BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengertian Shalat
Shalat secara bahasa berarti berdo’a. dengan kata lain, shalat secara bahasa
mempunyai arti mengagungkan. Sedangkan pengertian shalat menurut syara’ adalah
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbiratul
ihram dan diakhiri dengan salam. Ucapan di sini adalah bacaan-bacaan al-Qur’an,
takbir, tasbih, dan do’a. Sedang yang dimaksud dengan perbuatan adalah
gerakan-gerakan dalam shalat misalnya berdiri, ruku’, sujud, duduk, dan
gerakan-gerakan lain yang dilakukan dalam shalat.
Berdasarkan
berbagai keterangan dalam Kitab
Suci dan Hadits Nabi,
dapatlah dikatakan
bahwa shalat adalah
kewajiban peribadatan
(formal) yang paling
penting dalam sistem keagamaan Islam.
Kitab Suci banyak memuat perintah agar kita menegakkan shalat
(iqamat al-shalah, yakni
menjalankannya dengan penuh kesungguhan), dan menggambarkan bahwa
kebahagiaan kaum beriman adalah
pertama-tama karena shalatnya
yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan. [1]).
Sebuah hadits Nabi saw. menegaskan, "Yang
pertama kali akan
diperhitungkan tentang
seorang hamba pada
hari Kiamat ialah shalat: jika baik,
maka baik pulalah seluruh amalnya; dan jika rusak, maka rusak
pulalah seluruh amalnya." [2]
Dan sabda beliau lagi, "Pangkal segala perkara ialah al-Islam (sikap
pasrah kepada
Allah), tiang
penyangganya shalat, dan puncak tertingginya ialah perjuangan di
jalan Allah." [3]
Sedangkan menurut
Hasbi ash-Shiddieqy shalat yaitu beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada
Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.
Isra mi’raj merupakan
mukjizat terbesar yang diterima Nabi Muhammad, sejarah turunnya shalat ini
diriwayatkan dalam hadist-hadist. Malaikat Jibril mendampingi Nabi Muhammad SAW
sampai langit keenam, sebelum memasuki tiap langit kerajaan Allah SWT , Jibril
selalu meminta ijin dahulu untuk Nabi Muhammad SAW hingga akhiranya sampai
kelangit ketujuh Disebutkan oleh Bukhari : “takkala memasukinya, aku
berjumpa dengan Musa. Jibril berkata, ‘ini Musa. Ucapkan salam kepadanya. ‘Aku
segera mengucapkan salam, dan ia menjawabnya. Kemudian Musa berkata, Selamat
datang saudara dan nabi yang shaleh. ‘ketika aku melewatinya , Musa menangis.
Aku bertanya, ‘Apa yang membuatmu menangis?’ musa menjawab, ‘Aku menangis
karena umatku yang masuk surga lebih sedikit daripada umat nabi yang diutus sesudahku.”
·
Shalat 50 kali
Di
langit ketujuh, rasulullah bertemu Ibrahim as. Kemudian beliau bersama Jibril
naik ke Sidratulmuntaha dan shalt 50 kali sehari diwajibkan.
·
Shalat 40 kali
Setelah
turun dari Sidratulmuntaha, keduanya bertemu dan Nabi Musa as dan berbincang.
Dalam perbincangan tersebut Nabi Musa menganjurkan Rasulullah untuk kembali dan
meminta keringanan untuk umatnya pada Allah SWT. “aku pun kembali ke
Sidratulmuntaha. Ternyata Allah berkenan mengurangi sepuluh waktu Shalat.
Kemudian aku kembali kepada Nabi Musa. Ia masih berkomentar sama, bahwa Shalat
40 kali masih terlalu berat bagi umat Islam.”
·
Shalat 30 kali
Atas
anjuran Nabi Musa, rasulllah kembali ke Sidratulmuntaha dan kembali meminta
keringana. Dan mendapat keringanan sepuluh shalat lagi menjadi 30 kali dalam
sehari.
·
Shalat 5 kali
Setelah
beberapa kali meminta keringanan pada Allah hingga Shalat yang diwajibkan umat
Islam hanya tersisa lima waktu dalam sehari. Namun demikian, Musa tetap merasa
terlalu banyak dan menganjurkan kembali menghadap Allah SWT untuk meminta
keringanan skali lagi. Namun Nabi Muhammad menjawab, “sudah terlalu banyak aku
memohon kepada-Nya sampai aku merasa malu. Kali ini, aku menerima dan rela.”
