangkan pada kelas
Gymnospermae pada umumnya mempunyai lebih dari dua kotiledon: misalnya pinus (Pinus sp.), yang mempunyai sampai
sebanyak 15 kotiledon.
Pada rumput-rumputan (grasses) kotiledon yang seperti perisai disebut
scutellum, kuncup embrioniknya disebut plumulle yang ditutupi oleh upih
pelindung yang disebut koleoptil, sedangkan pada bagian bawah terdapat akar
embrionik yang disebut radicle dan ditutupi oleh upih pelindung yang disebut
colcorhiza.
b. Jaringan Penyimpan Cadangan
Makanan
Pada biji ada beberapa struktur yang dapat berfungsi sebagai jaringan
penyimpan cadangan makanan yaitu:
1). Kotiledon,
misal pada kacang-kacangan (Legumes),
semangka (Citrullus vulgaris Schrad),
labu (Cucurbita pepo L).
2). Endosperm,
misal pada jagung (Zeamays L), gandum
(Triticum aestivum L) dan golongan
cerealia lainnya. Pada kelapa (Cocos
nucifera L) bagian dalamnya yang berwarna putih dan dapat dimakan adalah
merupakan endospermnya.
3). Perisperm, misal
pada famili Chenopodiaceae (Betavulguis L
dan Spinacia oleraceae L) dan
Caryophyllaceae (Dianthus sp, dan Agros
temaa sp).
4). Gametophyte
betina yang haploid misal pada kelas Gymnospermae yaitu pinus (Pinus sp).
Cadangan makanan yang tersimpan dalam biji umumnya terdiri dari
karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Komposisi dan persentasenya
berbeda-beda tergantung pada jenis biji, misal biji bunga matahari kaya akan
fat/ lemak, biji kacang-kacangan kaya akan protein, biji padi mengandung banyak
karbohidrat.
c. Pelindung Biji
Pelindung biji dapat terdiri dari
kulit biji, sisa-sisa nucleus dan endosperm dan kadang-kadang bagian dari buah.
Tetapi umumnya kulit biji (testa) berasal dari integument ovule yang mengalami
modifikasi selama proses pembentukan biji berlangsung. Biasanya kulit luar biji
keras dan kuat berwarna kecoklatan sedangkan bagian dalamnya tipis dan
berselaput. Kulit biji berfungsi untuk melindungi biji dari kekeringan,
kerusakan mekanis atau serangan cendawan, bakteri dan insekta.
Dalam hal penggunaan cadangan makanan
terdapat perbedaan di antara sub kelas monokotiledon dan dikotiledon di mana
pada:
1). Sub kelas monokotiledon: cadangan makanan
dalam endosperm baru akan dicerna setelah biji masak dan dikecambahkan serta
telah menyerap air.
Contoh: Jagung (Zeamays L), padi (Oryza
sativa L), gandum (Triticum aestivum
L).
2). Sub kelas dikotiledon: cadangan makanan yang
dalam kotiledon atau perisperm sudah mulai dicerna diserap oleh embrio sebelum
biji masak. Contoh: kacang-kacangan (Legumes), bunga matahari (Hellianthus
annuus L), labu (Cucurbita pepo L).
Untuk lebih mengenal karakter dari
biji (sebagai bahan tanaman, maka selanjutnya disebut ‘benih’), berikut
disajikan: struktur benih, dan kecambah beberapa tanaman; pada gambar 3. sampai
dengan gambar 12.
Guna lebih mendalami kompetensi:
Karakter Buah dan Biji, maka pada bagian Lembar Kerja I peserta diklat akan
diberi kesempatan untuk mempraktikkan prosedur kerja dari kegiatan: Pengenalan
Anatomi dan Morphologi Biji Tanaman.
|
Gambar 3: Struktur
benih dan kecambah hipogeal dan epigeal pada tanaman monokotil; I. Benih dengan
embrio, II. Kecambah muda, III. Kecambah yang telah berkembang [1 Akar
adventif, 4 koleoptil, 6 kotiledon,
11 embrio, 12 endosperma, 18 akar lateral, 19 mesokotil, 23
plumula, 24 daun primer, 25 akar
primer, 26 radikula, 28 sketelum, 30 selaput benih, 32 akar seminal] (ISTA, 1976)
Gambar 4: Struktur
benih dan kecambah hipogeal dan epigeal pada tanaman dikotil; I. Benih, II.
Kecambah muda, III. Kecambah yang telah berkembang [1 Akar adventif, 2 kuncup aksilar, 3
taruk aksilar (axillary shoot),
6 kotiledon, 11 embrio, 13 epikotil, 15 hipokotil, 18 akar lateral, 23 plumula, 2 daun primer, 25
akar primer, 26 radikula, 28 skeletum,
33 pucuk taruk (shoot apex)] (ISTA,
1976)
Gambar 5: Struktur
benih dan kecambah hipogeal dan epigeal
pada tanaman pepohonan hutan; I. Benih dengan embrio, II. Kecambah
muda, III. Kecambah yang
telah berkembang [6 kotiledon, 11 embrio, 12 endosperma, 13 epikotil, 15
hipokotil, 18 akar lateral, 25 akar primer, 30 testa, 33 pucuk taruk (shoot
apex)] (ISTA, 1976)
Gambar 6: Struktur
benih dan kecambah padi; A. Benih, B. Kecambah, C. Belahan benih [a sekam
kelopak (lemma), b sekam mahkota (palea), c sekam (glume), d plumula, e
koleoptil, f akar lateral, g akar primer (radikula), h endosperma (skutelum)] (Delouche et al., 1962)
Gambar 7: Struktur
benih dan kecambah jagung (berlaku pula untuk rumput-rumputan); A. Tampak luar
dari jali (caryopsis), B. Tampak
dalam belahan jali, C. Kecambah; [a pericarp, b lembaga (germ), c
endosperma, d skutelum, e
koleoptil, f plumula, g akar seminal, h radikula, I koleoriza] (Delouche et al., 1962)
Gambar 8: Struktur
benih dan kecambah buncis (berlaku pula untuk spesies dikotil); A. Tampak luar
dengan selaput benih (seed coat)
telah dikelupas, B. Tampak dalam dengan membuang satu kotiledon, C.
Kecambah; [a kotiledon, b radikula,
c plumula, d epikotil, e daun primer, f
titik tumbuh, g hipokotil] (Delouche
et al., 1962)
Gambar 9: Struktur
benih dan kecambah gandum; A Benih utuh, B. Kecambah, C. Belahan benih; [a
perikarp, b lembaga (germ), c plumula, d akar sekunder, e akar primer (radikula),
f endosperma, g skutelum] (Delouche et
al., 1962)
Gambar 10: Struktur
benih dan kecambah kapas; A Benih, B. Kecambah, C. Embrio; [a selaput benih, b
kotiledon, c bulu (lint), d
hipokotil, e akar primer (radikula)] (Delouche et al., 1962)
Gambar 11: Struktur
benih dan kecambah kedelai; A Benih, B. Kecambah, C. Embrio; [a selaput benih,
b hilum, c hipokotil, d plumula, e kotiledon, f akar primer (radikula)] (Delouche et al., 1962)
Gambar 12: Struktur
benih dan kecambah semangka; A Benih, B. Kecambah, C. Embrio; [a selaput benih, b
kotiledon, c hipokotil, d peg, e akar primer (radikula)] (Delouche et al., 1962)
PENGENALAN DAN PENGOPERASIAN ALAT PROSESING BENIH
Kegiatan
pengolahan (prosesing) benih pada unit usaha teknologi benih diantaranya
terdiri dari: penerimaan bahan benih (buah hasil panen dari lahan produksi
benih), pengolahan benih, dan penyimpanan benih di ruang simpan, serta
pengemasan benih; yang paling tidak meliputi hal-hal sebagai berikut: 1.
Penerimaan hasil panen (buah bahan benih), 2. Ekstrasi biji, 3. Pembersihan,
dan pengeringan benih, serta 4. pengemasan dan penyimpanan benih.
Guna
mendukung kegiatan-kegiatan di atas, unit usaha teknologi benih juga berfungsi
sebagai tempat melakukan pengkajian dalam rangka memecahkan masalah teknis yang
dihadapi di lapangan. Berdasar pertimbangan kepentingan tersebut, maka jenis
kegiatan yang seharusnya ditangani oleh unit prosesing benih, sebaiknya terdiri
dari:
·
penerimaan
bahan benih (buah hasil panen) dari lahan produksi benih,
·
pengolahan
benih,
·
penyimpanan
benih,
·
pengemasan
benih,
Kelengkapan
fasilitas minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi
serta kegiatan prosesing/pengolahan benih dalam usaha produksi benih pada unit
kegiatan teknologi benih berdasarkan alur kegiatan beserta unit pendukungnya,
adalah sebagai berikut:
1.
Ruang
penerimaan bahan benih (buah hasil panen): ruang berventilasi bebas hujan untuk
penampungan sementara bahan benih yang dikirim dari lapangan sebelum diproses,
2.