Dan
Rasulullah meneruskan ceritanya, “setelah aku melewati Musa, aku mendengar
suara menggem, ‘Aku rela atas tuntutan-Ku, dan Aku ringankan untuk
hamba-hamba-ku.’Rasulullah menyadari tiada satupun dilangit dan dibumi yang
tidak diketahui-Nya. Akhirnya shalat yang diwajibkan pada umat Islam sebanyak
lima waktu dalam sehari.
1.2.
Tujuan
dan manfaat
- Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.
Agar
mahasiswa mengerti akan tata cara sholat yang di kerjakan selama ini dan lebih
mendalami apa itu sholat.
2.
Mampu
mengembangkan dan memperdalam tentang sholat
- Manfaat
Adapun manfaat yang di dapat dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mahasiswa
dapat mengerti tentang hadist dan dapat mengembangkan dalam kehidupan
sehari-hari tentang tata cara dan rukun sholat yang wajib di kerjakan oleh umat
islam khususnya.
3.1. Rumusan Masalah
Sebagaimana
kita ketahui bahwa shalat adalah ibadah yang terkandung didalamnya berbagai
macam bacaan/ucapan maupun perbuatan. Ucapan maupun perbuatan dalam shalat
dapat digolongkan menjadi tiga: rukun, wajib, dan sunnah.
Rukun: Jika ditinggalkan maka batal shalatnya baik secara sengaja
maupun tidak, atau batal rekaat yang terlewat rukun tersebut sehingga rekaat
yang berikutnya menempati kedudukan rekaat tersebut – akan dijelaskan
berikutnya-.
Wajib: Jika menginggalkannya secara sengaja maka batal shalatnya.
Jika tidak sengaja maka tidak batal, namun harus menggantinya dengan sujud
sahwi.
Sunnah: Tidak batal shalat jika ditinggalkan baik secara sengaja
maupun tidak. Namun, mengurangi kesempurnaan shalat.
Rasulullah
bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana melihat aku shalat” 2. Yaitu
shalat secara sempurna baik rukun, wajib maupun sunnah-sunnahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Rukun-Rukun
Shalat
Adapun rukun-rukun sholat yang akan
kita bahas dan akan di di jelaskan berserta hadistnya adalah sebgai berikut:
1.
NIAT
Niat berarti
menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta’ala semata, serta
menguatkannya dalam hati.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua amal tergantung pada niatnya dan
setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari,
Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa’, hadits no. 22). Niat tidak dilafadzkan Dan
tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari
salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan. Abu Dawud bertanya kepada
Imam Ahmad. Dia berkata, “Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum dia
takbir?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak.” (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan
Majmuu’ al Fataawaa XXII/28). AsSuyuthi berkata, “Yang termasuk perbuatan
bid’ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak
pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maupun para shahabat
beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain
hanya lafadz takbir.” Asy Syafi’i berkata, “Was-was dalam niat sholat dan dalam
thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan akal.” (Lihat
al Amr bi al Itbaa’ wa al Nahy ‘an al Ibtidaa’).
2.
Berdiri (dalam shalat fardhu)
Allah ta’ala berfirman,
وَقُومُواْ
لِلّهِ قَانِتِينَ
Artinya
: “Berdirilah untuk Allah (dalam
shalatmu) dengan khusyu". (QS. al Baqarah: 238)
Merupakan suatu kewajiban dalam
shalat fardhu untuk berdiri. Hal ini juga bersandar pada sabda Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassalam, “Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka
dengan duduk, jika tidak mampu maka dengan berbaring.” 3. Apabila
tidak mampu berdiri karena sakit atau yang lainnya maka shalat dengan
semampunya. Jika shalat dibelakang imam yang duduk (karena sakit atau yang
lainnya), maka ikut duduk[4]
.Dalam shalat nafilah (sunnah) tidak mengapa dengan duduk karena kadang
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam shalat nafilah dengan duduk meskipun
tidak ada udzur [5].
3. Takbiratul ihram
Berdasar sabda Rasulullah, “Lalu
menghadaplah ke kiblat dan bertakbir.”[6]
.Dan sabda beliau, yang mengharamkannya (permulaanya) adalah takbir[7].