Ruang
pengolahan benih: tempat kerja ekstraksi, pembersihan dan sortasi, pengeringan,
dan pengemasan benih,
3.
Ruang
penyimpanan benih: tempat penyimpanan contoh benih, koleksi benih (plasma
nutfah), dan tempat penyimpanan benih sebelum dipasarkan; terdiri dari dua
kamar, yaitu: kamar benih rekalsitran dan kamar benih ortodoks,
Tabel 1.
Peralatan minimum unit usaha teknologi benih.
NO
|
JENIS /NAMA PERALATAN
|
KET.
|
1.
|
Peralatan
penerimaan bahan benih (buah hasil panen) dari lapangan:
a.
Alat
penimbang kapasitas 100 kg,
b.
Karung
goni,
c.
Skop,
d.
Gerobag
dorong/trolli/roda tiga.
|
|
2.
|
Peralatan
pengolahan benih:
a.
Seed
Thresher (perontok
benih buah polong, padi, kangkung dsb),
b.
Extractor (perontok benih untuk jenih buah
cabe dan tomat),
c.
Ember/drum
fermentasi,
d.
Seed
driyer (pengering
buah hasil panen),
g.
Air
screen cleaner,
h.
Gravity
table,
i.
Spiral
separator,
j.
Blower,
k.
Alat
penimbang kapasitas 10 – 20 kg,
l.
Lantai
jemur (10 x 20 m) dan terpal/penutup jemuran buah (bahan benih) ketika hujan.
m.
Nyiru/penampi,
n.
Plastik
sealer,
|
|
Dalam
modul ini akan dibahas prosedur pengoperasian beberapa peralatan penting yang
biasa digunakan dalam kegiatan pengolahan dan pengujian mutu benih. Pada bagian
lanjutan dari bab ini, disajikan peralatan pengolahan dan pengujian mutu benih berdasarkan jenis dan spesifikasinya.
Peralatan
pengolahan benih berdasarkan jenis dan spesifikasinya, terdiri dari:
Gambar 13: Seed Extractor
|
Spesifikasi:
·
Badan
(body) alat ekstraksi terbuat dari metal campuran yang kompak.
·
Kemampuan
ekstraksi= 50 kg bahan basah per jam.
·
Berat
alat= 45 kg.
·
Ekstraktor
terbuat dari dua gerigi-gerigi besi pejal tumpul (satu bagian berputar, satu
bagian lainnya statis, yang mudah dibersihkan.
|
Gambar
14: Seed Thresher
|
Spesifikasi:
·
Alat
perontok dilengkapi dengan kipas penghembus tugi (awn)
·
Kapasitas
prontokan:
Padi = 800–900 kg/jam
Kacang-kacangan
= 450–550 kg/jam
Kangkung = 250–400 kg/jam
·
Berat
alat tanpa motor= 157 kg.
·
Alat
perontok dilengkapi denganroda untuk mempermudah pemindahan.
·
Fungsi
alat : Perontok biji (bahan
benih) padi, buah polong-polongan, kangkung dan bayam.
|
Gambar 15: Seed Dryer
|
Spesifikasi:
·
Badan
alat pengering (cabin) terbuat dari bahan: thermal insulated wall.
·
Kapasitas
ruang pemanas= T x P x L 160 x 70 x 70 cm.
·
4
rak berlobang = 15 x 60 x 60 cm
·
Daya
= 1,5 kW 220V/1 ph/50Hz
·
Pengatur
suhu dikendalikan panel kontrol dengan akurasi +/- 10 C
|
Gambar 16. Vacuum
Packing Machine
|
Spesifikasi:
·
Panel
pengatur: suhu, vacuum & waktu
·
Kapasitas
pengemasan= 1 – 3 sct/mnt
·
Ukuran
kemas max.= 38 x 28 x 5 Cm.
·
Daya
listrik= 300 Watt-110/220V 50Hz
·
Berat
alat= 35 kg.
|
Gambar
17. Multifunctional Auto Sealer.
|
Spesifikasi:
·
Panel
pengatur: suhu, cetak & kecepatan
·
Kapasitas
pengemasan= 0 – 13 m/mnt
·
Pencetakan=
2 baris – 30 huruf.
|
Guna lebih mendalami kompetensi
perihal pengoperasian peralatan prosesing dan pengemasan benih, maka pada
bagian Lembar Kerja II peserta diklat akan diberi kesempatan untuk
mempraktikkan prosedur kerja dari pengoperasian peralatan prosesing dan
pengemasan benih.
PROSESING’/EKSTRAKSI BUAH (bahan benih)
Salah
satu aspek penting dari proses produksi benih adalah prosesing benih. Prosesing
benih merupakan suatu kegiatan pengolahan benih dari buah yang dihasilkan dari
hasil budidaya tanaman (untuk produksi benih, penangkaran benih) kemudiaan diproses hingga menghasilkan suatu
biji/’benih’ yang siap diuji untuk
menjadi benih siap disertifikasi, dipasarkan, dan siap ditanam.
Prosesing
benih adalah awal dari suatu proses kegiatan untuk menghasilkan benih yang
mempunyai viabilitas yang nantinya akan menentukan mutu suatu benih secara
fisik.
Lingkup
dari kegiatan prosesing benih ini meliputi penanganan pasca panen, ekstraksi,
pengeringan dan sortasi benih.
1. Ekstraksi
a.
Pengertian Ekstraksi dan Tujuan
Ekstraksi adalah kegiatan untuk
memisahkan biji dari bagian tanaman yaitu bagian daging buah, kulit buah dan
tangkai malai. Hasil dari ekstraksi akan memberikan biji yang sudah bersih dari
bagian-bagian lain seperti daging buah, kulit buah dan tangkai malai.
b.
Metode Ekstrasi
Beberapa metode yang biasa dilakukan
untuk ekstraksi yaitu:
1). Metode
Manual
Ekstraksi dengan menggunakan metode
manual dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a).
Dengan
tangan (hand threshing)
Ekstraksi dapat dilakukan dengan
tangan jika jumlahnya tidak banyak, seperti pada tanaman jagung dan
kacang-kacangan yang dilakukan dengan mengupas kulit buah dan memipil benihnya.
b).
Dengan
tongkat pemukul ( eating methode)
Hasil panen dihamparkan (ditumpuk)
pada lantai yang relatif lunak atau tanah yang permukaannya telah dilapisi
dengan anyaman bambu kemudian dipukul
dengan tongkat untuk memecahkan kulit
buah dan memisahkan benihnya.. Pemukulan jangan dilakukan terlalu keras karena
dapat merusak benih yang akan mengakibatkan kecacatan benih khususnya pada
endosperm atau embrio. Metode ini biasa
digunakan untuk benih polong-polongan.
c). Dengan hewan
Hasil panen dihamparkan di atas tanah
dan dibuat membentuk lingkaran, pada titik pusatnya dipancangkan tiang untuk
mengikat hewan yang akan digunakan. Hewan dibiarkan berjalan berkeliling
sehingga seluruh hamparan akan terinjak, injakan hewan tersebut berfungsi untuk
memecahkan kulit buah dan memisahkan benih. Metode ini biasa dilakukan untuk
tanaman kedelai dan kacang hijau,, mulut hewan harus dalam kondisi dibrangus
supaya tidak dapat memakan buah.
d). Menggilas dengan roda karet
Menggunakan roda karet yang didorong
orang atau hewan untuk memecahkan buah, untuk buah yang memiliki kulit buah
yang agak keras, roda karet dapat diganti dengan kayu atau besi yang berbentuk
cakram.
2). Metode mekanis (mechanical threshing)
Ekstraksi yang dilakukan dengan
menggunakan mesin ekstraksi pada prinsipnya sama dengan ekstraksi secara
manual, metode ini ada 2 macam yaitu:
a) Standar thresher
Mesin ini dapat digunakan untuk
mengekstraksi beberapa jenis benih seperti serealia dan kacang-kacangan,
apabila akan digunakan perlu diatur terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan
benih yang akan diekstraksi.
Mesin ini sukar dibersihkan sehingga
dapat mengakibatkan benih tercampur dengan benih lain karena mesin ini dapat
digunakan untuk beberapa jenis benih.
b) Plot thresher
Mesin yang dirancang khusus untuk
komoditas atau jenis benih tertentu, kapasitasnya relatif kecil karena jumlah
benih yang diproses relatif sedikit.
c. Menetukan Metode
Ekstraksi
Beberapa hal penting yang harus
diperhatikan dalam menentukan metode ekstrasi,
1). Sifat benih
Metode ekstraksi sangat berkaitan
dengan struktur benih, oleh karena itu
pemilihan metode ekstraksi harus disesuaikan dengan struktur benih
sehingga kerusaakan benih akibat proses ekstraksi dapat dicegah. Benih
berstruktur rapuh harus mendapat perhatian yang serius dalam melakukan
ekstraksi.
2). Berdasarkan sifat buah
Berdasarkan sifatnya, buah dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
a) Dry seed (buah
batu)
Buah batu mempunyai kadar air agak
rendah pada saat benih mulai masak, karena benih mulai mengering pada tanaman
induknya sebelum di panen. Beberapa tanaman yang termasuk dalam buah batu
adalah kubis, selada, kacang-kacangan dan bawang.
b) Fleshy fruit (buah
berdaging)
Pada buah berdaging, sebelum benih di
ekstraksi buahnya dapat dikeringkan terlebih dahulu setelah buah masak. Tanaman
yang termasuk dalam buah berdaging adalah cabai, okra dan pare (bitter gourd)
c)
Wet fleshy fruit (buah berdaging dan berair)
Buah tipe ini,
selain berdaging juga berair seperti tomat dan semangka sehingga pada saat
benih masaak fisiologis dan masak morfologis kandungan air benih masih tinggi
dan benih diselaputi oleh lendir yang mengandung bahan yang bersifat inhibitor.
Sebelum benih dikeringkan lendir yang ada dihilangkan dengan cara kimiawi atau
tanpa menggunakan zat kimia tetapi dengan cara difermentasikan terlebih dahulu
kemudian benih dicuci dengan air sampai bersih dan bebas dari lendir.
2. Jenis Ekstraksi
Dilihat dari jenisnya,
ektraksi ada dua antara lain
a. Ekstraksi
Kering
1)
Pengertian ekstraksi kering
Dengan beragamnya jenis buah maka
akan mempengaruhi jenis ekstraksi yang digunakan. Ekstraksi kering umumnya
digunakan untuk jenis-jenis buah yang bersifat buah batu atau buah berdaging.
Umumnya untuk jenis benih yang berasal dari buah batu sebelum dilakukan
ektraksi dilakukan pengeringan terlebih dahulu.
Benih dari beberapa jenis tanaman
yang berasal dari buah berdaging memerlukan metode ekstraksi khusus sebelum
benih siap dikeringkan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan
benih yang berasal dari buah batu tetapi sering dimodifikasi yaitu dengan
ekstraksi secara kering yang dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin.
2) Prosedur
ekstraksi kering
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam ekstraksi secara kering, yaitu:
a) Sortasi buah
Untuk
mendapatkan jenis benih yang baik bermutu tinggi, maka buah-buah yang akan
diektraksi harus berasal dari buah yang terseleksi sebelumnya dengan kreteria
buah masak fisiologis, buah sehat tidak terserang hama dan penyakit serta tidak
cacat,
b) Pengeringan
Untuk jenis
benih yang berasal dari buah berbatu sebelum diekstrak perlu dikeringkan
terlebih dahulu.
Pengeringan sebagai suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
air dari suatu biji dan daging serta kulit buahnya. Pengeringan dapat dilakukan
dengan cara menjemur secara langsung dibawah panas matahari. Pada cara ini
kondisi ventilasi harus benar-benar diperhatikan dan harus dicegah terjadinya
pemanasan yang berlebih dan dilakukan
pembalikan agar tidak terjadi pemanasan yang berlebih pada lapisan biji.
Apabila penjemuran dibawah panas matahari tidak memungkinkan untuk dilakukan
maka pengeringan dapat pula dilakukan dengan pengeringan buatan. Pengeringan
buatan ini harus dilakukan secara perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya
kerusakan benih karena kehilangan air dalam waktu yang singkat.
Rekomendasi dari beberapa peneliti
mengatakan bahwa suhu untuk pengeringan harus disesuaikan dengan kadar air
benih yang dikeringkan
c) Pemisahan biji
Untuk
memisahkan biji dari bagian daging buahnya tergantung pada metode yang ditentukan. Metode mekanis (Mechanical method) biasanya digunakan dalam skala
produksi yang besar, yaitu dengan menggunakan mesin yang dirancang untuk
memisahkan benih dari kulit buahnya ( seed ekstraktor ).
d) Pencucian benih
Untuk jenis buah berdaging adakalanya
setelah benih dipisahkan dari bagian daging buahnya, benih dicuci dengan air
bersih hingga semua zat penghambat hilang yang ditandai dengan permukaan benih
yang sudah tidak licin, benih tersebut disaring berkali-kali sampai bersih,
dijemur pada pagi hari sampai siang hari dan pada siang hari cukup dikering
anginkan saja selama 2 – 3 jam, sore harinya dijemur lagi.
b.
Ekstraksi Basah
1) Pengertian
ekstraksi basah
Benih dari beberapa jenis tanaman
yang berasal dari buah berdaging dan berair memerlukan metode ekstraksi dan
perawatan khusus sebelum benih siap dikeringkan. Ekstraksi dapat dilakukan
dengan cara yang sama dengan benih yang berasal dari buah batu tetapi
dimodifikasi dengan beberapa perlakuan seperti fermentasi, pencucian benih dan
lain-lain. Untuk jenis benih yang mengandung zat penghambat perkecambahan
(inhibitor) yang menyelimuti permukaan benih sebelum dikeringkan harus
dihilangkan terlebih dahulu.
2)
Prosedur ekstraksi basah
Beberapa
cara yang dapat dilakukan dalam ekstraksi secara basah, yaitu:
a) Sortasi buah
Untuk
sortasi buah sama halnya seperti yqang dilakukan pada sortasi ekstrasksi kering
b) Pemisahan biji
Ø
Fermentasi.
Benih yang telah dipisahkan
dari bagian daging buahnya, dimasukkan ke dalam wadah dan apabila perlu
ditambah dengan sedikit air, wadah
ditutup dan disimpan selama beberapa hari . Adapun wadah yang digunakan untuk
fermentasi benih dipilih dari wadah yang tidak korosif terhadap asam, misalnya
terbuat dari logam stainless steel, kayu
ataupun plastik. Lama fermentasi tergantung pada tinggi rendahnya suhu selama
fermentasi. Apabila fermentasi dilakukan pada temperatur 24 ºC – 27 ºC, maka diperlukan
waktu 1 – 2 hari, sedangkan apabila digunakan temperatur 15ºC – 22ºC,
dibutuhkan waktu 3 – 6 hari, tergantung pada jenis benih yang difermentasikan.
Selama fermentasi, bubur (pulp) perlu diaduk untuk memisahkan benih dari massa
pulp dan mencegah tumbuhnya
cendawan. Setelah fermentasi selesai,
biasanya benih akan tenggelam ke dasar wadah dan untuk memudahkan pemisahan
benih dari massa pulp perlu ditambahkan
air agar pulp menjadi encer.
Setelah benih difermentasi, benih
dicuci dengan air bersih hingga semua zat penghambat hilang, yang ditandai
antara lain dengan permukaan benih yang sudah tidak licin. Selanjutnya benih
tersebut dikeringanginkan pada suhu 31ºC
hingga diperoleh kadar air tertentu yang sesuai dengan peraturan dan aman bagi penyimpanan.
Ø Metode
mekanis (mechanical method)
Metode ini hanya digunakan dalam
skala produksi yang besar, yaitu dengan
menggunakan mesin yang dirancang untuk memisahkan dan membersihkan benih
dari pulp yang mengandung inhibitor.
Ø
Metode kimiawi (chemical
method)
Metode fermentasi memerlukan
waktu yang relatif lama terutama apabila dilakukan di negara yang beriklim
dingin/sedang, sehingga akan berdampak pada kualitas benih. Untuk mempersingkat
waktu fermentasi, dapat digunakan zat
kumia misalnya HCl 35 %, dengan dosis 5 liter HCl 35 % dicampur dengan 100
liter air. Kemudian larutan HCl tersebut digunakan untuk merendam pulp.
Setelah direndam dan diaduk
selama 30 menit, massa pulp akan mengambang di permukaan, sehingga mudah
dipisahkan dari benih yang tenggelam di dasar wadah. Setelah dipisahkan, benih
dicuci dengan air hingga bekas pencuciannya bersifat netral (dapat dicek dengan
menggunakan kertas lakmus).
c) Pengeringan biji
Biji-biji hasil pemisahan dari daging
dan kulit buah perlu dikeringkan agar tingkat kadar air dalam biji seimbang dengan kondisi udara normal atau
tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari
kerusakan mikrobiologis, enzimatis, atau kimiawi.
Pengeringan benih adalah suatu cara
untuk mengurangi kandungan air didalam biji pada taraf yang aman dengan tujuan
agar biji dapat disimpan lama Pengeringan benih membutuhkan perpindahan panas,
karena benih hanya dapat dikeringkan dengan mengevaporasikan uap air dari
permukaannya.
Pengeringan biji dapat dilakukan dengan
cara menjemur biji secara langsung. Pada cara ini kondisi ventilasi harus
benar-benar diperhatikan dan harus dicegah terjadinya pemanasan yang berlebih dan diatur pula ketebalan
lapisan biji serta dilakukan pembalikan biji agar tidak terjadi pemanasan yang
berlebih pada lapisan atas. Selain pengeringan melalui pemanasan dengan bantuan
sinar matahari dapat pengeringan biji dilakukan dengan pengeringan buatan.
Pengeringan buatan ini harus dilakukan secara perlahan-lahan untuk mencegah
terjadinya kerusakan benih karena kehilangan air dalam waktu yang singkat.