Lafadz takbiratul ihram yaitu mengucapkan “Allahu Akbar”, tidak pernah
diriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam selain ini. Adapun bacaan
doa istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diantaranya
adalah:
“allahuumma ba’id bainii wa baina
khathaayaaya kamaa baa’adta bainal masyriqi wal maghribi, allaahumma naqqinii
min khathaayaaya kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minad danas.
allaahummaghsilnii min khathaayaaya bil maa’i wats tsalji wal baradi”
4. Membaca al
Fatihah
Berdasar sabda Rasulullah, “Tidak
ada shalat bagi yang tidak membaca al Fatihah.”[8].
Membaca al fatihah merupakan rukun di antara rukun-rukun shalat. Bagi imam dan
orang yang sendirian maka wajib membacanya, tidak ada khilaf disini. Adapun
bagi orang yang shalat dibelakang imam ada khilaf di kalangan para ulama.
Sebagai bentuk kehati-hatian hendak makmum tetap membaca al Fatihah dalam
shalat-shalat yang sirriyah (yg tidak dikeraskan bacaanya) dan disaat-saat imam
diam/tidak membaca. Dan Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian
banyak rukun sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak
sah sholatnya berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang
artinya): “Tidak dianggap sholat (tidak
sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah” (Hadits Shahih dikeluarkan
oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi,
An-Nasa-i dan Ibnu Majah). “Barangsiapa yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah
maka sholatnya buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak sempurna” (Hadits
Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
5. Rukuk dalam tiap
rekaat
SUBHAANA RABBIYAL ‘ADHZIMI WA
BIHAMDIH 3 kali (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu
Dawud, Ad-Daroquthni dan Al-Baihaqi).
Yang artinya:
“Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap pujian
bagi-Nya.”
Berdasar firman Allah ta’ala,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا
الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu…. “ (QS. al Hajj:
77)
Dan juga berdasar apa yang
dikerjakan Rasulullah, banyak hadist yang menunjukkan akan hal ini [9].
6. I’tidal (berdiri
tegak)
Karena Nabi shalallahu ‘alaihi
wassalam senantiasa melaksanakannya. Rasulullah bersabda, “Shalatlah kalian
sebagaimana melihat aku shalat.” Setelah ruku’ dengan sempurna dan selesai
membaca do’a, maka kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal). Waktu bangkit
tersebut membaca (SAMI’ALLAAHU
LIMAN HAMIDAH) disertai dengan mengangkat kedua tangan sebagaimana waktu
takbiratul ihrom. Hal ini berdasarkan keterangan beberapa hadits, diantaranya:
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata:
“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam
sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal itu
dilakukan ketika bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit )
dari ruku’ sambil mengucapkan SAMI’ALLAAHU
LIMAN HAMIDAH…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari,
Muslim dan Malik).
Kemudian ketika sudah tegak dan selesai bacaan tersebut
disahut dengan bacaan:
Atau RABBANAA
WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala puji kepada-Mu) atau
ALLAAHUMMA
RABBANAA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku, segala puji
kepada-Mu) atau ALLAAHUMMA
RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku dan segala
puji kepada-Mu)
7. Sujud
Berdasar firman Allah ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
ruku’lah kamu, sujudlah kamu…. (QS. al Hajj: 77)
Sujud adalah meletakkan kening ke
permukaan bumi (tempat sujud), dan hendaknya semua anggota sujud yang tujuh
sempurna menyetuh permukaan bumi. Anggota sujud yang tujuh yaitu : kening serta
hidung, dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung kedua telapak kaki. Sujud
merupakan salah rukun shalat yang utama karena waktu sujud adalah waktu paling
dekat antara hamba dengan Allah[10].
“Terkadang beliau mengangkat kedua
tangannya ketika hendak sujud.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i dan
Daraquthni) “Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya
[dan membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah
kiblat.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi) “Beliau
meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Tirmidzi)
“Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun
telinganya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)
Bacaan Sujud
Rasulullah membaca
SUBHAANA RABBIYAL
A’LAA 3 kali (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad
dll) atau kadang-kadang membaca
SUBHAANA RABBIYAL
A’LAA WA BIHAMDIH, 3 kali (berdasar hadits yang
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dll) atau
SUBHAANAKALLAAHUMMA
RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII (berdasar
hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Bacaan Yang Dilarang Selama Sujud
“Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu
ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
8. Duduk Antara Dua Sujud
Berdasar perkataan
‘Aisyah, ” Jika Rasulullah mengangkat kepalanya dari sujud maka tidak sujud
(kembali) sampai duduk dengan sempurna.” [11].