Rekomendasi dari beberapa peneliti mengatakan bahwa suhu untuk pengeringan
harus disesuaikan dengan kadar air biji yang dikeringkan seperti:
ü Jika
kadar air benih yang akan dikeringkan 18% maka suhu pengeringan maksimal 32º C
ü Kadar air
benih yang akan dikeringkan berkisar antara 10 – 18 % maka suhu pengeringan
maksimal 37º C
ü Kadar air
benih yang akan dikeringkan kurang dari 10 % maka suhu pengeringan maksimal 43º
C
ü Ada benih
sayuran tertentu berapapun kadar air benih yang diinginkan , suhu untuk
pengeringan harus kurang dari 27º C
3. Langkah Kerja Ekstraksi
a.
Ekstraksi benih ketimun
Prosedur
ekstraksi benih ketimun adalah :
1) memilih buah yang masak fisiologis
tingkat kematangan 80 – 90 % dengan warna buah putih bersisik, kuning bersisik
atau coklat bersisik, sehat dan tidak
cacat, ukuran dan bentuk buah seragam.
2)
Membelah dan mengeluarkan biji beserta lendirnya
3)
Memasukkan/menampung bijidan lendirnya kedalam wadah
4)
Menutup dan menyimpan selama 24 jam
5) Mencuci biji sampai bersih dari lendir
dan daging buah serta membuang biji yang terapung
6) Menjemur biji selama 3 hari di bawah
panas matahari, masing-masing 3-4 jam/hari atau dimasukkan ke dalam pengering
buatan (blower dan heater) dengan suhu 30 – 350 C selama 12 jam
b.
Ekstraksi benih cabe
Prosedur
ekstraksi benih cabe adalah :
1) Memilih buah cabe yang sehat dan tidak
cacat, ukuran dan bentuk seragam serta tingkat kematangan 80 – 90 % dengan
warna merah atau pink
2) Memotong kedua ujung buah cabe sekitar
2 cm dan dibelah/dikerat pada salah satu sisinya
3)
Memisahkan biji dari daging dan kulit buahnya
4)
Simpanlah biji pada tampi dengan ketebalan 0,5 – 1,0 cm.
5)
Jemurlah benih di bawah sinar matahari pada pagi dan sore
hari sampai kadar air sekitar 6 – 9 %, pengeringan dapat dilakukan dengan
memasukkan benih kedalam kantong kasa nyamuk dengan panas matahari secara tidak
langsung atau panas buatan/listrik
MELAKUKAN
PENGERINGAN
1. Pengertian, dan Tujuan Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu cara untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan
menggunakan energi panas, sehingga tingkat kadar air kesetimbangan dengan
kondisi udara normal atau tingkat kadar air yang setara dengan nilai aktivitas
air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, atau kimiawi.
Singkatnya, pengertian pengeringan benih adalah suatu cara untuk mengurangi
kandungan air di dalam benih pada taraf yang aman dengan tujuan agar benih
dapat disimpan lama.
Pengeringan benih membutuhkan
perpindahan panas, karena benih hanya dapat dikeringkan dengan mengevaporasikan
uap air dari permukaannya. Syarat pengeringan benih adalah evaporasi uap air
dari permukaan benih harus diikuti oleh perpindahan uap air dari bagian dalam
ke permukaan benihnya. Jika air menguap dari permukaan benih ke udara, maka
dalam benih terjadi suatu gradien uap air yang menyebabkan uap air dari dalam
bergerak ke arah permukaan benih, sehingga benih selalu ingin berada dalam
kondisii equilibrium dengan kondisi sekitarnya.
Pengeringan benih dapat dilakukan dengan
cara menjemur benih secara langsung. Pada cara ini kondisi ventilasi harus
benar-benar diperhatikan dan harus dicegah terjadinya pemanasan yang berlebih dan diatur pula ketebalan
lapisan benih serta dilakukan pembalikan benih agar tidak terjadi pemanasan
yang berlebih pada lapisan atas. Apabila jumlah benih yang harus dikeringkan
banyak sedang lantai penjemuran terbatas, dapat pula dilakukan dengan
pengeringan buatan. Pengeringan buatan ini harus dilakukan secara
perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya kerusakan benih karena kehilangan air
dalam waktu yang singkat. Rekomendasi dari beberapa peneliti mengatakan bahwa
suhu untuk pengeringan harus disesuaikan dengan kadar air benih yang
dikeringkan seperti:
·
Jika
kadar air benih yang akan dikeringkan 18% maka suhu pengeringan maksimal 32º C
·
Jika
kadar air benih yang akan dikeringkan berkisar antara 10 – 18 % maka suhu
pengeringan maksimal 37º C
·
Jika
kadar air benih yang akan dikeringkan kurang dari 10 % maka suhu pengeringan
maksimal 43º C
2. Kondisi
Udara
Dalam pengeringan benih harus
mempertahankan kondisi udara disekitarnya. Kondisi udara tersebut meliputi
beberapa hal sebagai berikut:
a.
Kelembaban
Nisbi
Yang dimaksud dengan kelembaban nisbi
adalah kandungan uap air udara pada suhu tertentu dibagi dengan kemampuan udara
menyerap air pada suhu tertentu. Misal: udara pada suhu 37º C mengandung 30 g
air per kg udara kering. Pada suhu tersebut udara dalam kondisi jenuh mampu
menyerap air sebanyak 45 g. Dengan demikian kelembaban nisbi udara tersebut
adalah 30/45 x 100% = 75 %
b. Suhu Udara
Untuk mengukur suhu udara, dapat
digunakan Dry Bulb Thermometer dan Wet Bulb Thermometer
c. Hubungan antara suhu, kelembaban dan
kandungan air udara
Dalam proses pengeringan benih, udara
yang digunakan harus dapat menyerap air yang diuapkan dari benih. Untuk
mengetahui hubungan tersebut dapat
menggunakan alat Psychrometric Chart.
d. Tekanan Udara
Pada pengeringan benih jumlah uap air
didalam udara akan meningkat dan peningkatannya akan menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan udara yang dapat menghambat proses penguapan uap air dari
permukaan benih ke udara dalam proses pengeringan benih.
e. Perhitungan Kadar Air Benih
Dapat dilakukan dengan dua cara:
·
Perhitungan
kadar air benih berdasarkan berat kering benih
KA
= w/W x 100%, W =
berat kering benih,
w = jumlah air yang diuapkan dalam proses
pengeringan.
Nilai w dapat diperoleh dengan cara
mengurangi berat basah benih dengan berat kering benih setelah dikeringkan
·
Perhitungan
kadar air benih berdasarkan berat basah benih
KA = m/M x 100%, M = berat benih sebelum dikeringkan,
m = jumlah air yang diuapkan.
Nilai m dapat diperoleh dengan cara
mengurangi berat benih sebelum dikeringkan dengan berat benih setelah
dikeringkan.
3.
Keseimbangan Kadar Air
Benih merupakan suatu kehidupan yang
bersifat higroskopis dan selalu ingin
memiliki kadar air yang seimbang dengan kondisi di sekitarnya. Hal ini berarti
apabila benih dikeringkan hingga kadar air tertentu dan setelah dikeringkan
ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban tinggi, maka benih akan menyerap
air dari udara hingga tercapai keseimbangan. Sebaliknya apabila benih dengan
kadar air tinggi ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban rendah, maka benih
akan menguapkan airnya hingga tercapai keseimbangan. Proses keseimbangan ini
akan berjalan secara otomatis, karena sifat ini sangat penting dalam proses
pengeringan benih. Sehingga penentuan kadar air benih yang dilakukan pada saat
pengeringan, harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat benih tersebut
akan disimpan.
4. Kebutuhan Energi dan Pemindahan Panas
Pengeringan
benih dapat dilakukan dengan pemanasan, pendinginan, ventilasi dan proses
kimiawi. Namun yang sering dilakukan adalah dengan cara pemanasan, karena
prosesnya lebih cepat dan untuk mencegah terjadinya proses detiorasi dalam
rangka mempertahankan kualitas benih.
Suhu yang
digunakan jangan sampai merusak enzim dalam benih, agar benih tetap dapat
berkecambah dan memiliki kevigoran yang tinggi. Suhu udara paling baik untuk pengeringan
benih adalah 30 - 35° C.
5. Waktu dan Lama Pengeringan
Faktor yang mempengaruhi waktu dan
lama pengeringan benih antara lain:
a.
Kadar
air benih
Kadar air benih yang akan dikeringkan
dan kadar air benih akhir yang dikehendaki. Dengan kadar air awal yang tinggi
dan diperlukan kadar air yang rendah sesudah pengerigan maka akan memakan waktu
pengeringan yang lama. Tebal tipisnya kulit biji juga menentukan lamanya
pengeringan.
b.
Tebal
timbunan benih
Tebal tipisnya timbunan benih
mempengaruhi lamanya pengeringan. Hal ini juga tergantung juga pada
jenis/macam, besar, bentuk dan berat biji.
c.
Suhu
udara
Suhu udara yang digunakan dalam
pengeringan. Semakin tinggi temperatur udara makin cepat pengeringan. Sebaiknya
temperatur untuk pengeringan benih diatur antara 35º – 40º
C.
d.
Kelembaban
udara yang digunakan dalam pengeringan
e.
Laju
sikurlasi udara.
Angin mengangkut uap air dari benih
sehingga mempercepat proses pengeringan. Apabila kecepatan angin besar, maka
pengeringan dapat berlangsung lebih cepat.
f.
Laju
pengeringan
g.
Metode
pengeringan yang digunakan
6. Metode pengeringan
Ada dua macam cara pengeringan, yaitu
dengan pengeringan sinar matahari dan pengeringan mekanis (pengeringan dengan
udara panas atau uap panas).
a. Pengeringan
sinar matahari
Pengeringan dengan sinar matahari
merupakan pengeringan tradisional. Namun, pada umumnya karena hasil yang
diperoleh bermutu baik maka cara pengeringan ini masih sering digunakan. Adapun
cara yang umum dikerjakan dalam pengeringan ini, bahan dikeringkan pada lantai
yang terbuat dari semen, atau bahan dihamparkan pada wadah berupa tampah, atau
bahan ditempatkan pada rak-rak yang dibuat khusus untuk pengeringan.
Pengeringan dengan sinar matahari
memiliki keuntungan, yaitu antara lain:
1)
pengeringan
dapat dilakukan dimana saja saat sinar matahari tersedia.
2)
pengeringan
mudah dilakukan, ekonomis, dan efisien.
Untuk mempercepat proses dan
memperoleh hasil pengeringan yang seragam, maka dalam waktu tertentu benih yang
dikeringkan di bawah sinar matahari harus di bola-balik. Pengeringan dengan
matahari tidak hanya pada benih saja juga pada benih yang masih di dalam daging
buah/ terbungkus oleh kulit biji seperti: kacang panjang, cabe.
Adapun
kerugian pengeringan dengan sinar matahari, yaitu antara lain:
1)
untuk
mendapatkan hasil yang benar-benar kering memerlukan waktu yang lama.
2)
Pengeringan
akan sangat tergantung pada sinar matahari.
3)
Pengeringan
memerlukan tempat yang luas.
4)
karena
suhu dan waktu sukar diatur, selama pengeringan dapat terjadi kerusakan akibat
aktivitas mikroba.
b. Pengeringan mekanis
Dalam pengeringan mekanis, sebagai
bahan pemanas yang lazim digunakan adalah udara panas yang kering (tidak
mengandung uap air) atau uap panas yang dialirkan melalui pipa-pipa. Bentuk
alat pengering beraneka ragam disesuaikan dengan bahan hasil pertanian yang
akan dikeringkan. Beberapa macam alat pengering mekanis, yaitu:
1)
Pengering
berbentuk ‘kabinet’ / lemari
Alat pengering ini mempunyai rak-rak
untuk menempatkan bahan yang akan dikeringkan. Satu alat pengering kabinet
rata-rata mempunyai 3 atau 4 rak.
2)
Pengering
berbentuk kiln
Alat pengering ini hampir sama dengan
pengering kabinet, tetapi ruangannya lebih luas dan lebih besar. Pengering ini
mempunyai pipa-pipa pemanas yang ditempatkan pada bagian bawah (lantai) dan
pada bagian atas (atap) ruangan.
3)
Pengering
berbentuk terowongan
Prinsipnya tidak berbeda dengan kedua
pengering di atas. Ruang pengeringnya lebih luas lagi sehingga dapat digunakan
untuk mengeringkan benih lebih banyak.
4)
Pengering
yang dapat berputar
Bagian dalam pengering ini berbentuk silindris,
semacam sayap yang banyak. Melalui antara sayap-sayap tersebut dialirkan udara
panas yang kering sementara silinder pengering berputar. Dengan adanya
sayap-sayap tersebut bahan seolah-olah diaduk sehingga pemanasan dapat merata
dan akhirnya diperoleh hasil yang lebih baik.
7. Sistem
Pengeringan
Pengeringan benih dapat dilakukan
dengan beberapa cara:
a.
Pengeringan dengan Udara
Untuk meningkatkan daya serap air
udara dalam mengeringkan benih, dapat dilakukan dengan cara;
·
Meningkatkan
Suhu Udara
Dilakukan dengan cara memanaskan udara
sebelum digunakan untuk mengeringkan benih. Suhu udara tidak boleh terlalu
tinggi untuk mencegah terjadinya pemanasan yang berlebihan yang dapat
menyebabkan benih kehilangan viabilitas. Suhu udara yang direkomendasikan untuk
pengeringan benih adalah antara 35 - 40°C.
·
Menurunkan
Suhu Udara
Pengeringan dengan Sistem Ventilasi
Maksudnya adalah mengganti secara kontinyu
udara mengalir yang digunakan dalam proses pengeringan benih dengan udara baru
yang memiliki kandungan air lebih rendah, sehingga dapat menyerap air yang
diuapkan benih.
Keuntungan
menggunakan sistem ini antara lain:
·
Udara
dengan kondisi tertentu memiliki daya yang sangat memadai untuk proses
pengeringan.
·
Tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap benih yang dikeringkan karena suhu udara
tidak tinggi.
·
Suhu
benih yang dikeringkan relatif sama.
·
Memiliki
dampak positif terhadap pengawetan benih.
·
Kadar
air benih pada akhir proses pengeringan sama dengan pengeringan yang dilakukan
dengan pemanasan.
·
Tidak
dibutuhkan energi untuk memanaskan udara dalam rangka mengurangi kadar air
udara yang digunakan.
·
Proses
pengeringan dapat dilakukan setiap waktu dan energi yang digunakan untuk
mengalirkan udara relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan energi yang
digunakan untuk memanaskan udara.
PENGEMASAN BENIH
1. Pengertian dan Tujuan
Pengertian pengemasan dapat diartikan
sebagai upaya untuk mempertahankan kualitas benih selama dalam penyimpanan dan
atau pemasaran, sehingga tetap terjamin daya tumbuh dan daya kecambahnya secara
normal.
Pengemasan benih secara umum bertujuan
untuk melindungi fisik benih agar daya tumbuh dan daya kecambahnya tetap serta
tanpa ada penyimpangan-penyimpangan dari kelembagaannya atau tetap tumbuh
secara normal (Kartasapoetra, 2003 ).
Secara khusus pengemasan benih bertujuan untuk :
- Mempertahankan persentase
viabilitas benih
- Mempertahankan kadar air benih
- Mengurangi deraan ( tekanan/
pengaruh ) alam
- Memudahkan penyimpanan benih
dengan kondisi yang memadai sesuai dengan karakteristik benih
- Memudahkan pengololaan benih
- Memudahkan transportasi benih
waktu pemasaran
2.
Bahan Pengemas benih
Bahan pengemas benih yang digunakan
dipilih dari bahan yang dapat mencegah terjadinya peningkatan kadar air benih.
Peningkatan kadar air benih merupakan salah
satu faktor yang dapat meningkatkan laju deteriorasi
(kemunduran benih) dalam penyimpanan sehingga diperlukan bahan pengemas benih
yang dapat menghambat perubahan kadar air benih.
Sebaiknya bahan pengemas benih yang
digunakan juga harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
- Mampu menahan masuknya uap air
kedalam kemasan
- Mampu menahan masuknya air ke
dalam kemasan
- Mampu menahan pertukaran gas-gas
- Mudah didapat, bahannya cukup
kuat, dan tidak beracun
- Harganya memadai, atau tidak
terlalu mahal
- Mudah/ dapat dicetak untuk logo,
merk, atau keterangan lainnya
a. Macam-macam Bahan Pengemas Benih
Bahan pengemas yang dapat digunakan
untuk mengemas benih ada banyak macamnya.
Namun bahan pengemas benih ini secara umum dapat dibedakan menjadi 2
macam berdasarkan sifatnya, yakni bahan pengemas benih yang porous dan bahan
pengemas yang kedap aup air. Bahan
pengemas benih yang porous biasanya digunakan untuk mengemas benih yang masa
simpannya relatif pendek atau disimpan
pada kondisi dingin dan kering. Bahan pengemas yang bersifat kedap uap air
digunakan untuk menyimpan benih yang masa simpannya relatif lama/
panjang ( sampai musim tanam berikutnya ) dan memerlukan perlindungan dari
pengaruh kelembaban yang tinggi agar viabilitas dan vigor dapat dipertahankan
tetap tinggi.
Beberapa jenis atau macam bahan
pengemas yang biasa digunakan untuk mengemas benih, antara lain:
1)
Bahan
Pengemas dari karung
Pada umumnya karung yang digunakan
untuk bahan pegemas benih adalah berupa karung goni yang terbuat dari benang rami
yang berkualitas tinggi dalam berbagai bentuk rajutan. Bahan pengemas benih
dari karung juga bisa berupa karung dari bahan kain sprai, kain cetak drill,
osnabrug dan bahan tanpa lipatan. Bahan osnabrug dan bahan tanpa lipatan dapat
digunakan berulang kali untuk penyimpanan benih yang telah diolah. Bahan
pengemas dari kain katun hanya digunakan satu kali untuk penyimpanan benih yang
telah diolah. Bahan pengemas benih dari karung ini termasuk bahan pengemas yang
porous dan tidak kedap air atau uap air. Oleh karena itu bahan pengemas berupa
karung ini biasanya digunakan untuk menyimpan benih dalam waktu yang relatif
pendek.