Dari ‘A-isyah berkata: “Dan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menghamparkan kaki beliau yang kiri dan
menegakkan kaki yang kanan, baliau melarang dari duduknya syaithan.” (Diriwayatkan
oleh Ahmad dan Muslim)
*Komentar Syaikh
Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian duduk
dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai. Dari
Rifa’ah bin Rafi’ -dalam haditsnya- dan berkata Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam : “Apabila engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau bangun
duduklah di atas pahamu yang kiri.”
(Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
(Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
terkadang duduk iq’ak, yakni [duduk dengan menegakkan telapak dan tumit kedua
kakinya]. (Hadits dikeluarkan oleh Muslim)
Waktu duduk antara dua sujud ini
telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat: Beliau
menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari) Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat
(An-Nasa-i)
Bacaannya
RABBIGHFIRLII,
RABBIGHFIRLII Dari Hudzaifah, bahwasanya Nabi hallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan dalam
sujudnya (dengan do’a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii. (Hadits dikeluarkan oleh
At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WA ‘AAFINII WAHDINII WARZUQNII
(Abu Dawud)
(Abu Dawud)
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA’NII (Ibnu
Majah)
ALLAAHUMMAGHFIRLII
WARHAMNII WAJBURNII WAHDINII WARZUQNII
(At-Tirmidzi)
(At-Tirmidzi)
9.
TASYAHHUD
AWAL
Rasulullah SAW duduk tasyahud setelah rakaat
kedua, jika sholat yang dilakukannya hanya dua rakaat, seperti sholat Subuh.
Menurut Nasa’i Beliau SAW duduk iftirasy’ (duduk diatas telapak kaki kiri yang
dihamparkan dalam telapak kaki kanan yang ditegakkan), seperti ketika Beliau
duduk diantara dua sujud. Demikian juga apabila Beliau SAW duduk pada tasyahhud
awal dalam sholat tiga atau empat rakaat.
Beliau SAW menyuruh orang yang salah sholatnya
untuk melakukan hal itu sebagaimana sabdanya ”Bila kamu duduk dipertengahan
sholat, hendaklah kamu melakukan thumuninah. Lalu hamparkanlah telapak kaki
kirimu kemudian bacalah tasyahud.” (HR Abu Daud dan Baihaqi).
Dalam hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah, Thayalisi
dan Ahmad, Abu Hurairah r.a mengatakan bahwa Nabi SAW telah melarangnya duduk
diatas tumit seperti duduknya anjing. Dalam hadits Muslim dan Abu Uwanah, Nabi
SAW melarang duduk diatas tumit seperti duduknya setan. Muslim dan Abu Uwanah
meriwayatkan bahwa apabila duduk tasyahhud, Nabi SAW meletakkan tangan kanan
diatas paha kanannya (dalam riwayat lain disebutkan : pada lutut kanannya) dan
meletakkan telapak tangan kirinya pada paha kiri (dalam riwayat lain disebutkan
: pada lutut kirinya).
Merenggangkan telapak tangannya diatas lutut: Menurut
Nasa’i, Nabi SAW meletakkan siku kanan diatas paha kanannya. Nabi SAW melarang
bertumpu pada tangan kirinya pada waktu duduk tasyahud dalam sholat sebagaimana
sabdanya ”Cara semacam itu adalah cara sholat orang Yahudi.” (HR Baihaqi dan
Hakim). Dalam hadits lain disebutkan ”Janganlah engkau duduk seperti itu karena
duduk seperti itu adalah duduknya orang yang sedang diazab.” (HR Ahmad dan Abu
Daud). Dalam hadits lain disebutkan ”Duduk seperti itu adalah cara duduk
orang-orang yang dimurkai Allah.” (HR Abdur Razzaq) Dari
Abi Humaid As-Sa’idiy tentang sifat sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dia berkat, “Maka apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk dalam
dua roka’at (-tasyahhud awwal) beliau duduk diatas kaki kirinya dan bila duduk
dalam roka’at yang akhir (-tasyahhud akhir) beliau majukan kaki kirinya dan
duduk di tempat kedudukannya (lantai dll).” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Abu Dawud)
Letak tangan ketika duduk
Untuk kedua cara duduk tersebut
tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil berisyarat dan/atau
menggerak-gerakkan jari telunjuk dan penglihatan ditujukan kepadanya, sedang
tangan kirinya ditaruh/terhampar di paha kiri.
Dari Ibnu ‘Umar berkata Rasulullahi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bila duduk didalam shalat meletakkan dua
tangannya pada dua lututnya dan mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa
dengannya sedang tangannya yang kiri diatas lututnya yang kiri, beliau
hamparkan padanya.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
Berisyarat dengan telunjuk, bisa
digerakkan bisa tidak
Selama melakukan
duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat dengan telunjuk kanan,
disunnahkan menggerak-gerakkannya. Kadang pada suatu sholat digerakkan pada
sholat lain boleh juga tidak digerak-gerakkan.
“Kemudian beliau duduk, maka beliau
hamparkan kakinya yang kiri dan menaruh tangannya yang kiri atas pahanya dan
lututnya yang kiri dan ujung sikunya diatas paha kanannya, kemudian beliau
menggenggam jari-jarinya dan membuat satu lingkaran kemudian mengangkat jari
beliau maka aku lihat beliau menggerak-gerakkannya berdo’a dengannya.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa-i).
Dari Abdullah Bin
Zubair bahwasanya ia menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berisyarat dengan jarinya ketika berdoa dan tidak menggerakannya.” (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).
10, dan 11. Tasyahud Akhir dan Sholawat Nabi
Yaitu dengan membaca “attahiyaat..”
sampai akhir. Hal ini telah tsabit dari Rasulullah dalam beberapa hadistnya
sebagaimana hadist ‘Aisyah[12]
dan Ibnu Mas’ud[13] .
Berkata Abdullah :
“Kami apabila shalat di belakang nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keselamatan
atas jibril dan mikail keselamatan atas si fulan dan si fulan maka rasulullah
berpaling kepada kami. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila shalat hendaklah kalian itu
mengucapkan:
“AT-TAHIYYAATU
LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT, AS-SALAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIY WA
RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU, AS-SALAAMU ‘ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHIS SHALIHIN.
ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUHU”
artinya: segala kehormaatan, shalawat dann kebaikan
kepunyaan Allah, semoga keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat
Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba
Allah yang shalih; -karena sesungguhnya apabila kalian mengucapkan sudah
mengenai semua hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi- Aku bersaksi
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya
Muhammmad itu hamba daan utusan-Nya.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al
Bukhari). Dari Ka’ab bin Ujrah berkata : “Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu
? Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami, maka kami
berkata : ‘Ya Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam
kepadamu, lantas bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau berkata :
ucapkanlah:
“ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALA
MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA
HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA
BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”
artinya: “Ya Allah berikanlah
Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah
memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan
Maha Agung.”
12. Salam
Berdasar sabda
Rasulullah, “….dan penutupnya adalah salam. Juga sabda beliau, “….dan yang
menghalalkannya adalah salam.” [14].
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa meninggalkan rukun membatalkan shalat
baik secara sengaja ataupun tidak. Berikut secara ringkas rincian hukum-hukum
tentang meninggalkan rukun shalat:
* Jika yang ditinggalkan adalah takbiratul ihram maka belum
dianggap shalat
* Jika yang ditinggalkan selain takbiratul ihram, dengan
sejaga maka batal shalatnya.
* Jika tertinggal (selain takbiratul ihram, seperti rukuk
atau sujud)karena lupa dan ingat sebelum berdiri tegak untuk membaca al Fatihah
rekaat berikutnya maka kembali mengulangi ke rukun yang ditinggalkan dan yang
berikutnya.
* Jika tertinggal karena lupa dan sudah berdiri tegak untuk
membaca al fatihah rekaat berkutnya maka rekaat yang tadi (yang tertinggal
rukunya) tidak dianggap, sehingga sekaraat yang sekarang menempati kedudukan
rekaat sebelumnya. Dan melakukan sujud sahwi.
* Jika mengetahui rukun yang ditinggalkan setelah salam maka
jika rukun tersebut adalah tasyahud akhir dan salam maka langsung
mengerjakannya lagi lalu salam lalu sujud sahwi. Jika selain keduanya (tasyahud
akhir dan salam) seperti sujud dan rukuk maka mengerjakan satu rekaat secara
sempurna, lalu sujud sahwi.