2)
Bahan
Pengemas dari kertas
Bahan pengemas kertas yang umum
digunakan untuk pengemasan benih berasal dari
bahan kertas sulfit atau kertas kraft yang diputihkan. Kantong kertas
ini dirancang untuk menyimpan sejumlah benih tertentu tetapi bukan untuk
melindungi viabilitas benih tersebut. Bahan pengemas kertas termasuk golongan
bahan pengemas benih yang porous. Namun ada juga bahan pengemas benih dari kertas ini yang
telah dilapisi dengan plastik sehingga
dapat melindungi benih terhadap perubahan kadar airnya.
3)
Bahan
Pengemas dari Plastik
Bahan pengemas dari plastik yang
digunakan untuk mengemas benih pada umumnya berasal dari bahan polyethylene.
Bahan polyethylene termasuk golongan bahan pengemas benih yang kedap air atau
uap air. Bahan polyethylene yang bening dan putih mudah ditembus cahaya
sehingga lama-kelamaan mudah menjadi rusak jika terkena sinar matahari langsung
atau radiasi sinar ultraviolet. Kerusakan tersebut dapat diperlambat dengan menambahkan bahan lapisan karbon hitam atau pigmen lain
yang mudah menyerap sinar ultraviolet. Bahan pengemas plastik polyethylene
termasuk golongan bahan pengemas yang
kedap air dan lkedap uap air. Penggunaan bahan pengemas dari plastik juga
dapat dikombinasikan dengan bahan
pengemas lainnya seperti kertas. Ini dimaksudkan untuk melindungi benih dari
pengaruh cahaya atau sinar matahari.
4)
Bahan
Pengemas dari Alluminium Foil
Bahan pengemas dari aluminium foil
sering digunakan pada lapisan gabungan
dan atau lapisan terpisah dalam pengemasan benih. Lapisan aluminium foil
sendiri dapat digabungkan dengan bahan pengemasan benih lainnya sehingga
menghasilkan kombinasi bahan pengemas yang memiliki hampir semua sifat bahan
pegemas yang diinginkan. Penggabungan
bahan pengemas aluminium foil dengan berbagai bahan pengemas lain, seperti
kertas atau plastik akan memberikan hambatan yang efektif terhadap pertukaran uap air dan gas. Selain
itu bahan pengemas dari aluminium foil ada yang telah dilapisi dengan bahan
plastik sehingga penggunaannya lebih mudah. Bahkan dipasaran saat telah
tersedia bahan kemasan benih siap untuk digunakan dengan berbagai ukuran. Bahan
pengemas dari aluminium foil termasuk
golongan bahan pengemas yang kedap air
dan uap air.
5)
Bahan
Pengemas dari kaleng
Bahan pengemas kaleng, ini biasanya
terbuat dari bahan aluminium dan atau bahan logam besi. Kemasan dari bahan ini
biasanya dibuat dalam bentuk kaleng-kaleng sesuai dengan ukuran yang
dibutuhkan. Bahan pengemas ini termasuk golongan bahan pengemas yang kedap uap
air dan uap air.
b. Sifat-sifat Bahan Pengemas Benih
Sifat-sifat fisik bahan pengemas
penting untuk dipahami, karena ini akan berpengaruh terhadap benih. Beberapa sifat
fisik dari masing-masing materi bahan pengemas benih antara lain :
1)
Bahan
pengemas dari karung
Materi bahan pengemas karung mempunyai
sifat fisik ketahanan terhadap uap air, pertukaran gas-gas, dan minyak yang
buruk. Tetapi materi bahan pengemas karung memiliki sifat fisik kekuatan
terhadap regangan ( kekuatan untuk tidak pecah secara tiba-tiba dan tahan sobek
) yang baik.
2)
Bahan
pengemas dari kertas
Materi bahan pengemas kertas biasanya
berasal dari jenis kertas kraft dan kertas sulfit. Kertas kraft dan kertas
sulfit mempunyai sifat ketahanan terhadap uap air, pertukuran gas-gas dan
minyak yang buruk. Sifat fisik kekuatan terhadap regangan bahan pengemas kertas
kratf dan kertas sulfit tergolong jelek
atau mudah sobek. Sedangkan sifat fisik ketahanan terhadap air bahan pengemas
kertas kraft maupun kertas sulfit masih tergolong kurang atau masih dapat
ditembus oleh air.
3)
Bahan
Pengemas dari Plastik
Materi bahan pengemas plastik yang
biasa dipakai berupa plastik dari bahan
polyethylene. Sifat fisik ketahanan terhadap uap air dan minyak bahan pengemas
plastik polyethylene tergolong sedang. Ketahanan terhadap pertukuran gas-gas
bahan pengemas tersebut tergolong kurang atau masih mudah ditembus oleh
gas-gas. Kekuatan terhadap regangan bahan pengemas ini tergolong baik atau tidak mudah sobek/pecah. Sedangkan
ketahanan terhadap air bahan pengemas ini tergolong baik atau kedap terhadap
air.
4)
Bahan
Pengemas dari Aluminium Foil
Materi bahan pengemas aluminium foil
mempunyai sifat fisik ketahanan terhadap uap air, pertukaran gas-gas, air dan
minyak yang baik sekali. Sedangkan
kekuatan terhadap regangan bahan pengemas aluminium foil tergolong sedang.
3. Mengemas Benih
Cara-cara pengemasan benih dalam
kemasan harus memperhatikan cara-cara pengemasan yang baik dan terjamin
untuk mempertahankan kualitas benih
selama penyimpanan. Dengan cara pengemasan benih yang benar diharapkan pada
saatnya benih itu ditam tetap terjamin mutu daya tumbuh atau daya kecambahnya
secara normal.
a. Teknik Pengemasan
Pada dasarnya tenik teknik pengemasan
benih dapat dibedakan menjadi dua yakni teknik
pengemasan secara konvensional dengan menggunakan alat pengemas atau sealer
yang sederhana, dan automatic. Teknik
automatic dibedakan menjadi dua yakni automatic vacum selear dan automatic non
vacum sealer. Namun secara umum teknik pengemasan dapat dijelaskan sebagai
berikut
1) Identifikasi
jenis dan jumlah benih yang akan dikemas
Jenis benih yang akan dikemas
diidentifikasi apakah benih yang berukuran kecil atau besar disesuaikan dengan
ukuran dan jenis kemasan yang akan diapakai. Jumlah benih yang akan dikemas
juga ditentukan dan disesuaikan dengan ukuran dan jenis kemasan yang akan dipakai berdasarkan berat
bersih benih pada tiap ukuran kemasannya.
2) Penentuan
jenis bahan pengemas yang akan dipakai
Bahan pengemas benih yang akan
dipakai, ditentukan masa simpan dan karakteristik benihnya. Apabila masa simpan
benih yang akan disimpan pendek dapat digunakan bahan pengemas yang porous
seperti karung ( dalam jumlah banyak ) atau kertas kraft/sulfit ( dalam jumlah
sedikit ). Sebaliknya apabila masa simpan benih yang kan disimpan relatif
panjang/ lama ataupun untuk pengemasan benih yang siap dipasarkan, dapat digunakan bahan pengemas yang kedap air
atau uap air seperti plastik polyethylene atau aluminium foil. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya perubahan kadar air pada benih akibat
pengaruh penyimpanan sehingga proses kemunduran benih dapat dihambat/dihindari.
3) Penimbangan
benih yang akan dikemas
Penimbangan benih dilakukan untuk
menentukan berat bersih benih yang akan dikemas dalam berbagai ukuran kemasan
yang diinginkan. Penimbangan dapat dilakukan memakai timbangan analitik dengan
tingkat ketelitian 0,1 miligram terutama untuk benih yang relatif kecil seperti benih sawi, tembakau, bayam dan lain-lain.
Selain itu penimbangan dapat pula dilakukan memakai timbangan tepat dengan
tingkat ketelitian mencapai 10 miligram terutama untuk jenis benih yang
berukuran relatif besar seperti kedelai, kacang hijau, jagung dan lain-lain.
4) Pengisian
Bahan Pengemas Benih
Setelah berat bersih benih yang akan
dikemas ditentukan, benih lalu dimasukkan dalam bahan pengemas yang telah
disiapkan. Pengisian benih dapat dilakukan secara manual dengan cara membuka
ujung bahan pengemas dan dimasukkan benih yang telah diketahui berat bersihnya
( telah ditimbang ) kedalam bahan pengemas secara hati-hati. Selain itu pengisian bahan pengemas dapat
dilakukan secara otomatis menggunakan alat khusus untuk mengisi kemasan benih.