* Jika ingat setelah salamnya lama maka mengulangi shalat
dari awal. Allahu A’lam
Nabi SAW mengucapkan salam dengan
menoleh ke kanan seraya mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”,
sehingga terlihat pipi kanannya yang putih. Juga menoleh ke kiri seraya
mengucapakan “Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”, sehingga terlihat pipi kirinya
yang putih.Demikian diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi. Menurut
riwayat Abu Daud terkadang Nabi SAW menambahkan dengan “Wabarokaatuh” pada
salam pertamanya.
Dalam hadits riwayat Nasa’I
disebutkan bahwa ketika menoleh ke kanan, terkadang Beliau SAW mengucapakan
“Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”, dan ketika menoleh ke kiri hanya
mengucapakan “Assalaamu ‘alaikum”. Terkadang Beliau SAW mengucapkan salam
sekali saja dengan ucapan “Assalaamu ‘alaikum” (dengan sedikit memalingkan
wajahnya ke kanan). Demikian yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi. Ketika
mengucapkan salam para sahabat ada yang mengisyaratkan (menggerakkan) dengan
tangan mereka waktu menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal ini dilihat oleh
Rasulullah SAW, lalu Beliau SAW bersabda, ”Mengapa kamu menggerakkan tanganmu
seperti ekor kuda yang gelisah? Bila seseorang diantara kamu mengucapkan salam,
hendaknya ia berpaling kepada temannya dan tidak
perlu menggerakkan tangannya”. Ketika mereka melakukan shalat
berikutnya bersama Rasulullah SAW, mereka tidak melakukannya lagi. Dalam
riwayat lain dikatakan ”Seseorang diantara kamu cukup meletakkan tangannya
diatas pahanya, kemudian mengucapkan salam dengan menoleh ke saudaranya yang
ada disebelah kanannya dan saudaranya disebelah kirinya”. (HR. Abu Uwanah dan
Thabrani).
13.
Tertib
Karena dahulu Rasulullah shalat dengan tertib antara
rukun-rukunya. Dan juga berdasar hadist tentang musi’i shalah (orang yang jelek
shalatnya), lalu rasulullah mengajarinya dengan kata-kata “lalu..” yang
menunjukan akan urutan[15]
.
2.1. Wajib-Wajib Shalat (8)
1. Seluruh takbir, kecuali takbiratul ihram
2. Tasmii’ Yaitu membaca “sami’allahu liman hamidah ”. wajib
dibaca oleh imam ataupun orang yang shalat sendirin, adapun makmum tidak
membacanya.
3. Tahmid Yaitu membaca “rabbana walakal hamd”. Wajib dibaca
oleh imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian. Berdasarkan sabda
Rasulullah, “Jika imam membaca sami’allahu liman hamidah maka ucapkanlah
rabbana walakal hamd .”[16].
4. Bacaan rukuk. Yaitu seperti bacaan “subhaana rabbiyal
‘adzim”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya tiga kali. Jika lebih maka
tidak mengapa.
5. Bacaan sujud. Yaitu seperti bacaan “subhaana rabbiyal
‘a’la”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya tiga kali.
6. Bacaan duduk antara dua sujud. Yaitu seperti bacaan
“rabbighfirliy..”. Yang wajib sekali, disunnahkan membacanya tiga kali.
7. Tasyahud awal Yaitu membaca bacaan-bacaan tasyahud yang
telah diriwayatkan dari Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam.
8. Duduk pada tasyahud awal Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya bahwa meninggalkan wajib shalat dengan sengaja membatalkan shalat.
Adapun jika tidak sengaja atau karena jahil maka menggantinya dengan sujud
sahwi.
2.3.
Sunnah-Sunnah Shalat
Bagian ketiga dari
amalan (baca:perbuatan) dan bacaan dalam shalat adalah sunnah-sunnah shalat,
yaitu selain apa-apa yang telah disebutkan dalam rukun maupun wajib shalat.
Sunnah shalat ada dua jenis, ucapan maupun perbuatan.
·
Pertama,
sunnah berupa perkataan, bentuknya banyak sekali. Diantaranya: membaca do’a
iftiftah, ta’awudz, membaca basmalah, membaca surat setelah al Fatihah, membaca
bacaan rukuk, sujud, do’a antara dua sujud lebih dari sekali, do’a setelah
tasyahud akhir dan lainnya.
·
Kedua,
sunnah berupa perbuatan, bentuknya juga baca. Diantaranya: mengangkat tangan saat
takbiratul ihram serta ketika akan dan setelah rukuk, meletakkan tangan kanan
diatas tangan kiri dan meletakkannya di atas dada saat berdiri, melihat tempat
sujud, meletakkan tangan diatas lutut saat rukuk, menjauhkan antara perut dan
paha, paha dan betis saat sujud, dan lainnya.
Sunah-sunah ini
tidak harus dikerjakan, tetapi barang siapa melakukannya maka ada tambahan
pahala atasnya, adapun jika ditinggalkannya maka tidak ada dosa baginya.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Sholat (shalat,
solat, salat) secara bahasa adalah doa, rahmat, dan istighfar, sedang menurut
syara’ adalah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan , perbuatan yang
dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam dan memenuhi syarat yang
ditentukan. Hukumnya wajib bagi setiap orang islam, karena firman Allah : Dan
dirikanlah shalat , sesungguhmya shalat itu mencegah (perbuatan-perbuatan) keji
dan mungkar “( AL AnKabut 45)
1.
syarat wajibnya sholat
a.
Islam
b.
Berakal
c.
Suci dari haid dan nifas
d.
Baligh
e.
Sampainya dakwah islam
f.
Jaga
2. Syarat Sahnya Sholat
a.
suci dari hadas besar dan kecil
b. Suci badan, pakian, dan tempat dari najis
c. menutup aurat
d. sudah masuknya waktu shalat
e. menghadap kiblat
b. Suci badan, pakian, dan tempat dari najis
c. menutup aurat
d. sudah masuknya waktu shalat
e. menghadap kiblat
3. Waktu-waktu shalat
1.
Sholat subuh : dari munculnya fajar sodik sampai terbitnya matahari
2.
Sholat dzuhur ; dari condongnya matahari sampai pada bayangan sepaan denganya
3.
Sholat ’ashar ; dari berakhirny a sholat dzuhur sampai pada terbenamya matahari
4.
Sholat Mahrib; dari terbenamnya matahri sampai hilangnya mega merah
5.
Shoalt ’isyak; dari hilangnya mega merah sampai dengan terbit fajar
3.1. Saran
Semua sifat shalat Nabi SAW yang telah
diuraikan diatas adalah berlaku bagi semua orang, baik pria maupun wanita.
Sabda Nabi SAW yang mengatakan ”Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku
shalat”, bersifat umum dan juga mencakup kaum wanita. Ibrahim an-Nakhai berkata
”Wanita melakukan pekerjaan dalam shalat seperti yang dilakukan kaum pria”.
Demikian diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber :
[1] Misal dalam suatu rekaat
terlewat satu sujud, maka rekaat tersebut tidak dihitung. Misal shalat isya’
trus pada rekaat keempat lupa hanya sujud sekali, maka ia tetap menambah 1
rekaat lagi (shalat sampai 5 rekaat) karena rekaat yang keempat tersebut tidak
dianggap
[2] Dikeluarkan muslim dari
hadist Abu Hurairah (602/152)
[3] Dari hadist Imran bin
Hushain, Bukhari (1117), Abu Dawud(952), Tirmidzi (372)
[4] Sebagaimana dalam hadist
muttafaqun alaihi dari Anas bahwa pada saat Rasulullah sakit para sahabat
shalat dibelakangnya dengan duduk, Bukhari (379, 689,805), Muslim (411).
[5] Dikeluarkan Muslim dari
hadist ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha (730)
[6] Diriwayatkan dari Abu
Hurairah tentang musi’i shalah (orang yang jelek shalatnya), Bukhari (6251),
Muslim (397)
[7] Abu Dawud (61), Tirmidzi (3),
Ibnu Majah (275)
[8] Dari hadist Ubadah bin Shamith,
Bukhari (756), Muslim(394)
[9] Hadist tentang rukuk baik
yang berupa ucapan (perintah) maupun perbuatan Nabi mencapai tingkatan
mutawatir.
[10] Dikeluarkan Muslim dari
hadist Abu Hurairah (482)
[11] Muslim dari hadist ‘Aisyah
(498)
[12] Muslim (498)
[13] Bukhari (6328), Muslim (895),
Nasa’I (1277).
[14] Muslim (498)
[15] Bukhari (6251), Muslim (397)
[16] Idem no. 4, dari hadist Anas
, Bukhari (379, 689,805), Muslim (411).
No comments:
Post a Comment