5) Penutupan
Bahan Pengemas Benih
Bahan pengemas yang dipakai meskipun
termasuk penghambat yang baik terhadap
uap air masih perlu ditutup ( seal )
sebaik mungkin. Hal ini mengingat kemungkinan masih adannya uap air dan udara
yang dapat masuk melalui bagian ini. Teknik penutupan bahan pengemas tergantung
kepada bahan pengemas yang digunakan. Penutupan bahan pengemas dapat menggunakan alat pemanas seperti sealer, vacum sealer atau dapat juga
menggunakan api lilin atau flat iron.
Namun penutupan bahan pengemas dengan menggunakan api lilin atau flat iron
agak sukar dikontrol apakah sudah
tertutup rapat atau masih ada kebocoran.
Penutupan bahan pengemas benih dengan
menggunakan alat pemanas (sealer), harus memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut :
a)
Macam
bahan pengemas
Setiap bahan pengemas benih mempunyai
derajat panas yang berbeda untuk dapat direkatkan ( heat seat temperature ).
Oleh karena itu sealer yang digunakan harus disesuaikan apakah dipergunakan
untuk merekat bahan aluminium foil atau plastik polyethylene.
b)
Waktu
pemanasan
Waktu pemanasan harus disesuiakan
dengan bahan pengemas yang digunakan. Hal ini disebabkan jika pemanasan terlalu
lama, maka akan merusak bahan pengemas dan akan menyebabkan kebocoran pada
kemasan.
c)
Sealing
tidak terlalu sempit atau terlalu besar
Sealing yang terlalu sempit akan
menyebabkan proses perekatan bahan pengemas tidak sempurna atau terjadinya
kebocoran kemasan. Sedangkan sealing yang terlalu lebar menyebabkan hasil
kemasan tidak ekonomis karena bahan pengemas yang digunakan akan lebih banyak.
4.
Pemberian Label
Setelah benih dikemas, perlu dilakukan
pelabelan terhadap benih yang akan disimpan atau dipasarkan. Hal ini penting
dilakukan untuk memberikan informasi
yang lebih jelas tentang benih tersebut. Adapun informasi yang perlu
dicantumkan pada label kemasan benih berdasarkan SNI sebagai berikut :
a.
No.
SNI
b.
Nama
spesies atau kultivar benih
c.
Nomor
kelompok benih
d.
Berat
bersih benih
e.
Benih
murni
f.
kotoran
benih
g.
Campuran
varietas lain
|
h.
Isi
kemasan
i.
Tanggal
selesai pengujian
j.
Tanggal
kadaluarsa
k.
Kadar
air benih
l.
Perlakuan
bahan kimia
m.
Nama
dan alamat perusahaan
n.
Daya
tumbuh benih, dan lain-lain
|
Bila benih tersebut untuk dipasarkan,
memungkinkan untuk ditambahkan informasi lain yang berhubungan dengan benih tersebut misalnya kebutuhan
benih per hektar, produksi, syarat
tumbuh, pemupukan dan informasi
lainnya.
Pemberian label/ informasi dapat dilakukan dengan mencetak langsung pada
kemasan benih tersebut atau dengan membuat label yang ditempelkan pada kemasan
tersebut.
5.
Pengaruh Pengemasan terhadap mutu benih
Benih dengan mutu yang tinggi sangat
diperlukan karena merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan hasil tanaman
yang maksimal. Pengemasan benih merupakan salah satu cara untuk mempertahankan
mutu benih selama penyimpanan atau
pemasaran benih, antara lain :
- Mutu fisik benih
Mutu fisik benih yang dipengaruhi oleh
kemasan benih yaitu kemurnian benih, kerusakan mekanis, berat benih, dan kadar
air benih. Pengemasan benih akan menjaga kemurnian benih dari benih varietas
lain, benih gulma dan bahan lain/ kotoran. Pengemasan benih juga akan
menghindarkan benih dari kerusakan mekanis selain ini juga bebas dari serangan
hama dan penyakit benih selama dalam penyimpanan atau pemasaran. Pengemasan
benih akan menjaga berat benih dalam kondisi tetap artinya tidak terjadi penurunan
kandungan cadangan makanan dalam benih akibat pengaruh lingkungan maupun
serangan hama dan penyakit. Pengemasan
benih juga akan mempertahankan kadar air selama penyimpanan dalam kondisi
konstan/ tetap sehingga kemunduran kualitas benih dapat dihindari / dihambat.
- Mutu fisiologis benih
Mutu fisiologis benih yang dipengaruhi
kemasan benih yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh ( vigor ) benih.
Pengemasan benih yang baik dan benar akan mempertahankan daya kecambah dan
kekuatan tumbuh ( vigor ) benih dalam kondisi yang baik.
3. PERJALANAAN BENIH DARI PEMULIA
HINGGA KE PETANI.
Sertifikasi benih merupakan suatu
kegiatan yang termasuk dalam program produksi benih unggul atau yang
berkualitas tinggi dari varietas-varietas yang genesis unggul yang selalu harus
terpelihara dan dipertanggungjawabkan.. Sertifikasi benih dapat pula dikatakan
sebagai satu-satunya metode pemeliharaan identitas varietas benih, yang menjadi
sangat penting bagi tanaman lapangan yang sebagian besar varietasnya dilepaskan
secara umum dan benihnya diperjual belikan di pasaran bebas.
Benih bersertifikat merupakan benih
yang proses produksinya diterapkan cara-cara dalam persyaratan tertentu sesuai
dengan ketentuan sertifikasi benih.
Sweedisch associatie (1888) merupakan
suatu perkumpuan di negara Swedia dengan tujuan memproduksi dan mengembangkan
benih-benih tanaman dengan mutu yang baik bagi pemakaian di negara tersebut.
Kenyataan adanya usaha tersebut di negara itu, akhirnya melahirkan :
Balai
Penelitian Seleksi Tanaman
Organisasi
penyebaran benih, serta
Balai
pengujian benih, yang kemudian mengalami penggabungan dan melahirkan program
sertifikasi benih.
Di Indonesia, pada zaman pemerintahan
hindia belanda tahun 1920 telah memulai adanya perhatian terhadap soal
pembenihan dan peningkata perbaikan cara-cara bercocok tanam. Pada tahun 1930
kegiatannya meningkat dengan yaitu dengan dibangunnya Balai Benih (khususnya di
Jawa). Balai benih ini berfungsi sebagai sumber benih yang agak lebih baik mutunya dan secara terus menerus
dapat memenuhi kebutuhan petani. Setelah indonesia berhasil merebut
kemerdekaannya, dengan masuknya Indonesia kedalam FAO (1952) sejak itu mulai
dilaksanakan suatu pola produksi dan penyebaran benih yang lebih terarah.
Tujuan pada kegiatan sertifikasi ini
antara lain adalah :
a.
Untuk
menjaga kemurnian genetik dari varietas yang dihasilkan oleh pemulia atau untuk
menjaga kemurnian dan kebenaran dari varietas.
b.
Mendapatkan
benih bermutu dari varietas unggul yang sesuai standar mutu yang berlaku yang
dicantumkan dalam label.
c.
Didapatkanya
benih bermutu dengan standar mutu yang berlaku baik mutu di lapangan maupun di
laboratorium.
d.
Tersedianya
benih unggul bermutu secara berkesinambungan pada produsen, penangkar maupun
pedagang benih yang dibutuhkan oleh konsumen.
5. Landasan
Hukum dan Pedoman dalam Sertifikasi Benih
landasan hukum yang mempublikasikan benih dengan pasal- pasalnya adalah sebagai berikut:
landasan hukum yang mempublikasikan benih dengan pasal- pasalnya adalah sebagai berikut:
Undang-undang
Republik Indonesia No. 12 Tahun 1992, tentang Sistem Budidaya Tanaman;
Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 22 Tahun 1971 tentang Pembinaan, Pengawasan
Pemasaran dan Sertifikasi Benih;
Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 460/Kpts/Org/XI/1971, jo Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 22 Tahun 1971;
Surat
Keputusan Direktorat Jenderal Pertanian dan Tanaman Pangan Nomor
SK.I.HK.050.84.68, tentang Prosedur Sertifkasi Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura, dan SK No. I.HK.50.84.70, tentang Pedoman Khusus Sertifikasi
Benih;
Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 803/Kpts/01.210/7/97, tentang Sertifikasi
dan Pengawasan Mutu Benih Bina;
Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 1017/Kpts/TP.120/12/98, tentang Izin
Produksi Benih Bina, Izin Pemasukan Benih dan Pengeluaran Benih Bina
Surat
Keputusan Dirjen Tanaman Pangan dan
Hortikultura Nomor : I.HK.050.98-57, tentang Pedoman tata Cara dan Ketentuan
Umum Sertifikasi Benih Bina
Surat
Keputusan Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura Nomor : I.HK.050.98-58,
tentang Pedoman Khusus Sertifikasi untuk Perbanyakan Benih Tanaman Buah secara
Vegetatif
Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 39/Permentan/OT.140/8/06, tentang Produksi
Benih, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina
Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 28/Permentan/SR.120/3/07, tentang Produksi
Benih
Diskripsi
Jenis/Varietas yang diberikan oleh pemulia atau instansinya.
Ø Mempertahankan
kemurnian katurunan yang dimiliki oleh suatu varietas.
Ø Membantu para produsen benih dalam
memproduksi benih dengan mutu baik.
Ø Membantu para petani didalam mendapatkan
benih yang diinginkan, serta dapat dijamin
kebenaran varietas serta mutunya.
7. Syarat – syarat sertifikasi Benih
A.
Permohonan/Pendaftaran Sertifikasi
Permohonan sertifikasi dapat dilakukan
oleh perorangan atau badan hukum yang bermaksud memproduksi benih
bersertifikat, ditujukan kepada Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih.
Permohonan sertifikasi hanya dapat dilakukan oleh penangkar benih yang telah
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
B.
Sumber Benih
Benih yang akan ditanam untuk
menghasilkan benih bersertifikat harus berasal dari kelas benih yang lebih
tinggi tingkatannya, misalnya untuk menghasilkan benih sebar harus ditanam
benih pokok, oleh sebab itu benih yang akan ditanam harus bersertifikat atau
berlabel.
C. Varietas
Varietas benih yang dapat
disertifikasi, yaitu varietas benih yang telah ditetapkan sebagai varietas
unggulan dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian serta dapat disertifikasi.
D. Areal
Sertifikasi
Tanah/Lahan yang akan dipergunakan
untuk memproduksi benih bersertifikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan
komoditi yang akan diproduksi, karena tiap-tiap komoditi memerlukan persyaratan
sejarah lapang yang berbeda.
Adapun persyaratan areal tersebut
diantaranya :
Letak
dan batas areal jelas
Satu
blok untuk satu varietas dan satu kelas benih
Sejarah
lapangan : Bera, Bekas tanaman lain, Bekas varietas yang sama dengan kelas
benih yang lebih tinggi, atau bekas varietas lain tetapi mudah dibedakan.
Luas
areal diarahkan minimal 5 Ha (BR) mengelompok.
Syarat
areal bekas tanaman padi yang dapat dijadikan areal sertifikasi (dalam Tabel)
E. Isolasi
Isolasi dalam sertifikasi terbagi
dalam 2 bagian yaitu :
1.
Isolasi
Jarak
Isolasi jarak antara areal penangkaran
dengan areal bukan penangkaran minimal 3 meter, ini bertujuan untuk menjaga
agar varietas dalam areal penangkaran tidak tercampur oleh varietas lain dari
areal sekitarnya.
2.
Isolasi
Waktu
Isolasi waktu kurang lebih 30 hari
(selisih berbunga) , ini bertujuan agar tidak terjadi penyerbukan silang pada
saat berbunga antara varietas pengakaran dengan varietas disekitarnya.
F. Pemeriksaan
Lapangan
Guna menilai apakah hasil benih dari
pertanaman tersebut memenuhi standar benih bersertifikat, maka diadakan pemeriksan
lapangan oleh pengawas benih. Pemeriksaan lapangan dilakukan secara bertahap
yang meliputi Pemeriksaan Lapangan Pendahuluan (paling lambat saat tanam),
Pemeriksaan Lapangan Ke I (fase Vegetatif), ke II (fase generatif), dan
Pemeriksaan Lpang Ke III (menjelang panen).
G. Peralatan
Panen dan Perosesing Benih
Peralatan/perlengakapan yang digunakan
untuk panen dan prosesing harus bersih terutama dari jenis atau varietas yang
tidak sama dengan yang akan diproses/dipanen. UJ\ntuk menjamin kebersihan ini
harus diadakan pemeriksaan sebelum penggunaannya, misalnya ; Combine,
Prosessing Plant, ataupun wadah benih lainnya.
H. Uji
Laboratorium
Untuk mengetahui mutu benih yang
dihasilkan setelah dinyatakan lulus lapangan maka perlu diuji mutunya di
laboratorium oleh analis benih, yang meliputi uji kadar air, kemurnian, kotoran
benih, campuran varietas lain, benih tanaman lain, dan daya tumbuh.
I. Label dan Segel
Dalam ketentuan yang sudah ditetapkan
juga tercantum bahwa proses sertifikasi dinyatakan selesai apabila benih telah
dipasang label dan disegel. Label yang digunakan pemasangannya diawasi oleh
petugas Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih seta warna label
disesuaikan dengan kelas benih yang
dihasilkan.
8.
Peranan Sertifikasi Benih dalam Pembangunan Pertanian
Dalam “program peningkatan produksi
padi, palawija dan hortikultura” pembangunan pertanian di tanah air kita, dapat
dikemukakan proyek-proyek yang menonjol antara lain :
1. Proyek BIMAS/INMAS padi dan palawija
2. Proteksi tanaman
3. Proyek pengadaan dan penyebaran benih
4. Proyek pengembangan tata penyuluhan
5. Proyek pemupukan, produktivitas tanah
alat-alat mesin pertanian
6. Proyek perbaikan fasilitas pemasaran
7. Proyek peningkatan produksi palawija dan
hortikultura
8. Proyek pengembangan pertanian padi pasang
surut, lebak dan tanah kering.
Peranan benih dalam usaha peningkatan
produksi dan kualitas sangat besar. Penyediaan benih dalam masa pembangunan
pertanian merupakan factor yang menentukan
berhasil atau tidaknya usaha pertanian ini. Sehubungan dengan kenyataan
ini pemerintah telah merencanakan untuk mengintensifkan usaha rehabilitasi
kebun bibit untuk dapat meningkatkan produksi bibit atau benih yang bermutu,
disamping usaha bimbingan dan pengawasan terhadap pembibitan swasta.
9.
Permasalahan dalam Sertifikasi Benih
Permasalahan dalam sertifikasi benih
antara lain:
Tidak
selalu tersedianya sumber benih yang diperlukan sesuai dengan kelasnya.
Lahan/lokasi
pertanaman tidakmemenuhi persyaratan, dalam hal sejarah lapangan.
Keterbatasan
pengetahuan para petani terhadap sertifikasi benih berlabel.
Keadaan
sosial ekonomi dari para petani sangat berpengaruh penyerapan pasar benih yang berlabel (Benih hasil Sertifikat).
10.
Upaya-upaya pemecahan masalah
sertifikasi
Sampai dengan saat ini perusahaan-perusahaan
swasta yang bergerak dalam bidang agribisnis masih belum banyak yang tertarik
untuk berbisnis dalam bidang perbenihan. Salah satu kendalanya adalah karena
pasar benih berlabel (hasil dari proses sertifikasi) masih belum mantap, karena
sebagian petani masih belum tertarik untuk menggunakan benih berlabel. Untuk
mengatasi masalah-masalah ini maka dapat diupayakan antara lain:
Pemerintah dalam hal ini Departemen
Pertanian lebih meningkatkan lagi penyuluhan-penyuluhan kepada para petani
konsumen agar mereka lebih memahami akan manfaat dari penggunaan benih
berlabel.
Selain kepada para petani konsumen
benih juga penyuluhan diberikan kepada pada produsen benih agar mereka bisa
menambah iilmu pengetahuan dibidang perbenihan dan sertifikasi benih.
Penyediaan Benih Sumber yang cukup
meliputi jumlah, varietas dan mutu untuk memudahkan para penangkar benih untuk
mensersifikasikan benihnya.
Pemerintah agar ikut menjaga
stabilitas harga benih sehingga para petani penangkar benih,
perusahaan-perusahaan swasta bergerak dalam industri perbenihan akan lebih
bergairah lagi untuk berbisnis dalam bidang ini.
BAB IV
PENUTUPAN
4.1.
KESIMPULAN
Dari kesimpulan yang di dapat dalam
penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut :
·
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia, nomor
12 tahun 1992, tentang: Sistem Budidaya Tanaman; dalam Bab I: Ketentuan Umum, Pasal 1 – ayat 4, berbunyi: “Benih
tanaman yang selanjutnya disebut
benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan / atau mengembangbiakkan tanaman”.
·
Dalam pelaksanaan kegiatan produksi/penagkaran benih terdapat tiga
komponen utama penjamin mutu yaitu: benih atau tanaman, lingkungan tumbuh atau
lapangan produksi, dan pengelolaan atau teknik budidaya.
·
Perjalanan dan teknologi benih pada proses perjalanan benih dari
pemulia, dan mendapatkan benih yang berkualitas.
·
Sertifikasi
benih yang berkualitas menentukan benih dapat di pasarkan.
4.2.
SARAN
Saran dalam pembuatan laporan ini
mahasiswa di tuntut aktif dan mendengarkan penjelasan dosen apa yang akan di
sampaikan tugas agar mahasiswa tidak ketinggalan point yang di jelaskan di kelas.
Dalam hal ini untuk pemberian tugas agar di perjelas tidak hanya memberikan
tugas semata dan apa yang akan di bahas daam tinjauan pustaka.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
1997. Ensiklopedi Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Nugroho,
Arinto. 2010. Modul prsosesing benih.
Sumber internet :
http://erikjonsitanggang.blogspot.com/2012/03/jembatan-teknologi-benih.html
No comments:
Post a Comment